Part 13

Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Akhirnya Mahesa menemukan Shani yang tengah duduk sendirian di depan gerbang sekolahnya yang tertutup rapat. Kondisi Shani sangat kacau, matanya sembab rambutnya berantakan.

Shani tetap diam meski ia merasakan ada orang yang mendekatinya. Perlahan gadis itu mendongakkan kepalanya melihat Mahesa dengan raut wajah lelah dan khawatir berdiri tepat di hadapannya.

"Kamu ngapain di sini, Teh?" tanya Mahesa dengan nada frustrasi. Hatinya sedikit lega karena sudah menemukan adiknya itu. Shani hanya diam tidak menjawab pertanyaan Mahesa.

Karena sudah terlalu larut, Mahesa menarik paksa lengan Shani agar bangun dari posisinya. Gadis itu hanya pasrah dan mengikuti Mahesa menuju motornya yang terparkir tidak jauh dari tempat mereka. Sepanjang perjalanan Shani hanya diam. Deru angin dan suara mesin motor yang menemani perjalanan mereka. Sesekali Mahesa harus berhenti karena tertahan lampu merah dan di saat itulah Mahesa melirik ke arah Shani melalui kaca spion.

Lima belas menit kemudian, Mahesa dan Shani tiba di rumah. Gadis itu langsung turun dari motor lalu meninggalkan Mahesa yang masih merapikan helm yang tadi ia dan Shani pakai.

Sesampainya di kamar, Shani menoleh ke arah dua kasur yang berdampingan. Viny mendongak saat mendengar pintu kamar dibuka dan mendapati Shani yang baru saja datang. Sementara Beby, masih tetap pada posisinya menatap langit-langit kamar.

Shani langsung saja naik ke kasurnya, membanting kasar tubuhnya yang lelah. Ia malas melakukan apapun, termasuk membersihkan diri, bahkan mengganti pakaiannya pun tidak.

Viny yang melihat kakak kembarnya seperti itu hendak memberitahunya. Namun, saat melihat kondisi wajah Shani yang terlihat lelah dan penuh dengan sisa-sisa air mata membuat gadis itu mengurungkan niatnya.

Beberapa saat kemudian, Mahesa datang memasuki kamar si kembar. Viny menoleh sejenak hatinya ingin sekali menghambur ke pelukan Mahesa dan memberikan ketenangan juga kehangatan untuk kakaknya itu. Namun, keadaannya sedang tidak baik. Suasana di kamarnya ini terasa dingin.

"Ada yang akan Kakak bicarakan sama kalian."

Beby yang sejak tadi menatap langit-langit kamar kini merubah posisinya menjadi bersandar di tembok sambil memeluk selimutnya yang digulung. Viny memperhatikan dengan seksama raut wajah Mahesa yang tidak jauh berbeda dengan Shani. Sementara Shani, ia sedang mencoba berpura-pura tertidur.

"Teteh, Kakak tau kamu belum tidur. Kakak minta waktunya sebentar saja." Mahesa memohon pada Shani agar memperhatikannya. Mau tidak mau akhirnya Shani bangkit dari tidurnya dan bersandar pada tembok.

Shani menatap lurus ke arah pintu, sebisa mungkin gadis itu tidak menatap kakaknya yang duduk di depan meja rias.

"Sebelumnya, Kakak mau minta maaf sama kalian. Karena dengan kejadian ini, kalian malah saling tidak memperdulikan. Kakak tau, Kakak salah memiliki perasaan lebih pada salah satu dari kalian. Tapi yang namanya hati, siapa yang tau, dia memilih kadang tanpa kita kehendaki." Mahesa menatap mereka satu per satu. Ia sudah mantap dengan pilihannya meski tahu resikonya yang ia dan adik-adiknya terima sangat berat.

"By, Kakak akhirnya tau bagaimana caranya menghilangkan perasaan Kakak pada Shani." Tubuh Shani mendadak tegang ia benar-benar takt kehilangan Mahesa. Air mata Viny mulai mengalir, firasatnya tidak enak. Sementara Beby mencoba tenang, padahal hatinya pun sama tidak tenang seperti kedua kakaknya.

"Mulai besok, Kakak akan meninggalkan rumah ini. Bagi Kakak itu satu-satunya cara agar Kakak bisa menghilangkan perasaan pada Shani, begitu pun juga Shani. Semoga bisa melupakan perasaan pada Kakak." Mahesa menarik napas berat sebelum melanjutkan ucapannya. "Dan, Kakak berharap setelah kepergian Kakak nanti, kalian akan menjadi lebih dewasa."

Shani, Viny, dan Beby melotot tidak percaya dengan apa yang baru saja diucapkan Mahesa.

"Kenapa harus pergi dari rumah, Kak?" tanya Viny sambil terisak.

"Maaf, Kakak harap kalian bisa saling menguatkan. Kakak pamit." Mahesa pergi meninggalkan kamar mereka.

Viny menangis semakin kencang, Beby dan Shani terdiam, mereka berdua terlalu shock dengan apa yang baru saja disampaikan oleh Mahesa.

"INI SALAH KALIAN!" tiba-tiba Viny berteriak disela tangisannya. "Beby! Kalau aja kamu enggak egois, mungkin sekarang dia udah punya pacar dan enggak akan sampai mencintai Shani. Dan, kamu Shani. Kenapa harus jatuh cinta sama Kakak!" Viny menatap tajam kedua saudara kembarnya lalu bangkit meninggalkan kamar. Gadis itu hendak menghampiri Mahesa di kamarnya.

Namun belum sampai di depan kamar Mahesa, Viny mendengar suara Bi Tami tengah berbicara pada kakaknya itu.

"Ayolah, Kak. Setidaknya besok pagi kamu pergi. Ini sudah terlalu larut, kamu pergi pakai apa, sama siapa dan bakalan ke mana?" bujuk Bi Tami agar Mahesa mengurungkan niatnya untuk pergi dari rumah tempat ia dibesarkan.

"Mahesa sudah mempersiapkan semuanya, Bi. Sudah dari lama, karena Mahesa tau pada akhirnya Mahesa harus pergi dari rumah ini."

"Kenapa enggak bawa kendaraan yang ada di sini aja kalau gitu?"

"Itu semua fasilitas dari Ayah buat adik-adik Mahesa, Bi. Mahesa enggak berhak." Bi Tami sudah tidak tahu harus dengan cara apa membujuk Mahesa.

Beberapa saat kemudian suara klakson mobil terdengar nyaring.

"Mahesa pamit, Bi. Sampaikan permintaan maaf Mahesa untuk adik-adik." Mahesa mencium punggung tangan Bi Tami lalu memeluk wanita paruh baya yang sudah merawat ia dan adik-adiknya dari mereka kecil.

Viny tidak bisa bergerak di tempatnya, ia hanya bisa melihat punggung kakaknya berjalan ke luar rumah dengan membawa satu koper besar.

~~~

Pagi hari, Viny terbangun dengan suasana hati yang tidak enak. Biasanya gadis itu akan bangun paling terakhir diantara kembarannya yang lain. Tapi pagi ini, entah mengapa gadis itu menjadi yang paling rajin, padahal semalam Viny baru bisa tidur satu jam setelah Mahesa pergi.

Viny bangun dari kasur king size yang berada di bekas kamar kedua orangtuanya. Setelah merasakan kantuk, gadis itu enggan masuk ke dalam kamarnya dan memilih untuk melangkah menuju kamar orangtuanya. Ia masih marah pada Beby dan tidak sanggup melihat kesedihan Shani.

Viny bangkit dari tidurnya, namun baru saja turun dari kasur kepalanya terasa berputar, tubuhnya mendadak ambruk.

"Aduh!" Viny meringis merasakan pusing di kepalanya.

"Shani!" teriakan Beby dari kamar si kembar terdengar hingga kamar orangtua mereka yang ditiduri oleh Viny. Viny mencoba bangkit meski kepalanya masih merasakan pusing. Ia khawatir pada kakak kembarnya setelah mendengar teriakan Beby.

Bi Tami yang juga mendengar teriakan Beby hendak menghampiri kamar si kembar. Namun baru saja ia akan menaiki tangga, wanita paruh baya itu melihat Viny yang berjalan sempoyongan.

"Viny kenapa?" tanya Bi Tami saat melihat keadaan Viny.

"Pusing, Bi." Bi Tami langsung memeriksa dahi Viny dengan punggung tangannya. Namun melihat rona wajah dan panas tubuh Viny yang normal ia merasa ada yang aneh.

"Bukan Viny yang sakit," ucap Viny saat melihat ekspresi heran dari Bi Tami.

Akhirnya dengan bantuan Bi Tami, Viny berjalan menuju kamarnya.

"Shani kenapa?" tanya Bi Tami setibanya di kamar si kembar.

Keadaan Beby hampir sama seperti Viny, gadis berambut pendek itu mengalami pusing yang teramat sangat. Sesekali Beby meringis sambil memegang kepalanya yang terasa berputar.

"Shani dari tadi ngigau terus. Pas aku cek, badannya panas banget, Bi." Ucapan Beby sontak membuat Bi Tami panik. Ketidak hadiran Mahesa di rumah membuatnya kesusahan.

Bi Tami mencoba memastikan ucapan Beby, benar tubuh Shani terasa panas, badannya menggigil meski sudah diselimuti oleh selimut yang tebal.

"Kakak ... jangan pergi. Shani sayang sama kakak." Shani mengigau dengan lelehan air mata yang mengalir di pipinya.

Beby yang melihat kondisi Shani merasa bersalah, karena keegoisannya Shani menjadi seperti ini.

"Viny, Beby. Kalian tunggu sebentar. Bibi mau telepon dulu Om Kudo." Bi Tami pergi ke kamarnya untuk mengambil handphone.

Tidak berselang lama, Bi Tami kembali dengan sebaskom air hangat di tangannya untuk meredakan panas di tubuh Shani sambil menunggu kedatangan Kudo.

Setengah jam berlalu, Kudo baru saja datang ditemani seorang dokter. Namun suhu tubuh Shani masih belum turun meski sudah berkali-kali dikompres. Keadaan Viny dan Beby pun semakin buruk tubuh mereka menggigil merasakan apa yang dirasakan oleh Shani.

Ketiganya terpaksa tidak sekolah dan akhirnya memilih untuk beristirahat saja di dalam rumah.

~~~

"Mahesa! Shani sakit." Maulana yang baru saja tiba di apartemen tempat Mahesa tinggal sementara langsung memberitahukan kabar tentang sakitnya Shani.

Raut wajah Mahesa menjadi khawatir. Karena yang sudah-sudah jika salah satu dari si kembar sakit, maka kembaran lainnya pun akan merasakan hal yang sama. Tapi sebisa mungkin Mahesa mengontrol dirinya agar terlihat biasa saja di depan Maulana.

"Ada Bi Tami sama Paman Kudo. Udah ada yang ngurusin mereka lebih baik dari gue," ucap Mahesa datar meski sebenarnya hatinya merasa sangat khawatir.

"Bener-bener lo, ya!" Maulana sedikit kesal dengan ucapan sahabatnya itu.

"Gue cuman bisa lakuin ini sekarang, Maul. Cara ini lebih baik untuk gue, Shani, dan Beby."

"Tapi enggak buat Viny, Mahesa!"

"Maka dari itu, gue titip adik gue yang paling manja itu ke lo, Maul." Mahesa berpindah tempat duduk ke sebelah Maulana. "Setelah wisuda, gue mau pergi ke Jepang. Nemuin kerabat Bunda di sana, mungkin juga gue bakal tinggal cukup lama. Gue titip Viny. Dan gue mohon, jangan kasih tau mereka tentang hal ini dan tentang keberadaan gue."

Maulana terdiam, ia tidak tahu harus berkata apa lagi. Mahesa sudah bulat dengan keputusannya untuk benar-benar pergi dari kehidupan si kembar.

Teett

Suara bel apartemen Mahesa berbunyi nyaring. Orang yang sudah dinantikan olehnya baru saja tiba.

"Maul, gue mau pergi sebentar. Kalau lo masih mau di sini, jangan lupa kunci pintu. Dan inget kata-kata gue. Jangan beritahu mereka di mana gue tinggal sekarang!" Mahesa melangkah menuju pintu. Sebelumnya ia mengambil kunci mobil yang ia pinjam dari Kudo untuk keperluannya sehari-hari.

"Duh, maaf telat, Kak!" Seorang gadis membungkukkan badannya sedikit.

"Enggak apa-apa, Ambar. Ayo pergi, keburu siang nanti jalanan macet." Mahesa tersenyum manis tanda ia tidak marah karena Ambarwati terlambat beberapa menit dari janjinya.

~~~

BANDUNG, JULY 2019
SIAPA YANG UDAH NONTON DUA GARIS BIRU?


R.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top