Part 15

Hari berganti minggu. Minggu berganti bulan. Bulan berganti tahun. Sudah tiga tahun lebih Mahesa pergi meninggalkan rumah. Hari-hari yang dilalui si kembar memang berat tanpa kehadiran Mahesa, meski ada Kudo, Bi Tami dan Maulana yang sering membantu mereka.

Ketiga gadis kembar itu sudah menjadi mahasiswi. Perusahaan yang awalnya akan diserahkan pada Mahesa akhirnya harus kembali dipegang Kudo hingga salah satu diantara Shani, Viny dan Beby siap menjadi pemimpin perusahaan atau jika Mahesa sudah kembali dari pengelanaannya.

"Vin, itu Abang kesayangan lo udah nungguin di depan!" Beby berteriak dari lantai satu saat mendengar suara deru mobil Maulana memasuki pekarangan rumah mereka.

"Sebentar!" Dengan tergesa-gesa Viny turun dari lantai dua menuju ruang tamu.

Tiga tahun berlalu, Beby sudah meminta maaf pada Shani dan Viny, akibat keegoisannya mereka harus terpecah dan menyebabkan Mahesa pergi meninggalkan mereka. Dengan berbesar hati Viny dan Shani memaafkan adik bungsunya itu. Dan karena ucapan dari Yona juga yang membuat mereka akhirnya bisa akur kembali. Meski kadang-kadang mereka masih sering berdebat, marahan, dan berantem kecil, itu hal wajar untuk hubungan adik-kakak.

"Mau ke mana, Vin?" tanya Shani saat melihat Viny dengan tergesa-gesa menuruni tangga.

"Mau pacaran dia, Shan!" jawab Beby setengah berteriak karena posisinya cukup jauh dengan Shani.

"Dasar, DPDL." Shani terkekeh setelah mengucapkan kalimat itu.

"DPDL apaan, Teh?"

"Dipoyok dilebok!" Shani tertawa keras begitu juga Beby yang mendengarkan ejekan dari kakak kembar tertuanya kepada Viny.

"Kalian masih aja ngeselin!" Viny mengerucutkan bibirnya.

"Udah sana, kasian Bang Maul nungguin. Nanti jadi gosong kepanasan nungguin kamu, Vin."

"Awas ya kalian. Pulang-pulang gak akan aku bawain oleh-oleh!" ancam Viny kepada dua kembarannya. Bukannya takut, mereka malah tertawa mendengar ancaman Viny.

Selama Mahesa pergi, Maulana menjadi orang yang benar-benar menjaga dan memperhatikan Viny. Meski awalnya Viny selalu menolak bantuan Maulana bahkan pernah beberapa kali mengusirnya, tapi pada akhirnya Viny luluh dan menerima kehadiran Maulana. Dan tepat pada hari kelulusan SMA, Maulana menyatakan cintanya, tanpa berpikir panjang Viny langsung menerima sahabat dari kakaknya itu untuk menjadi kekasih.

"Kak, kita mau ke mana?" tanya Viny yang sedari tadi penasaran ke mana Maulana membawanya.

"Liat aja nanti. Bakal jadi kejutan buat kamu."

Setelah melalui jalanan yang cukup padat. Maulana memarkirkan mobilnya di depan sebuah areal pemakaman. Maulana menggandeng erat tangan Viny dan membawanya ke tempat di mana kedua orangtua Viny dimakamkan.

Saat tiba di depan dua makam yang berdampingan, Maulana dan Viny merasa heran karena ada bunga yang masih segar bertaburan serta dua buket mawar yang tersimpan rapi di atas kedua makam tersebut. Bukan hanya itu, kedua makam itu terlihat masih basah.

"Siapa yang baru aja ke sini, ya?" tanya Viny penasaran. Maulana hanya mengedikkan bahu menjawab pertanyaan Viny.

Viny berjongkok di hadapan makam kedua orangtuanya, ia memanjatkan doa begitu juga dengan Maulana yang setia berada di samping Viny.

"Om, Tante. Ada yang mau Maul sampaikan di hadapan Om dan Tante." Maulana menarik napas panjang sebelum melanjutkan ucapannya. "Ijinkan Maul menjaga Viny seumur hidup Maul. Mulai hari ini, esok, lusa dan selamanya."

Maulana menghadap ke arah Viny yang mulai meneteskan air matanya. Ia terkejut dengan pernyataan Maulana yang baru saja terucap dari mulut pria yang ia sayangi setelah Mahesa.

Maulana merogoh saku celananya lalu mengeluarkan sebuah kotak beludru berwarna biru. "Izinkan aku memilikimu seutuhnya, dan selama-lamanya. Aku berjanji akan selalu ada untukmu, melindungi dan menyayangimu sepenuh hati."

Viny terdiam mendengar setiap kata yang diucapkan Maulana. Derai air mata haru yang masih mengalir manis di pipinya.

"Ratu Hikari Aurora Vieny Shafa Hapsari Prawira, maukah kamu menjadi pendampingku. Menjadi orang pertama saat aku membuka mata, dan menemaniku di setiap malam-malamku." Maulana menarik tangan kanan Viny dan menggenggamnya dengan erat.

Perlahan Viny menghapus air matanya lalu cemberut sambil menatap ke arah Maulana.

"Enggak romantis banget, sih. Kakak ngelamarnya di makam, gak suka aku," ucap Viny pura-pura cemberut. Padahal hatinya sangat bahagia, karena pria yang sudah merebut hatinya sudah berani melamarnya di hadapan kedua orangtua Viny.

"Maaf, ya Sayang. Aku enggak bisa romantis orangnya." Maulana terkekeh, "Jadi gimana jawabannya?"

Viny mengangguk mantap menjawab lamaran Maulana. Gadis itu merasa sangat bahagia lalu memeluk kekasihnya itu sambil membisikkan ucapan terima kasih.

Maulana tersenyum manis lalu bangkit dari posisinya, ia mengulurkan tangannya mengajak Viny untuk ikut berdiri dan segera meninggalkan areal pemakaman, karena hari sudah siang. Viny menerima uluran tangan Maulana lalu bangkit dari posisinya. Sebelum pergi meninggalkan makam kedua orangtuanya, Viny mendekati nisan kedua orangtuanya. Gadis itu mengecup kedua nisan itu sambil memejamkan matanya.

~~~

Beberapa menit sebelum kedatangan Viny dan Maulana di areal pemakaman itu. Seorang pria dengan setelan jas berjalan gagah mendekati makam Prawira dan Yumi. Di tangannya sudah ada dua buket bunga mawar serta kembang tujuh rupa yang biasa ditaburkan di atas makam.

Pria itu bersimpuh tepat di dekat nisan kedua orang yang sangat berjasa di hidupnya hingga ia bisa menjadi orang hebat seperti hari ini.

"Ayah, Bunda. Mahesa pulang," ucap Mahesa. Ia baru saja datang dari Jepang setelah mengunjungi kerabat Yumi dan membantu perusahaan milik saudara ibunya itu yang sedang kolaps.

Tiga tahun sudah ia membantu dan akhirnya perusahaan itu kembali bangkit. Kinerja Mahesa sangatlah bagus, bahkan ia diminta untuk menjadi pimpinan di sana. Namun dengan tegas Mahesa menolak permintaan kerabat ibunya itu.

Hubungan Mahesa dan Ambarwati juga berjalan sangat baik, bahkan gadis itu yang membantunya menjadi penerjemah saat pertama kali menginjakkan kaki di negara tempat kelahiran sang Bunda.

"Maaf, Mahesa tidak bisa menepati janji Mahesa untuk menjaga adik-adik. Mahesa malah pergi dari masalah ini dan bukan menyelesaikannya. Maafin Mahesa." Mahesa akhirnya menitikan air matanya padahal sejak tadi sekuat tenaga ia menahan air mata itu agar tidak menetes.

"Ayah, Bunda. Maaf tidak bisa berlama-lama lagi di sini. Mahesa harus bertemu Om Kudo untuk melanjutkan urusan pemindahan perusahaan Ayah ke Mahesa. Mahesa akan berjuang sekuat tenaga agar perusahaan Ayah semakin berkembang, karena ini semua juga untuk adik-adik."

Sebelum Mahesa bangkit dari tempatnya, ia menyempatkan mengecup lembut nisan kedua orangtua angkatnya itu lalu membelainya sambil memanjatkan doa terakhir.

~~~

"Beby!" terdengar suara seorang pemuda memanggil Beby dari luar rumahnya.

Bi Tami yang mendengar panggilan itu membuka pintu dan mengintip dari balik pintu rumah.

"Beby, itu Junio di depan!" Bi Tami memanggil Beby yang masih asyik menonton televisi.

"Ck, ngapain, sih!" Beby berdecak sebal karena merasa terganggu. Gadis itu sedang asyik menonton tayangan ulang pertandingan sepak bola tim kesayangannya yang semalam tidak sempat ia saksikan karena tertidur.

Junio sedang memainkan ponselnya sambil menunggu kedatangan Beby. Saat baru saja ia akan menyimpan ponselnya di saku, sebuah tutup botol dengan telak mengenai kepalanya dan membuat ia meringis.

"Anarkis banget lo, Beb!" ucap Junio kesal karena kedatangannya disambut oleh lemparan tutup botol.

"Lebay amat, dilempar sama tutup botol aja kaya dilempar batu sekilo!" Junio nyegir lebar mendengar ucapan Beby.

"Ngapain lo ke sini?" tanya Beby.

"Temenin nonton basket, kuy!" ajak Junio kepada Beby. Gadis itu terlihat berpikir sebentar sebelum akhirnya mengangguk setuju. Beby sebenarnya merasa bosan di rumah karena seharian ini tidak ada kegiatan yang bisa ia lakukan.

Beby kembali masuk ke dalam rumah untuk mengganti pakaiannya. Tidak berapa lama kemudian, gadis berambut pendek itu kembali dengan kaos hitam bergambar Mickey Mouse dipadu dengan jaket denim sebagai luarannya.

~~~

Shani terlihat kesal karena ditinggal sendirian di rumah oleh kedua adiknya ditambah Bi Tami sedang pergi ke pasar swalayan untuk belanja bulanan.

"Ck, kenapa pada pergi sih." Shani berdecak kesal. Kakinya melangkah menuju taman belakang, di tangannya Shani membawa novel yang baru saja ia ambil dari perpustakaan kecil di rumahnya untuk menemaninya membunuh rasa bosan.

Shani duduk di ayunan yang sudah lama sekali tidak ia dan adik-adiknya gunakan. Setelah Mahesa pergi, taman belakang sudah jarang sekali mereka kunjungi, karena setiap kali mereka berada di sana, bayangan kehadiran Mahesa selalu saja membuat mereka merasa sakit, merasa sedih dan merasa bersalah.

"Enggak enak banget jadi jomblo," gumam Shani sebelum membuka novel yang ia bawa.

Shani sama sekali tidak fokus membaca, berkali-kali bayangan Mahesa tengah bermain bersama mereka saat kecil tergambar jelas di matanya. Ibaratkan sebuah video yang diputar, bayangan itu terpampang jelas di hadapannya.

"Inyi, ayo kejar Tetehnya!" Viny kecil tengah berlari mengejar Shani sambil tertawa lepas.

"Eby bantu Inyi." Beby kecil merentangkan kedua tangannya mengkuti arah lari Shani.

"Kakak, tolongin Teteh!" Shani kecil berseru pada Mahesa yang tertawa melihat ketiga adiknya.

Perlahan air mata mengalir pelan dari pelupuk mata Shani menuju pipinya yang lembut. Melihat bayangan masa kecil mereka yang sangat bahagia, seperti tidak mengenal rasa sakit maupun lelah saat bermain.

"Teteh jangan nangis!" ucapan Mahesa terdengar nyata di telinga Shani.

"Kakak," gumam Shani dengan nada lirih. Air matanya mengalir semakin deras. Gadis itu menunduk sambil menangkupkan kedua tangan di wajah cantiknya.

"Kakak di sini Shani. Jangan nangis lagi." Shani merasakan ada pelukan yang hangat dari belakang tubuhnya.

Shani mendongak lalu menoleh ke belakang, ia terkejut saat mendapati Mahesa tengah memeluknya erat. Penampilan kakaknya itu kini terlihat sangat berbeda dengan setelan jas dipadu dengan kemeja biru muda dan dasi berwarna merah marun yang terpasang di lehernya.

"Kakak pulang," ucap Mahesa sambil menyunggingkan senyum termanisnya.

"Kakak!" Shani berseru sambil membalikan badan lalu membalas pelukan Mahesa dengan sangat erat.

Tiga tahun, penantian yang cukup lama bagi Shani untuk bertemu dengan kakaknya lagi. Dan selama tiga tahun itu pula, ia masih belum bisa menghilangkan Mahesa di hatinya. Rasa rindu bukan membuat cintanya hilang ditelan waktu, tapi rasa rindu malah memupuk cintanya menjadi bertumbuh semakin besar.

~~~

Catatan Kaki
Dipoyok dilebok : Dihina tapi diembat juga.

Bandung, July 2019
#TerimaKasihViny
#K3Banggaan


R.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top