Part 10
Sudah tiga hari sejak kebenaran yang diceritakan Mahesa kepada ketiga adiknya, dan sejak saat itu juga hubungan mereka berempat terlihat renggang. Shani, Viny, dan Beby selalu menghindari Mahesa. Sudah tiga hari ini mereka berangkat ke sekolah sepagi mungkin untuk menghindari Mahesa.
Apa yang ditakutkan Mahesa benar-benar terjadi, dan kini ia bingung harus berbuat apa untuk mengembalikan hubungan mereka seperti sebelum adik-adiknya itu mengetahui yang sebenarnya.
Siang ini Mahesa duduk sendirian di dekat perpustakaan kampusnya. Ia hanya diam termenenung, matanya menatap lurus ke arah mahasiswa yang berlalu-lalang tapi pikirannya melayang entah ke mana.
Ambarwati yang baru saja keluar dari perpustakaan bersama sahabatnya tidak sengaja melihat Mahesa.
"Fat, aku ke sana dulu, ya!" Ambarwati pamit kepada sahabatnya untuk mendekati Mahesa, gadis yang bersamanya itu hanya mengangguk.
Mahesa tidak menyadari kehadiran Ambarwati yang duduk di sebelahnya. Sebenarnya Ambarwati sudah berkali-kali menegur Mahesa, namun pemuda tampan itu masih saja tidak bergeming dari posisinya.
Ambarwati yang merasa terus diabaikan akhirnya diam saja, hingga Mahesa sendiri yang nanti menyadari keberadaannya. Hampir lima menit berlalu, Mahesa masih tidak menyadari keberadaan Ambarwati.
"Hai Ambar!" sapa Tri yang membuat Mahesa mengernyitkan dahi.
"Eh, Ambar, sejak kapan kamu duduk di situ?" Mahesa kaget karena seingatnya ia hanya duduk sendirian di bangku itu.
"Udah sekitar lima menitan, Kak."
"Maneh mah, ada cewek mencrang kaya gini dianggurin." Tri berdecak melihat kelakuan sahabatnya itu.
Mahesa hanya cengengesan mendengarkan ucapan Tri.
Mereka bertiga mengobrol sambil menunggu kedatangan Nina dan Maulana. Mereka memang sudah janjian untuk kumpul di tempat itu sebelum mereka pergi ke Museum Asia-Afrika untuk menemani Tri mengerjakan tugas.
Tidak lama kemudian Nina datang disusul oleh Maulana yang datang tergesa-gesa karena sudah telat lima menit dari waktu yang ditentukan.
"Nah, udah kumpul semua. Hayu pergi, keburu sore," ajak Tri.
"Mbar, lo ikut aja," ajak Mahesa. Karena memang gadis itu tidak ada kegiatan lain. Ambarwati menyetujui ajakan Mahesa.
Tri dan Maulana tersenyum jahil, keduanya seperti tengah merencanakan sesuatu.
"Eh, sebentar. Nin, lo sama si Tri pake motor. Gue juga. Biar si Ambar sama Mahesa yang pake mobil," ucap Maulana memberi saran.
"Boleh tuh." Tri menyetujui saran Maulana.
"Mana bisa, ogah gue!" Nina tidak setuju dengan saran Maulana dan Tri. Namun kedua sahabatnya itu memberi isyarat melalui kedipan mata yang akhirnya meluluhkan Nina.
"Lah kok gitu?" Mahesa mempertanyakan keputusan sahabat-sahabatnya.
"Gini, gue habis beres bantuin si Tri mau langsung balik. Kalau pake mobil lo, males harus balik ke kampus lagi."
"Urang juga mau langsung balik. Capek atuh euy kalau harus bolak-balik ke kampus. Maneh tau 'kan rumah urang jauh."
Mahesa menatap Nina meminta penjelasan. "Gue ikut mereka," ucap Nina dengan malas.
Mau tidak mau Mahesa mengikuti usul mereka. Sebenarnya, ia merasa canggung berada di dekat Ambarwati untuk waktu yang lama.
Sepanjang perjalanan tidak ada pembicaraan yang keluar dari mulut Mahesa maupun Ambarwati. Hanya alunan lagu dari radio dan deru kendaraan yang memenuhi indera pendengaran mereka.
Ambarwati sesekali melirik Mahesa yang sangat serius mengendarai mobilnya. Ia yang bosan mencoba mengganti channel radio hingga terdengar lagu 'Aku dan Perasaan Ini' dari band Repvblik menghentikan pencariannya.
Semoga kau mengerti
Aku dan perasaan ini
Harusnya kau mengerti
Betapa besar cintaku ini
Mahesa melirik Ambarwati yang menyanyikan reff lagu itu dengan penuh penghayatan. Sebenarnya ia tahu perasaan Ambarwati. Namun karena jajinya kepada ketiga adiknya, membuat ia harus benar-benar menjaga perasaanya. Ia tidak ingin menambah rusak hubungan mereka yang kini sedang tidak baik.
~~~
Setelah selesai menemani Tri yang mengerjakan tugas. Maulana dan Nina pamit pulang terlebih dahulu karena sudah ada janji sebelumnya. Sementara Tri, ia memilih untuk tetap di tempat itu karena teman sekelasnya akan datang.
"Mbar, mau makan dulu atau langsung pulang?" tanya Mahesa.
"Langsung pulang deh," jawab Ambarwati. Namun suara perut dari gadis itu membuat Mahesa berinisiatif mengajak Ambarwati untuk makan terlebih dahulu.
Setibanya di salah satu rumah makan khas sunda, keduanya langsung duduk di tempat lesehan lalu memesan makanan.
Ambarwati sedikit penasaran dengan sikap Mahesa hari ini. Ia memang pendiam, tapi kali ini ia terlihat lebih pendiam dari sebelumnya. Ingin ia sekali bertanya pada Mahesa, namun ia takut malah membuat pemuda itu tidak nyaman.
Selesai makan, Mahesa langsung mengantarkan Ambarwati pulang. Sebenarnya gadis itu masih ingin berlama-lama dengan Mahesa, tapi apalah daya, ia bukan siapa-siapa dan tidak memiliki hak untuk terus bersamanya.
~~~
Hari sudah beranjak sore. Suara peluit menggema di lapangan indoor SMA Jaya 48. Puluhan siswa tengah berlatih dengan bola-bola yang berada di kaki-kaki mereka.
Beby salah satu siswa itu tengah men-dribble bola yang berada di kakinya, ia menari-nari meliukkan badannya melewati teman-temannya yang menjadi lawan berlatihnya. Namun saat berada di depan gawang, tendangannya terlalu keras sehingga melambung jauh dari sasaran.
"Si Beby kenapa? Enggak biasanya keliatan nafsu gitu. Itu anak kan keliatan kalem." Gaby berbisik pada Nabilah. Ia penasaran dengan Beby yang terlihat berbeda dari pertemuan mereka kemarin.
"Kagak tau, mungkin lagi PMS dia," jawab Nabilah sekenanya yang langsung mendapat jitakan di kepalanya.
"Sakit, Gab!"
"Bodo!" Gaby kesal karena jawaban Nabilah sama sekali tidak membantu.
Mereka terus memperhatikan Beby yang terlihat semakin tidak terkontrol. Beberapa kali ia mudah terpancing emosi dan memarahi partner latihannya. Bahkan gadis berambut pendek itu hampir memukul temannya karena berkali-kali tidak bisa mengimbangi permainan Beby.
"Beb, kamu istirahat dulu!" perintah kakak seniornya. Beby menurut lalu beranjak menuju bangku tempat ia menyimpan minumannya.
Beby membuka kasar botol minumannya, ia meminumnya hingga tandas dalam satu tegukan dan langsung melempar botol yang sudah kosong itu ke sembarang arah. Hampir saja lemparannya mengenai kakak kelasnya, beruntuk Melati yang melihat itu langsung menangkap botol hasil lemparan Beby.
"Nice catch, Meme!" Gadis pendek berambut panjang itu tersenyum puas mendapat pujian dari Nabilah.
~~~
"Jadi gimana, Vin?" Seorang pemuda bertanya pada Viny yang sedang melamun.
Gadis itu sedang mengerjakan tugas kelompok, namun ia malah lebih banyak diam daripada mendengarkan atau membantu teman-temannya.
"Vin, Viny!" Ayu yang duduk di sebelah Viny menepuk pelan bahunya.
"Eh, iya apa?" tanya Viny yang baru sadar dari lamunannya.
"Lo kenapa deh, Vin. Enggak biasanya ngelamun gitu?" tanya salah satu teman sekelompoknya.
"Enggak apa-apa, kok. Cuman emang kurang istirahat aja, jadi enggak fokus akunya," ucap Viny berbohong pada teman-temannya. "Eh, aku boleh pulang duluan, gak? Kayanya kurang enak badan, nih."
Teman-temannya yang khawatir dengan kondisi Viny akhirnya mengizinkan gadis itu untuk pulang.
~~~
Shani sedang membereskan pecahan kaca dari toples yang tidak sengaja ia pecahkan. Saat sedang membawanya, tiba-tiba toples itu tergelincir dari tangannya terjatuh lalu pecah berkeping-keping.
"Aduh!" Jari telunjuk Shani berdarah tertusuk oleh salah satu pecahan kaca. Dengan cepat ia langsung mengemut jarinya untuk menahan darahnya mengalir.
Mahesa yang baru saja tiba di rumah mendengar jeritan Shani dan langsung mendekatinya.
"Kamu kenapa, Shan?" Mahesa yang panik lalu menarik tangan Shani.
Shani hendak menarik kembali tangannya yang sudah digenggam Mahesa, namun karena kalah tenaga akhirnya Shani mengalah dan mengikuti Mahesa.
"Kamu hati-hati, dong Shan. Jangan bikin Kakak khawatir sama kamu," ucap Mahesa sambil tangannya telaten mengobati luka di jari Shani. Gadis itu hanya diam dengan perlakuan kakaknya yang terlalu baik untuk seorang kakak tiri.
Sebenarnya ia tidak tega mendiamkan Mahesa seperti ini, namun karena ucapan Beby pada malam itu membuatnya takut dan memilih untuk berhati-hati pada Mahesa.
"Vin, Shan. Gue gak tau, perasaan gue ke Kakak jadi enggak enak. Gue takut kalau dia itu sebenarnya ada maunya sama keluarga kita. Secara, kita orang kaya. Kalau misalnya benar dia tulus, kenapa enggak dari lama ngasih tau ke kita masalah ini. Dan gue takut, dia bakal ngerebut semua yang seharusnya jadi milik kita."
Kalimat yang dilontarkan Beby masih terus menggema di benak Shani. Tapi logikanya kini mementahkan ucapan adik bungsunya itu.
"Kalau benar Kakak hanya ingin menguasai semuanya, untuk apa dia lelah mengurusi kami hingga sekarang?" batin Shani sambil menatap lembut Mahesa yang masih mengobati jarinya yang terluka.
"Nah sudah beres." Mahesa tersenyum melihat hasil pengobatannya. "Shan, kok ngeliatinnya gitu sih?"
Shani terlonjak kaget, ia tidak menyadari bahwa kakaknya sudah selesai mengobati lukanya.
"Makasih." Shani lalu bangkit dari duduknya. Namun saat ia akan segera melangkah, tangannya dirik oleh Mahesa. Karena tarikan Mahesa yang terlalu kuat, Shani terhuyung lalu terjatuh dengan posisi tubuhnya tepat berada di atas tubuh Mahesa.
Cup!
Tanpa sengaja bibir keduanya bersentuhan. Shani dan Mahesa kaget, namun ada perasaan aneh menjalar ke hati mereka berdua membuat keduanya hanya bisa terdiam di posisinya saat ini.
"Assalamualaikum, Inyi pu--" Viny menutup wajahnya saat tidak sengaja melihat apa yang dilakukan oleh kedua kakaknya itu.
"TETEH, KAKAK KALIAN NGAPAIN!" Teriakan Viny membuat keduanya panik.
Shani dengan cepat mendekati Viny lalu membisikan sesuatu.
"Vin, plis apa yang kamu lihat tadi, jangan dibilangin ke Beby, ya!" Shani menangkupkan kedua tangannya di dada. Memohon pada adiknya itu.
Viny mengangguk ragu. Shani menarik Viny untuk menuju kamar mereka. Sebelum Beby datang, Shani ingin memberitahukan sesuatu pada kembarannya itu.
~~~
"Beb, balik bareng, yuk!" Junio menghalangi Beby yang hendak keluar dari gerbang sekolahnya.
"Gue bisa sendiri," jawab Beby dengan nada datarnya.
"Ayo lah, sekali ini aja, Beb." Junio menangkupkan kedua tangannya di dada, memohon pada Beby agar bisa pulang bersamanya.
"Iya deh." Akhirnya Beby menyerah setelah melihat wajah Junio yang memelas. Bukan karena tidak tega, tapi ia malas melihat cowok yang berlebihan seperti itu.
Saat berada di perjalanan bersama Junio, tiba-tiba ia merasakan kehangatan di hatinya. Gadis itu merasakan kebahagiaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
"Biasanya, gue ngerasain gini kalau Viny dapet banyak makanan gratis. Tapi, kok ini rasanya beda." Tanpa ia sadari pipinya merona.
"Lo kenapa, Beb?" tanya Junio yang melihat Beby mengerutkan keningnya.
"Jun, jatuh cinta itu gimana rasanya?"
"Seperti gue ke lo, Beb." Junio mengatakannya dalam hati
"Rasanya susah dijelasin, lo seneng saat ada di dekatnya. Hati lo menghangat dan berbunga-bunga. Kenapa, lo lagi jatuh cinta?"
Beby menggeleng, "Bukan gue, tapi salah satu diantara Viny atau Shani."
Junio menatap Beby dengan tatapan heran.
"Gue paling peka diantara kembaran gue. Jadi apa yang mereka rasain, gue pasti ikut ngerasain. Kalau bener ini perasaan cinta. Gue penasaran. Cinta ini punya siapa dan untuk siapa."
~~~
Catatan Kaki:
Mencrang = Bening
BANDUNG, JULY 2019
KEASYIKAN SAMA PROJEK LAMA
R.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top