Part 6

Waktu berlalu lebih cepat dari hari di kalender. Tidak terasa, ketiga anak perempuan kembar keluarga Prawira sudah berubah menjadi gadis-gadis cantik. Benar kata dokter yang membantu kelahiran mereka, ketiganya akan menjadi bidadari yang sangat dikagumi bahkan membuat semua mata tertuju pada mereka bertiga jika mereka berjalan-jalan di mall atau di taman komplek rumah mereka.

"Pagi, Kak!" sapa ketiganya saat melihat Mahesa tengah membantu Bi Tami menyiapkan sarapan untuk mereka berempat.

"Pagi adik-adikku yang cantik!" Mahesa menjawab sapaan mereka sambil menerima tiga ciuman di pipi kanannya.

"Gimana udah siap menjalani kehidupan di SMA?" tanya Mahesa setelah menarik kursi untuknya duduk.

Shani mengangguk pelan sambil tersenyum, Beby dengan lantang menyatakan kesiapannya. Sementara Viny, ia selalu seperti ini, diam, dan hanya menunduk tidak menjawab pertanyaan kakaknya itu.

"Kamu kenapa lagi, Viny?" Dengan lembut Mahesa bertanya pada adiknya yang paling manja itu.

"Biasa, Kak. Paling dia mah takut menghadapi suasana baru." Bukan Viny yang menjawabnya, melainkan Beby.

Viny lagi-lagi hanya diam, tidak menanggapi ucapan adiknya itu.

"Vin...." Saat akan memberikan wejangan untuk Viny, tiba-tiba ponsel Mahesa berdering. Setelah melihat siapa yang menghubunginya, dengan cepat ia mengangkat sambungan telepon itu.

"Pagi Mahesa," sapa seseorang dari sambungan telepon.

"Pagi, Paman." Mahesa menjawab sapaan Kudo, orang yang meneleponnya.

"Paman sepertinya harus meminta maaf padamu. Hari ini Paman tidak bisa mengantarkan si kembar ke sekolah."

"Ada apa Paman?"

"Alika sedang ngidam. Ia tidak ingin ditinggal olehku. Kau tau, ia menyembunyikan kunci rumah dan kunci mobil juga. Jadi Paman benar-benar tidak bisa ke mana-mana hari ini." Mahesa terkekeh membayangkan betapa sulitnya Kudo menangani istrinya yang sedang hamil muda.

"Baiklah tidak apa, Paman. Salam untuk Bibi Alika, semoga dia tidak mengurung Paman sampai lahiran."

"Terima kasih, Mahesa."

Kudo menutup sambungan telepon terlebih dahulu karena istrinya sudah memanggil-manggil namanya.

"Kakak ada kabar baik." Mahesa kembali ke meja makan setelah selesai menjawab telepon dari Kudo tadi.

"Apa, Kak?" tanya Shani penasaran.

"Hari ini Kakak yang akan mengantar kalian ke sekolah." Viny langsung mendongakkan kepalanya setelah mendengar ucapan Mahesa, matanya yang tadi sendu mendadak menjadi cerah.

"Beneran, Kak?" tanya Viny antusias. Mahesa mengangguk menjawab pertanyaan adik manjanya itu.

Langsung saja Viny bangkit dari duduknya dan menghapiri Mahesa. Ia memeluk erat kakaknya itu sambil terus menerus menciumi pipi Mahesa.

"Dasar anak kecil!" cibir Beby dan Shani bersamaan melihat kelakuan kembarannya yang masih sangat kekanak-kanakan.

~~~

Dugaan Mahesa benar-benar terjadi saat mereka tiba di sekolah si kembar. Baru saja mereka keluar dari mobil sedan pabrikan Jepang yang dikendarai oleh Mahesa, semua mata langsung tertuju pada Shani, Viny, dan Beby.

"Bener 'kan apa yang Kakak bilang tadi di mobil," gumam Mahesa.

Ketiga adiknya itu langsung menoleh melihat Mahesa yang pura-pura cemberut.

"Sumpah, mukanya Kakak jelek banget."

"Kakak enggak cocok kayak gitu. Gak lucu, kalo Inyi yang gitu baru lucu."

"Jijik, Kak!"

Mahesa tertawa mendengar ucapan adik-adiknya itu. Perlahan ia mendekati ketiganya dan memeluk mereka. "Sekolah yang bener, ya! Kalau ada apa-apa cepet hubungi Kakak, untuk hari ini jangan menghubungi Paman Kudo dulu."

Ketiganya mengangguk lalu mencium pipi kanan Mahesa yang dibalas ciuman di dahi mereka, kebiasaan yang dilakukan sejak kecil saat mereka akan berpamitan.

"Pulangnya hati-hati, Kak," ucap Shani sambil mengelus pelan pipi Mahesa setelah kedua adiknya pergi menuju lapangan sekolah.

"Kamu yang semangat, ya." Mahesa mengacak-acak rambut Shani lalu memeluknya lebih erat.

"SHANI BURUAN!" Beby berteriak memanggil Shani karena jaraknya sudah jauh dari tempat kakaknya itu berada.

"SEBENTAR!" jawab Shani dengan berteriak juga.

Shani berlari menuju tempat Viny dan Beby berdiri, namun baru beberapa langkah....

"SHANI!" Mahesa, Viny dan Beby berteriak bersamaan saat melihat Shani terjatuh. Saat ketiganya panik, Shani berdiri dan menunjukkan cengiran lebar lalu menunjuk tali sepatunya yang terlepas dan tidak sengaja terinjak olehnya tadi.

"Kebiasaan!" gumam Mahesa sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

~~~

"Selamat datang di SMA Jaya 48, semoga kalian betah dan dapat menimba ilmu dengan baik di sini. Akhir kata, Wassalamualaikum." Suara riuh tepuk tangan menutup pidato singkat ketua OSIS tempat Shani, Viny dan Beby bersekolah.

"Shani, Viny, Beby!" Seorang gadis terlihat tengah berlari mendekati si kembar tiga.

"Ayu!" jawab ketiganya bersamaan.

Di belakang gadis bernama Ayu itu ada gadis lain yang mengekorinya.

"Kalian sekolah di sini juga?" tanya Ayu yang langsung diangguki oleh ketiganya.

"Eh, bukannya kamu daftar ke SMA negeri, ya?" tanya Shani. Pertanyaan dari temannya itu membuat Ayu sedikit murung.

"Aku gak lolos. Tapi enggak apa-apa, deh. Yang penting sekarang bisa satu sekolah lagi sama kalian!" Ayu tersenyum senang karena bisa satu sekolah lagi dengan teman-teman semasa SMP-nya itu.

"Oh iya, kenalin. Ini teman satu kelompok aku." Ayu memperkenalkan gadis yang sejak tadi mengikutinya itu.

"Shania Gracia, biasa dipanggi Ge." Gracia menjulurkan tangannya yang langsung dibalas oleh ketiga gadis kembar itu.

"Tsuraya Shani Prawira, panggil aja Shani."

"Ratu Aurora Vieny Prawira, biasa dipanggil Viny kalau di sekolah. Kalau di rumah biasa dipanggil Inyi."

"Beby, biasa dipanggil Beby."

Ayu yang mendengar perkenalan itu terkekeh.

"Kenapa?" tanya Gracia penasaran.

"Itu nama singkat mereka, nama asli mereka itu panjang pake banget!"

"Wah, iya?" Gracia memandang ketiga gadis kembar di depannya dengan tatapan penasaran.

Shani, Viny, Beby hanya mengangguk menjawab pertanyaan Gracia.

"Pingin tau, dong!"

"Ayu aja yang kasih tau."

"O--oke." Ayu terlihat sedikit menyesal telah memberitahu Gracia bahwa nama yang baru saja disebutkan si kembar tiga bukan nama lengkap yang sebenarnya.

"Yang rambut panjang, cantik dan terlihat sempurna. Dia yang paling tua, ya meski tua beberapa menit doang, sih. Namanya, Tsuraya Yuki Katya Shani Indira Sundari Prawira. Yang kedua, yang pemalunya enggak ketulungan. Namanya, Ratu Hikari Aurora Vieny Shafa Hapsari Prawira. Yang terakhir, ngomongnya irit, sok cool padahal mah cold. Namanya, Beby Cecilia Yui Anadila Hasya Sarasvati Prawira."

Gracia melongo tidak percaya setelah mendengar nama ketiga gadis kembar yang ada di hadapannya kini.

"I--itu enggak salah?" Shani, Viny dan Beby menggeleng.

"Itu sudah turun menurun. Nama ayah kami juga panjang, kok," jawab Shani.

"Kasihan calon suami kalian nanti." Kelimanya tertawa bersama mendengar penuturan Gracia.

~~~

"Gimana sekolah kalian?" tanya Mahesa.

Kini keempatnya tengah berkumpul di ruang keluarga. Baru saja mereka melaksanakan makan malam. Kegiatan yang sering dilakukan, sesibuk apa pun mereka pasti berkumpul untuk sekedar menanyakan kegiatan hari ini.

Posisi Mahesa berada di tengah-tengah, ia bersandar di bawah sofa. Shani dan Beby bersandar di bahu kanan dan kiri Mahesa. Sementara Viny, bersandar di dada bidang kakaknya itu.

"Seru, Kak. Tadi kita dapet temen baru. Namanya Gracia, dia unik. Suka warna ungu, tasnya ungu, botol minumnya ungu, terus ...." Viny yang berceloteh terlihat berpikir, "Kayanya kalau boleh pake sepatu bebas, dia juga bakal pake sepatu warna ungu," ucap Viny antusias membicarakan teman barunya itu.

"Segitu cintanya dia sama warna ungu?"

Viny lagi-lagi terlihat berpikir, "Kayaknya iya sih, Kak."

"Kalian gimana?" tanya Mahesa sambil mengelus rambut Shani dan Beby.

"Udah diceritain Viny," jawab Beby, Shani mengangguk mengiyakan ucapan adik bungsunya itu.

"Gak ada yang lainnya gitu?"

"Enggak, Kak."

"Biasa aja."

Jawab Shani dan Beby bersamaan.

"Kakak, Inyi ngantuk." Viny mengucek-ngucek matanya setelah menguap lebar.

"Tidur, bukan curhat," ucap Beby yang sebal melihat tingkah manja kakaknya yang tidak hilang-hilang sejak kecil.

"Beby, gak boleh gitu." Shani mencoba menengahi sebelum terjadi perdebatan panjang yang membuatnya pusing.

"Sebentar, kakak ada satu pertanyaan lagi buat kalian."

"Apa, Kak?" Ketiganya kompak menoleh, melepaskan posisi nyaman berada di sandaran Mahesa.

"Apa ada cowok yang kelihatannya menarik gitu di mata kalian. Mungkin aja kalian jatuh cinta pada pandangan pertama."

"Enggak!" Ketiganya lagi-lagi kompak menjawab pertanyaan Mahesa. Mata mereka mendelik kesal karena sejak mereka lulus SMP kakaknya itu menanyakan hal yang sama setiap malam.

"Kalau cowok yang buat aku nyaman. Ada, Kak," ucap Shani sambil mengusap-usap dagunya.

"Aku juga," sambung Viny

"Sama," ucap Beby juga.

"Siapa?" Mahesa penasaran, siapa laki-laki yang membuat mereka sangat nyaman.

"KAKAK!" Shani, Viny, dan Beby sontak tertawa melihat perubahan ekspresi kakak mereka yang awalnya penasaran menjadi ekspresi kesal yang dibuat-buat.

"Diam kalian anak kecil!"

"Ah, takut." Beby memasang ekspresi takut yang dibuat-buat.

"Ahahaha ... ampun, Kak. Geli, ampun. Ahahaha." Mahesa menggelitik Beby yang sejak tadi membuatnya gemas. Gadis berambut pendek itu benar-benar membuat Mahesa gemas. "Kalia ... ahahaha. Bantuin gu .... ahahaha. Kakak uda ... ahahaha"

Viny dan Shani malah tertawa melihat adik bungsu mereka diserang habis-habisan oleh Mahesa. Mereka tidak memisahkan atau menolong Beby yang terlihat sudah mulai kelelahan karena terus menerus dikelikitik oleh kakaknya itu.

"Udahan, ah. Kasian. Udah nangis Bebynya." Mahesa tertawa puas melihat wajah Beby yang sudah merah seperti tomat.

Sementara Beby tengah mengatur napasnya yang terengah-engah. Ia sedikit menyesal karena sudah membuat kakaknya itu gemas.

"Kak, Kakak masih ingat 'kan dengan janji Kakak?" tanya Shani yang kini terlihat serius.

Mahesa mengangguk, "Sebelum Kakak melihat ada cowok baik yang bisa mendampingi kalian. Selama itu pula Kakak akan tetap sendiri."

"Terima kasih, Kak. Maaf kalau kami egois, tapi kami takut kehilangan waktu Kakak untuk kami." Beby yang sudah merasa baikan mendekat lalu memeluk erat Mahesa lalu diikuti oleh kedua kembarannya.

"Sudah malam, sekarang waktunya kalian tidur. Besok masih MPLS, kan?" Ketiganya mengangguk lalu naik ke lantai dua tempat kamar mereka berada, sementara Mahesa mengikuti mereka dari belakang.

"Selamat tidur, bidadari-bidadari cantik." Mahesa bergantian mengecup pipi dan dahi ketiga adik kembarnya itu. Lalu mematikan saklar lampu sebelum meninggalkan kamar mereka.

Mahesa menoleh sedikit, sebelum benar-benar meninggalkan kamar itu. Viny sudah terlelap dengan memeluk boneka beruang kesayangannya. Shani yang baru saja akan memejamkan matanya menatap Mahesa lalu tersenyum manis. Sementara Beby, ia sedang menatap langit-langit kamar, menanti rasa kantuk datang menghampirinya.

Setelah Mahesa menutup pintu, Beby bangkit dari kasurnya berpindah ke tempat Shani tidur.

"Shan, malem ini gue tidur di sini, ya." Shani menoleh lalu mengangguk.

"Lo ngerasa, enggak. Kalau kita terlalu egois sama Kakak?"

"Egois?"

"Ya, kita ngelarang dia buat pacaran."

"Kakak yang berjanji duluan, By. Kalau pun nanti Kakak memiliki seseorang yang membuatnya bahagia. Aku akan mendukung."

"Tapi gue enggak rela."

"Kita lihat aja nanti kedepannya, aku percaya sama Kakak. Kamu juga, ya." Beby mengangguk, sebelum benar-benar tidur, Beby memeluk erat kembarannya itu.

~~~

BANDUNG, JUNE 2019
DITEMANI LAGU-LAGU GALAU


R.
#MONTAKSPARADE

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top