PART 2
Sudah hampir satu tahun lebih Mahesa tinggal di bersama keluarga Prawira, anak itu kini tumbuh menjadi anak yang pintar, tampan dan kuat. Meski Prawira memanjakannya dengan harta yang ia miliki, tetap saja pria itu selalu tegas pada Mahesa jika anak itu sudah melakukan kesalahan.
"Assalamualaikum, Mahesa pulang!" Mahesa berteriak kencang dari depan rumahnya. Anak itu baru saja pulang dari sekolah.
Ia pulang dijemput oleh Kudo, karena sang ayah sedang mengantar Yumi ke dokter. Sejak pagi, Yumi merasakan tubuhnya lemas, mual dan muntah-muntah.
"Mahesa, ingat kata Ayahmu. Jangan berteriak di dalam rumah," tegur Kudo yang langsung dijawab cengiran lebar oleh Mahesa.
"Selamat datang, Mahesa," ucap wanita paruh baya asisten rumah tangga keluarga Prawira.
"Bunda masih sakit?" tanya Mahesa kepada wanita paruh baya itu.
"Bunda enggak sakit Mahesa." Bukan wanita paruh baya itu yang menjawab, tetapi Prawira yang baru saja datang bersama dengan Yumi.
"Terus, Bunda kenapa?"
"Mahesa mau punya adik?" tanya Yumi sambil mengusap lembut pipi Mahesa. Mata anak kecil itu berbinar, tanpa ragu ia langsung mengangguk dan tersenyum bahagia.
"Kalau gitu, selamat, ya! Sebentar lagi Mahesa jadi Kakak," ucap Prawira sambil mengusap lembut puncak kepala Mahesa. Anak kecil itu sontak berjingkrak-jingkrak ia sangat senang dengan apa yang baru saja ia dengar dari mulut ayahnya.
Keajaiban terjadi pada keluarga Prawira. Setelah keguguran untuk yang ke dua kalinya, Yumi sempat dinyatakan tidak bisa hamil lagi dan membuat wanita itu sedih berkepanjangan. Meski berkali-kali Prawira meyakinkan istrinya, bahwa suatu saat nanti ia bisa memiliki keturunan.
Karena tidak tega melihat istrinya yang terus murung, akhirnya Prawira memutuskan untuk mengadopsi anak, dan akhirnya mereka menemukan Mahesa. Kehidupan mereka sangat bahagia dengan kehadiran Mahesa, dan sekarang kebahagiaan mereka bertambah dengan hadirnya janin yang tinggal di rahim Yumi.
Semenjak Prawira mengetahui istrinya hamil, ia jadi lebih protektif. Pria itu tidak ingin kejadian yang pernah dialami oleh Yumi terjadi lagi, dan membuat istrinya itu kembali murung.
"Sayang, biarin Bi Tami yang beresin kamar," ucap Prawira saat melihat istrinya membereskan sprei kamar yang acak-acakan.
"Enggak, aku bosen diem terus. Semenjak hamil kamu terlalu protektif sama aku, Darl," keluh Yumi sambil terus membereskan kasur tempat ia dan suaminya tidur.
Prawira hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Yumi sangat keras kepala, meski sudah berkali-kali diperingati dan diberitahu tetap saja ia masih melakukan kegiatan-kegiatan yang berat. Alasannya sama, Yumi merasa bosan jika hanya berdiam diri di dalam rumah.
~~~
Selama kehamilan, Yumi hampir tidak pernah mengalami yang namanya ngidam. Malah sebaliknya, Prawira lah yang selalu meminta hal yang aneh-aneh pada dan membuat Yumi tidak habis pikir.
"Yang hamil itu, aku atau kamu, sih?" ucap Yumi setelah mendengarkan Prawira yang baru saja menghubungi Kudo. Orang kepercayaannya yang paling setia itu diminta membelikan tahu susu Lembang langsung dari pabriknya, padahal waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam.
Prawira hanya terkekeh mendengar ucapan Yumi yang masih menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan suaminya yang aneh. Untung saja di rumahnya itu banyak orang yang bisa dimintai tolong. Jika tidak, mungkin suaminya itu akan mencari sendiri dan membuat Yumi khawatir.
"Eh, Mahesa udah tidur?" tanya Prawira saat sedang duduk di ruang tamu, menanti kedatangan Kudo.
"Ini udah jam berapa, Darl? Masa weh atuh Mahesa masih bangun jam segini." Prawira melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya lalu nyengir lebar sambil menatap istrinya. Yumi membalas tatapan itu dengan memasang ekspresi sebal pada suaminya itu.
"Kamu enggak mau tau jenis kelamin anak kita?" tanya Prawira lagi sambil mengelus perut Yumi yang mulai terlihat membuncit.
Yumi menggeleng, "Biar nanti jadi kejutan. Aku pingin anak pertama kita ini menjadi kado yang luar biasa."
"Tapi kok aku curiga, ya. Kayaknya anak kita lebih dari satu." Prawira mengusap-usap dagunya.
"Iya 'kan. Ada Mahesa sama janin yang ada di kandunganku. Jadi anak kita ada dua."
"Bukan itu maksud aku. Jadi, kayaknya anak yang ada di kandungan kamu itu kembar."
Yumi mengedigkan bahunya, "Apa pun, berapa pun dan bagaimana pun yang dikasih Tuhan sama kita, aku pasti bersyukur dan menerimanya. Jika Tuhan memberikan lebih dari satu anak untuk kita, aku bersyukur. Berarti Tuhan sangat baik, menggantikan kakak-kakak mereka yang tidak pernah terlahir ke dunia dengan calon anak-anak yang nantinya akan menjadi kebanggaan keluarga Prawira." Prawira mengecup perut Yumi, dalam hatinya ia sangat bersyukur melihat istrinya yang kini sudah kembali menjadi Yumi yang pertama kali ia temui. Dewasa, tegar, manis, ceria dan tentunya cantik.
Obrolan mereka terus berlanjut hingga Kudo kembali dari Lembang setelah membeli tahu susu langsung dari pabriknya.
~~~
Waktu berlalu sangat cepat, tidak terasa kehamilan Yumi sudah menginjak bulan ke tujuh. Suasana di kediaman keluarga Prawira terlihat sangat sibuk dengan segala persiapan untuk melaksanakan acara syukuran tujuh bulanan.
Yumi yang seharusnya hanya menunggu dan bersiap malah ikut menyibukkan diri dengan membantu para asisten rumah tangganya yang tengah berkutat dengan makanan yang akan disajikan untuk para tamu.
"Nyonya sebaiknya istirahat saja," ucap Bi Tami kepala asisten rumah tangga keluarga Prawira.
Namun lagi-lagi Yumi mengeleng sambil menyulam senyuman manisnya. "Eggak, Bi. Ini 'kan acara saya, jadi saya juga harus membantu."
"Tap--"
"Enggak, Bi. Tenang aja, ya. Saya kuat, kok. Saya enggak mau terlalu dimanja," sela Yumi saat Bi Tami akan mengeluarkan ucapannya lagi. Wanita paruh baya itu menyerah memberitahu majikannya yang keras kepala itu dan akhirnya membiarkannya membantu ia dan pekerja lainnya.
Sementara di dalam ruang kerjanya, Prawira tengah berkutat dengan buku catatan yang berisi nama-nama yang akan diberikan pada anaknya nanti. Entah mengapa, ia sangat ingin sesegera mungkin membuatkan nama untuk calon anaknya.
"Hm, ini bagus. Ini juga. Duh, jadi pusing si saya," gumam Prawira. Tangannya masih sibuk mencorat-coret catatan yang ada di depannya itu. "Yaudah, deh. Siapin tiga nama cewek sama dua nama cowok aja. Nanti tinggal milih, sesuai sama anaknya nanti gimana."
Prawira membereskan catatannya dan memasukannya kembali ke dalam laci meja kerjanya. Pria itu belum beranjak dari posisi duduknya. Perlahan senyumnya mengembang, membayangkan Mahesa memiliki teman bermain, dan rumah besarnya ini akan semakin ramai dengan kehadiran Mahesa dan adiknya nanti.
"Tuan, anda sudah ditunggu di ruang depan," panggil Kudo membuyarkan lamunan Prawira.
Prawira bangkit dari duduknya. Namun baru saja akan berdiri tegak, dadanya terasa nyeri, meski hanya sebentar, ia merasa sakit yang luar biasa.
"Tuan, anda tidak apa-apa?" Kudo yang panik menghampiri Prawira dengan tergesa-gesa.
"Enggak apa-apa, ini kayanya cuman masuk angin. Sudah biasa, kok." Ucapan Prawira tidak sepenuhnya bohong. Akhir-akhir ini ia memang sering merasakan nyeri di dadanya, tapi setelah dikerok ia merasa baikan lagi, tapi untuk yang baru saja ia alami tadi, rasanya lebih menyakitkan dari yang pernah ia alami sebelum-sebelumnya.
Kudo mengangguk pelan, meski pria itu sebenarnya khawatir dengan apa yang baru saja ia lihat. Namun segera mungkin ia menghapus pikiran-pikiran jeleknya dan berusaha berpikir positif. Ia menganggap ucapan Prawira benar adanya. Karena tuannya itu yang merasakannya sendiri, bukan dirinya.
~~~
Acara tujuh bulanan kehamilan Yumi berjalan khidmat dan lancar. Para tamu memberikan ucapan selamat dan mendoakan semoga Yumi sehat selalu dalam masa kehamilan dan lancar saat menjalani proses kelahirannya nanti.
"Pra, lo udah tau jenis kelamin anak lo nanti?" tanya salah satu sahabat Prawira.
"Enggak tau gue, Dar. Istri gue enggak mau USG, katanya biar jadi kejutan untuk kita nantinya." Pria yang dipanggil Dar oleh Prawira itu mengangguk-anggukan kepalanya.
"Oh, iya gue lupa ngasih tau lo."
"Apaan?"
"Bulan depan kita futsal bareng, sekalian reunian, lah."
Dengan semangat Prawira mengangguk dan berjanji akan menghadiri acara tersebut. Sudah lama sekali ia tidak bermain futsal, semenjak lulus SMA ia sama sekali belum pernah menginjakkan kakinya lagi di lapangan berukuran 42x25 meter itu. "Kuy, lah. Udah lama enggak ngesang, nih!"
"Bukannya tiap malam juga ngesang?" ujar sahabat Prawira itu sambil menaik turunkan alisnya.
"Eh, itu mah beda lagi atuh." Prawira terkekeh.
Obrolan kedua sahabat yang sudah lama tidak bertemu itu berlangsung sangat lama, hingga semua para tamu undangan pulang meninggalkan kediaman Prawira.
"Gue pulang, ya." Sahabat Prawira itu pamit karena langit sudah berubah menjadi gelap. Tidak terasa, karena ia sangat menikmati obrolannya dengan Prawira meski kadang yang mereka bicarakan lebih banyak unfaedah-nya.
"Iya, hati-hati. Kalo ada apa-apa panggil nama gue tiga kali."
"Ngapain?"
"Ya gak apa-apa."
"Dih! Ya udah gue pulang." Prawira dan sahabatnya bertos hingga Yumi yang baru saja berganti pakaian datang menghampiri mereka yang masih berada di dekat mobil sahabat suaminya itu.
"Eh, nyonya Yumi. Sehat-sehat sampai lahiran, ya." Yumi mengangguk lalu tersenyum sangat manis sehingga membuat sahabat suaminya itu terpana.
Plak!
Dengan sengaja Prawira menepuk jidat sahabatnya yang jenong. "Makanya, buruan nyari istri, Dharma!"
"Belom ada jodohnya, nih. Bantu cariin dong, Pra!"
~~~
Catatan Kaki : Ngesang = Berkeringat
DI MALAM YANG ENGGAK GELAP-GELAP AMAT.
BANDUNG, JUNE 2019
R.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top