𝙺𝚎𝚗𝚊𝚗𝚐𝚊𝚗 𝟽

Matahari baru saja terbenam di cakrawala, warna langit merupakan abstraksi antara warna merah muda, merah, biru, dan ungu. Cahaya bulan makin lama menerang. Sementara salju mulai menghiasi malam yang penuh darah itu.

Ree berada di Goa Naga Hitam selama seharian. Begitu ia dapat keluar, rasanya seperti mimpi. Awalnya hanya kegelapan yang dapat ia lihat. Seluruh tubuhnya bergemetar ketakutan. Kemudian warna gelap berganti menjadi warna merah. 

Berdiri di antara tubuh-tubuh yang kaku, di markas Nareen, puluhan –bahkan ratusan prajurit tergeletak. Mereka memenuhi lantai dan tangga di markas itu. 

Perempuan yang menusuk Ree tergantung pada duri-duri bayangan berwarna hitam yang besar. Lengannya kaku. Matanya menutup. 

Sebuah senyuman tipis menghiasi mayatnya. Mungkin ia senang akhirnya terbebaskan dari Nareen.

Ree memacu kakinya kembali ke halaman depan. Salju mulai hinggap pada jubahnya, pada alis matanya, pada bibirnya. Ree tidak merasakan dingin, ia tidak dapat merasakan apapun.

Di depannya, empat tubuh tergeletak dalam satu baris. Darah menodai warna salju di sekitar tubuh itu. Merah. Lautan merah menggenangi tubuh mereka, meresap ke dalam salju.

Mereka tidak bergerak sama sekali. Tidak bernapas. Hanya tergeletak di atas salju.

Dae, Garin, Xi, dan Xandor. Semuanya tidak bergerak.

Kedua tangan Xandor terpisahkan dari tubuhnya. Ree teringat perkataan Xandor bahwa untuk mengalahkan beberapa pemagis, kau harus memotong tangan mereka. Tangan adalah anggota tubuh yang paling sering digunakan untuk mengendalikan magis.

Kaki Ree mendekati Xi. Kulit pemuda Lixi itu sangat pucat, hampir seperti warna salju. Matanya terbuka, tetapi mata hitamnya tidak mengandung nyawa.

Sebuah bulir air menurun dari pipi Ree, jatuh pada pipi Xi. Dan tetap, pemuda itu tidak merespon.

Kesadaran baru memasuki Ree... ia tidak akan bisa melihat senyuman pemuda itu lagi. Tidak akan bisa merasakan kehangatannya lagi. 

Ia tidak akan bisa mendengar jenaka Garin lagi, melakukan kejahilan dengan bocah seusianya itu. 

Ia tidak akan bisa mendengar nasehat Dae mengenai perempuan lagi. 

Ia tidak akan bisa mendengar cerita-cerita bijaksana dari Xandor lagi.

Ia tidak akan bisa mendengar suara orang-orang yang telah menyelamatkannya, telah memberikannya sebuah rumah, memberikannya sebuah tujuan. 

Orang-orang yang menerimanya apa adanya, membangun dirinya, membuatnya kuat dan tegar.

Ree telah kehilangan keluarganya kembali.

Meski luka di kepala, perut, dan kakinya masih berdarah, hatinya-lah yang seperti tertusuk paling dalam. Sebuah luka yang tidak akan bisa tertutup. Darah mengalir keluar terus menerus, bersamaan dengan tangisannya, diiringi oleh salju yang putih. 

Bulan seakan mengerti keadaan Ree, benda angkasa itu memangggil awan agar tidak ada bintang yang terlihat bersinar malam itu. Karena bintang-bintang di malam Ree telah redup.

Bintang-bintang yang membantunya bersinar kembali telah redup.

Ree tidak tahu berapa lama ia bersimpuh di atas salju. Ketika ia mencoba berdiri, kakinya terasa goyah. Seakan tubuhnya sudah hampir tidak bisa mengendalikan kaki itu.

Ia hanya dapat berjalan sedikit sebelum akhirnya ia terjatuh kembali. Kemudian dengan segala sakit di hatinya, ia berteriak pada malam. Sementara tangannya ia tancapkan pada salju satu per satu. 

Ia menggali salju itu. Menggali dan menggali. Ia hiraukan rasa dingin yang menjalari jemarinya, hingga akhirnya ia tidak dapat merasakan apa-apa.

Menggali dan terus menggali. Dengan jemari kosongnya, dengan kukunya. Ia menggali terus menerus. Hingga akhirnya ia mencapai tanah di bawah salju, ia kembali menggali dan menggali. Tubuhnya bahkan harus melompat ke dalam lubang yang ia buat untuk terus menggali lebih dalam. Ketika kedalamannya sudah cukup, ia meloncat keluar lubang. Tubuh pertama yang ia turunkan adalah Garin.

Anggota paling muda di antara mereka. Bocah yang selalu tertawa, selalu membuat suasana menjadi ringan. Kini bocah itu harus Ree kuburkan.

Setelah tubuh Garin tertutup oleh tanah dan salju kembali, Ree tak kuasa menahan tangisannya.

Ia kembali menggali di sebelah makam Garin. Menggali dan menggali. Kemudian menguburkan tubuh Dae. Figur terdekat yang merupai kakak perempuan Ree. Dae adalah orang yang serius, tapi selalu ada untuk Ree. Ia bahkan yang mengajari Ree mengenai haid dan bagaimana cara merawat diri sebagai perempuan. Kini Ree harus menguburnya dalam tanah dan salju.

Lalu Ree lanjut menggali kubur berikutnya. Setelah beberapa lama, tangannya mulai berdarah. Ree tidak tahu bagian mana yang terluka dan kenapa. Ia tidak peduli. Ia teruskan menggali. 

Berikutnya Ia turunkan tubuh Xandor. Pria tua yang menyelamatkannya dari jalanan. Pria yang memberikannya rumah. Pria yang mengajarinya cara menjadi kuat, cara melindungi orang yang disayangi. Pria yang selalu melindunginya. 

Tangisan Ree pecah kembali ketika ia menurunkan kedua tangan pria itu yang sudah terlepas dari tubuhnya. Tangan itu adalah tangan yang pria itu ulurkan untuk Ree di pinggir jalanan Andalas. Tangan yang mengajaknya masuk dalam Pasukan Bayangan. Kini tangan itu akan terkubur selamanya.

Terakhir, Ree menurunkan tubuh Xi. Pemuda yang memiliki hatinya. Pemuda yang mengajaknya untuk menjadi bagian dari Pasukan Bayangan. 

Meski Xandor yang membawanya dari tepi jalanan, Xi lah yang menariknya untuk ikut misi Pasukan Bayangan pertama kali. Bila bukan karena Xi, Ree mungkin tidak akan membuka diri pada mereka. Bila bukan karena Xi, hati kecil Ree mungkin masih terluka hingga sekarang.

Tetapi ketika Ree meletakkan gumpalan salju untuk terakhir kalinya di makam Xi, Ree tersadarkan bahwa hatinya yang sudah ditambal, diisi dengan kehangatan, kini semakin hancur karena kepergian mereka. 

Mereka telah mengobati hati Ree, tetapi membukanya kembali ketika mereka tiada.

Ia memperhatikan pisau pemberian Ayahnya. Lagi-lagi ia gagal melindungi orang-orang yang ia sayangi. Ia juga tidak berhak menyimpan pisau itu. Dengan sisa tenaga, Ree menancapkan pisau itu di atas makam Xi.

Sama seperti dahulu, Ree tidak kuasa berbuat apapun. Ia tidak dapat menyelamatkan siapapun. Sama seperti dahulu, ia hanya dapat menangis. Meraung pada dewa-dewa yang tidak pernah mendengarkan.

Aku alasan semua ini terjadi...

Kendati memiliki magis, kendati memiliki kemampuan bertarung yang handal... nyatanya, ia masihlah gadis terkutuk yang sama. 

Gadis yang membuat semua orang yang ia sayang menderita, dan gadis yang tidak dapat melindungi orang yang ia sayangi. Gadis yang tidak berguna.

Dengan perasaan hampa dan kosong, dengan kaki yang goyah, Ree akhirnya memacu tubuhnya ke sel penjara bawah tanah. Bayangan seseorang kian berteriak pada Ree meminta pertolongan. Saat itulah Ree melihat tubuh Pemagis Murni, bersimpuh di pojok sel. Tubuhnya bergemetar ketakutan melihat Ree.

Sepertinya bocah itu melihat sendiri kekejian yang telah Ree lakukan kemudian ia berlari untuk bersembunyi di sel itu. Andreas, nama bocah itu. 

Setidaknya bocah itu tahu Ree bukanlah yang membunuh Ibunya. Perempuan itu sudah mati jauh sebelum hari itu.

Ree tahu, berita kematian Nareen pasti akan menyulut berbagai negara untuk berlomba-lomba mendapatkan Sang Pemagis Murni. 

"Apa kau akan bergemetar begitu saja hingga salah satu negara menjemputmu?" Tanya Ree. "Atau kau bisa berdiri dan membuat jalan hidupmu sendiri."

"Dengar, bocah." Ree meninggikan suaranya, "Hidupmu adalah milikmu seorang. Jangan biarkan siapapun menjadi dalang akan hidupmu. Kau harus menjadi dalang utama."

Tak Ree sangka, Andreas justru memutuskan untuk mengikuti Ree hingga ke perbatasan Desa Miyan. 

Ree pun akhirnya mulai mengajari Pemagis Murni cara mengontrol semua manifestasi magis miliknya. Ree lakukan itu semua tanpa memberitahukan Andreas magis Ree yang sebenarnya.

Hari-hari berlalu. Minggu berganti bulan. Hingga akhirnya hari itu sudah menjadi peristiwa setahun yang lalu bagi Ree. 

Suatu hari seakan bulan purnama yang sama di malam berdarah itu bersinar kembali. Ree masih berada di dalam Hutan Kalindra. Ia baru saja memburu sebuah kijang hingga atas bukit. Bukit itu memiliki celah yang curam, sebuah jurang. Ree tidak bisa melihat apapun di bawah celah itu. Hanya kegelapan.

Lagi-lagi tidak ada bintang yang bersinar di malam itu. Daging kijang yang Ree temui ia sandarkan pada sebuah pohon. Karena segala perburuan yang ia lakukan, tubuhnya masih padat seperti dulu. Ia hanya... sangat jarang untuk tersenyum. Ia tidak memiliki hasrat untuk tersenyum ataupun merasakan kebahagian lagi.

Ketika ia melihat jurang itu, ia teringat Goa Naga Hitam di mana ia dilemparkan pada malam itu. Gelap, dingin, menakutkan. Ree sangat tergoda untuk melompat. Untuk kembali ke kegelapan itu, untuk melepaskan beban di pundaknya. 

Ia sangat tergoda untuk melepaskan semuanya dan membiarkan tubuhnya melayang. Ia sendiri sudah tidak merasakan benar-benar hidup, hanya mayat yang berpura-pura masih hidup. Satu kakinya berada di atas udara, melewati batas tanah. Ia dapat rasakan buaian angin yang kuat di bawah sepatunya yang mengambang.

Selama beberapa menit ia berdebat dengan dirinya sendiri.

Tapi kemudian ia menarik langkahnya. Ia memutar tubuhnya, mengambil daging kijang itu. Lalu menggunakan kekuatan bayangannya, ia meluncur menuju depan gubuk rumahnya. Dengan kekuatannya, ia dapat memiliki waktu berburu yang jauh lebih lama dan tidak perlu memikirkan waktu perjalanan pergi dan pulang.

Ketika langkah kakinya membuat lantai kayu berderit, pintu gubuk itu langsung terbuka. Andreas dengan wajah khawatir menyambutnya.

"Kenapa kau lama sekali?" Bocah itu langsung memeluknya. Daging kijang ia lepaskan ke atas lantai. "Kukira kau meninggalkanku," kata Andreas pelan.

Ree merasa bodoh saat itu. Ia memiliki keinginan untuk mengakhiri hidupnya tetapi ia lupa akan orang yang akan ia tinggalkan. Andreas masih membutuhkannya. Dua orang yang tahu rasanya kehilangan... mereka saling membutuhkan satu sama lain.

Pelukan Andreas dibalas oleh Ree. Lalu Andreas mulai menarik Ree masuk ke dalam gubuk. Andreas sudah menyalakan perapian dan bau wangi tercium dari meja makan. Rasanya hangat... tenteram.

Tentu rumah ini berbeda dengan rumah tempat kelahirannya, berbeda dengan rumah tempat ia bertemu dengan Pasukan Bayangan... tetapi untuk mereka berdua, gubuk ini adalah rumah mereka. Tempat mereka dapat kembali. Ree, dari perburuannya. Andreas dari latihan magisnya –dan tanpa sepengetahuan Ree, dari kunjungannya ke Desa Miyan. 

Gubuk itu menjadi tempat di mana dua orang yang sudah tidak punya siapa-siapa dapat kembali.

Duduk di meja makan itu, menyeruput sup yang dibuat Andreas, Ree tersenyum kecil. Hatinya seakan mulai tertambal kembali. Sedikit demi sedikit.

Itu semua karena Andreas.

Ree berjanji dengan dirinya sendiri, ia akan melindungi Andreas dengan nyawanya.

Meski kebersamaan mereka hanya berlangsung dua tahun sebelum Andreas diculik, sebelum Ree mengejarnya hingga Turnamen Mentari. 

Ia berjanji akan menyelamatkan Andreas dari ramalan itu.



ʜᴀʟᴏ, ʙᴇʀᴛᴇᴍᴜ ᴋᴇᴍʙᴀʟɪ ᴅᴇɴɢᴀɴ ᴋᴀᴍɪ, ᴘᴀʀᴀ ʙᴀʏᴀɴɢᴀɴ.

ᴍᴇᴍᴀɴɢ ᴄʜᴀᴘᴛᴇʀ ɪɴɪ ꜱᴇᴅɪʜ, ɴᴀᴍᴜɴ ᴛᴀɴᴘᴀ ᴄʜᴀᴘᴛᴇʀ ɪɴɪ, ᴋᴀᴍɪ ᴛɪᴅᴀᴋ ᴀᴋᴀɴ ʙɪꜱᴀ ʙᴇʀɪɴᴛᴇʀᴀᴋꜱɪ ᴅᴇɴɢᴀɴ ᴀɴᴅᴀ. ᴋᴀʀᴇɴᴀ ᴄʜᴀᴘᴛᴇʀ ɪɴɪ ᴀᴅᴀʟᴀʜ ᴀꜱᴀʟ ᴍᴜʟᴀ ᴋᴀᴍɪ, ᴘᴀʀᴀ ʙᴀʏᴀɴɢᴀɴ ᴅᴀᴘᴀᴛ ᴍᴜɴᴄᴜʟ ᴅɪ ᴘᴇᴛᴜᴀʟᴀɴɢᴀɴ ɪɴɪ...

(ᴛᴇʀꜱᴇɴʏᴜᴍ ʟᴇʙᴀʀ)

ᴋᴀᴍɪ ᴀᴋᴀɴ ꜱᴀɴɢᴀᴛ ꜱᴇɴᴀɴɢ ʙɪʟᴀ ᴋᴀᴜ ᴍᴇᴍʙᴇʀɪᴋᴀɴ ᴋʀɪᴛɪᴋ, ꜱᴀʀᴀɴ, ᴄᴏᴍᴍᴇɴᴛ, ᴀᴛᴀᴜ ʙᴀʜᴋᴀɴ ᴠᴏᴛᴇ...


ꜱᴀʟᴀᴍ,

ᴘᴀʀᴀ ʙᴀʏᴀɴɢᴀɴ ᴅɪ ᴋᴜꜱᴇɴ ᴊᴇɴᴅᴇʟᴀᴍᴜ.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top