𝕭𝖆𝖇 8

Malam itu di kamar, Ree berdebat dengan dirinya sendiri. Di depannya adalah sebuah lonceng kecil berwarna emas. Gagangnya terbuat dari kayu. Lonceng itu hanya terdiam di atas meja samping tempat tidur Ree.

Akhirnya ia memutuskan untuk membunyikannya.

Tidak terjadi apa-apa.

Ia membunyikannya lagi. Kali ini Ree merasakan sensasi getaran itu lagi.

Sensasi itu kian menjadi menyebalkan.

"Cukup membunyikannya sekali sudah cukup." Kata sebuah suara di belakang Ree. 

Dengan cepat Ree berputar. Wiseman muncul di depan jendela kamarnya. Rambut putihnya seakan bersinar di kamar Ree yang gelap dan hanya diterangi temaram cahaya bulan. Ia masih mengenakan kain putih seperti tadi siang. Sebuah senyuman tipis terukir di wajahnya.

"Siapa kau sebenarnya?" Tanya Ree. "Dalang di balik Madoff atau pelayan koloseum?"

Wiseman menelengkan kepalanya sedikit. "Itu bukanlah alasan kenapa kau memanggilku ke sini, bukan?"

Ia benar. Ree tidak memanggilnya hanya untuk menginterogasinya.

"Siapa kau sebenarnya?" Tanya Ree dengan tekad lebih. Satu tangannya meraih pisau di sabuknya.

"Lebih baik kutunjukkan saja," kata Wiseman.

Wiseman melangkah menuju Ree. Ia semakin dekat sementara pegangan Ree pada pisaunya semakin ketat. Kini Wiseman hanya berada satu langkah di depan Ree. Ree bersiap mengeluarkan pisaunya.

Pria itu justru meraih ke belakang Ree. Ia meraih lonceng di atas meja. Lalu ia memegang lonceng itu di depan Ree.

Gadis itu tentu bingung. Tapi kemudian lonceng itu bersinar lalu pecah menjadi debu-debu keemasan di tangan Wiseman. Entah bagaimana Ree merasakan getaran magis yang luar biasa. Menusuk hingga ke tulangnya. Seperti saat ia memecahkan dinding transparan di hari Andreas diculik, seperti setiap saat ia bertemu Wiseman pertama kali.

Debu-debu emas itu mulai mengelilingi mereka berdua, kemudian satu ruangan.

Ree terkesima. Itu adalah hal yang paling menakjubkan yang ia lihat. "Apa ini?"

"Kau sudah pernah merasakan sensasi ini sebelumnya, huh?"

"Aku merasakan... vibrasi magis..." 

Debu-debu magi situ berkumpul di atas tangan Wiseman. Membentuk suatu simbol. Seperti sebuah simpul tali dengan dua segitiga di bagian atas dan bawahnya. Simbol yang sama di malam Andreas diculik.

Ree melihat mata Wiseman seakan menyala malam itu. "Antimagis."

Wiseman mengangguk mendengar pernyataan itu keluar dari mulut Ree. 

"Dahulu, magis tidak memerlukan kontrak untuk didapatkan. Magis hidup di semua elemen kehidupan. Di bunga-bunga yang kau cium, di aroma teh yang kau sedu, di setiap semilir angin sore. Inilah yang disebut magis kuno. Dan simbol ini... ini adalah jiwa dan raga dari magis kuno."

Entah bagaimana, sensasi magis kuno berbeda dengan magis yang biasa Ree lihat. Debu-debu magis itu terasa hangat. Tapi juga terasa manis, terasa bijaksana, terasa pedih, terasa sepi, juga terasa indah. Seakan magis kuno merefleksikan jiwa pemagisnya. Seakan magis kuno adalah manifestasi semua kehidupan yang sudah dijalani pemagisnya.

"Magis adalah hal natural yang dimiliki setiap makhluk hidup. Pemagis adalah mereka yang mempelajari dan mengontrolnya. Tetapi kemudian sistem kontrak berlaku, dan magis tidaklah lagi bebas didapatkan."

Melihat pergelangan tangan Wiseman, Ree tidak melihat satu pun tanda kontrak.

Kuno. Makhluk kuno.

"Aku hidup jauh sebelum sistem kontrak ditetapkan oleh dewimu." Lanjut Wiseman sembari menyengir, "Ia sendiri yang mengurungku di sini lima ratus tahun yang lalu."

Simbol itu kemudian menghilang, kamar menjadi gelap kembali. Vibrasi yang tadi Ree rasakan juga menghilang. Tapi... vibrasi itu meninggalkan sisa rasa yang membuat bulu kuduk Ree berdiri.

"Ingatlah vibrasi itu, Ree." Lanjut Wiseman, "Kau akan membutuhkannya."

"Aku pernah merasakan vibrasi itu sebelumnya. Tetapi simbol itu membuatku tidak bisa menggunakan magis bayanganku."

"Magis hasil kontrak bertentangan dengan magis kuno. Kau mendapatkan magis bayangan dari hasil kontrak. Simbol magis kuno justru akan meniadakan magis kontrakmu itu."

"Jadi... vibrasi itu..."

"Ya, Ree. Kau dapat merasakan magis kuno di sekitarmu. Dahulu semua orang dapat melakukannya. Tapi sekarang sepertinya hanya dirimu yang bisa."

Ree termenung. Kenapa dirinya? Kenapa dia dapat merasakan sensasi itu? Apa yang Wiseman harapkan dari dirinya.

Begitu banyak pertanyaan di benak Ree. Namun keheningan di antara mereka justru dipecahkan oleh Wiseman. "Sudah larut. Tidakkah kau harus bergegas bila ingin mengunjunginya?"

Gadis itu terkesiap. Wiseman mengetahui niat Ree yang sebenarnya. Ree hendak mengunjungi kediaman Pandawa menggunakan magis bayangannya. Ia ingin mengunjungi Andreas. Ingin memastikan dirinya aman. Ingin membawanya pulang.

Ya, Ree harus fokus pada tujuannya. Hanya satu. 

Menyelamatkan Andreas.

Ia tidak perlu tahu apa hubungan magis kuno dengan dirinya. Ia tidak perlu tahu apapun selain keselamatan adiknya.

"Apa konsekuensi bila aku mengunjungi kru lain tanpa diantar?"

Wiseman mengambil langkah mundur. Ia menyandarkan punggungnya di jendela. Kini warna rambutnya menyamai warna bulan purnama di langit atas.

"Pertanyaan sebenarnya..." kata Wiseman, "Apakah hal itu sepadan dengan konsekuensinya?"

Ree tidak perlu berpikir dua kali untuk menjawab itu.

"Apaka–"

Sebelum Ree dapat menyelesaikan pertanyaannya, Wiseman sudah menggeleng. "Hanya satu makhluk di dalam koloseum ini yang mengetahui bagaimana cara keluar dari koloseum. Ia sama sepertiku namun berbeda. Kau akan menemukan dia cepat atau lambat."

Tiba-tiba tubuh Wiseman bersinar. Kemudian kakinya mulai berubah menjadi debu-debu berwarna putih. Kemudian tangan dan badannya.

"Hey!" Panggil Ree. "Tungg–"

"Tenang saja, rahasiamu aman denganku." Wiseman tersenyum kecil. "Untuk sekarang."

Wajah dan rambut Wiseman seketika menjadi debu-debu putih yang menyatu dengan angin. Angin itu membawa debu-debu keluar dari kamar Ree dan melintasi langit malam.

Kini hanya satu hal yang perlu Ree lakukan.

Ia mengumpulkan bayangan di bawah kakinya. Kemudian meleburkan diri dalam bayangan. Seperti kolam tinta, ia keluar dari jendela di kamarnya, menuruni bangunan itu dan mengalir di tanah. Ia berhenti di depan tempat masuk labirin. Memasang telinganya, Ree meraih bayangan-bayangan sejauh yang ia bisa. Membuat bayangan-bayangan itu berbisik pada Ree.

Di sini. Di sini. Bisik bayangan itu.

Ree mengikutinya. Ia menembus lantai labirin. Bila dengan berjalan mereka harus melewati jalan yang berliku-liku, Ree dapat dnegan mudah menarik garis lurus dalam labirin itu. Bila dengan terbang penglihatan mereka akan dibutakan oleh kabut, Ree memiliki bayangan yang dapat berbisik, memberitahukan arah padanya.

Akhirnya, di sebelah timur laut penginapan Ree, bayangan berbisik.

Sampai.

Dari dunia bayangan, meski hanya samar, Ree dapat melihat bangunan itu sama persis dengan bangunan tempat penginaapan Ree. Ree masih mengalir sebagai bayangan, menaiki bangunan dan kemudian memasuki kamar di ujung kiri melalui jendela.

Penghuni kamar itu masih terbangun meski lampu sudah dimatikan. Ree memunculkan dirinya, darah dan daging, dari bayangan lemari di sudut kanan kamar. Andreas terduduk di atas kasur yang berhadapan dengan lemari. Ketika ia melihat Ree, Andreas terkesiap. Ree langsung menutup mulut Andreas sebelum bocah itu menyerukan namanya dengan lantang.

Sebuah pengertian tampak pada sorot mata Andreas. Ree menurunkan tangannya dari mulut Andreas. 

"Bagaimana kau ke sini? Kukira kita akan tersesat selamanya bila berusaha mengunjungi kediaman lain," bisik Andreas hati-hati.

Ree tidak bisa menahan rasa rindunya, ia memeluk adiknya itu dengan erat. Begitu dekat, Ree dapat menghidu aroma Andreas kembali. Musk bercampur lemon. Ree sangat merindukan aroma dan kehangatan itu. Ia memejamkan matanya. Berharap malam itu tidak perlu berakhir. 

"Aku kira aku telah kehilanganmu," bisik Ree.

Andreas membalas pelukannya dengan erat. "Aku merindukanmu pula."

Kemudian Ree mulai mengecek tubuh Andreas. Ia memegang dagu Andreas, memutar kepalanya ke kanan dan ke kiri. Kemudian kedua tangannya ia tangkupkan pada pundak Andreas. "Apa mereka menyakitimu?"

Andreas menggeleng.

"Mereka memberimu makan?"

Andreas mengangguk.

"Benar kau tidak apa-apa?"

Andreas tertawa kecil. Ia menggenggam kedua tangan Ree di dadanya. "Ree, aku tidak apa-apa. Mereka justru merawatku dengan baik. Mereka juga melanjutkan latihan magisku."

Tatapan Ree menunjukkan ketidakpercayaan.

"Bagaimanapun, aku akan mengeluarkanmu dari sini. Kita akan pula–"

"Ree, aku sudah memutuskan," potong Andreas, "aku akan tinggal. Aku akan bertarung di turnamen ini."

"Apa?"

Andreas menatap Ree lembut. "Tenang saja. Aku tidak akan memberitahu mereka mengenai keberadaanmu di sini. Mereka tidak pernah mengira kau akan menyusulku." Kemudian katanya dengan pelan, "Aku juga tidak akan memberitahu mereka mengenai... siapa dirimu sebenarnya."

Ree seperti membeku.

"Ta– tapi... kenapa tinggal di sini Andreas? Kau sudah lihat turnamen ini penuh darah..."

"Ree, pernahkah kau mendengar mengenai ramalan Putri Pertama?"

Tentu ia pernah mendengar ramalan itu. Itu adalah ramalan yang selalu dibicarakan setiap orang, apalagi warga Judistia. Kedua orangtuanya pun menceritakan ramalan itu pada Ree sewaktu ia masih kecil.

"Ree, aku ternyata memegang peranan penting dalam ramalan itu. Dan bila aku tidak melakukannya kontinen ini akan hancur."

Tunggu... Andreas tidak serius, bukan?

Tatapan Ree seakan menggelap. Ia tidak senang mendengar itu. Ia tidak menyukainya sedikit pun.

"Benar kau tahu apa peranmu?" Tanya Ree rendah.

"Sang Putri Pertama masih mengajariku–"

Putri Pertama? 

Ree terkesiap.

Andreas mengangguk. Dalam benak bocah itu, Ree pasti kaget mendengar bahwa Andreas telah bertemu dengan Putri Pertama. Putri Pertama adalah pahlawan yang diramalkan semenjak ratusan tahun lalu.

"Aku adalah Pemagis Murni. Meski aku tidak bisa memilih bagaimana aku dilahirkan, aku setidaknya ingin mencoba melakukan yang terbaik dari kekuatan yang diberikan padaku ini. Ree, aku sadar para dewa memberikanku kekuatan ini untuk menyelamatkan dunia."

Ree masih mematung.

"Aku tahu ini semua sangat banyak untuk diterima–"

"Andreas." Kata Ree pelan, "Tidak mungkin kau adalah pahlawan itu."

Andreas menangkap perkataan itu sebagai ketidakpercayaan Ree terhadap kemampuan Andreas.

"Aku tahu aku masih harus banyak belajar sebagai Pemagis Murni."

Ree menggeleng. Ia frustrasi. Sangat frustasi. 

Bagaimana Andreas dapat mengerti?

"Tidak penting seberapa keras kau mencoba, Andreas. Kau tidak mungkin menjadi pahlawan itu. Hal terbaik yang bisa kau lakukan sekarang adalah pulang bersamaku."

Andreas tertegun. Kemudian amarah mulai memasuki tatapannya. Ree bisa membaca itu semua. Ree selalu dapat mengerti jalan pikiran Andreas. Bocah itu marah karena Ree tidak memercayainya.

"Kenapa? Karena kau pikir aku masih sama dengan bocah menyedihkan yang kau temukan di sel Nareen?"

"Bukan itu mak–"

"Karena bahkan di permainan pertama saja aku harus dibantu olehmu?" 

Lanjut Andreas, "Ya, aku tahu kejadian tadi adalah perbuatanmu, Ree. Aku tahu. Tapi kau tahu apa yang tidak kau ketahui?"

Andreas mulai berdiri. Tubuh kurusnya sudah mengalahkan tinggi Ree. Andreas sendiri memiliki perawakan seorang Andalas dengan rambut pirang dan mata biru mudanya. Tatapannya kecewa, ia marah karena Ree menolak memercayai bahwa Andreas dapat menjadi pahlawan yang diramalkan.

"Aku tahu aku layak menjadi pahlawan. Aku akan melakukan yang perlu kulakukan untuk menyelamatkan dunia. Saat itulah mungkin, kau akan mulai memercayai kemampuanku." Suara Andreas mulai meninggi.

"Dre, aku tidak bermak–"

"Tapi kau memang bermaksud seperti itu." Kemudian Andreas menggeram, "Pergilah Ree."

Ree menggeleng, ia mencoba membuat Andreas untuk mendengarkannya.

"Pergi atau aku akan berteriak." 

Ree melihat sorot mata Andreas sangat serius. Kini bocah itu seakan muak melihat Ree. Hati Ree menjadi terluka melihat itu.

Akhirnya Ree mengalah. Meski ia bertekad akan mengunjungi Andreas kembali. Ree tidak akan berhenti membujuknya untuk pulang. Sebelum semuanya terlambat. Sebelum roda takdir berputar terlalu cepat.

Ree meleburkan dirinya dalam bayangan dan keluar dari jendela kamar Andreas. Hal terakhir yang Andreas lihat adalah tatapan terluka dari Ree.



ʜᴍᴘʜ, ᴘᴀʀᴀ ʙᴏᴄᴀʜ ʏᴀɴɢ ʙᴇʀᴜꜱᴀʜᴀ ᴍᴇɴᴊᴀᴅɪ ᴘᴀʜʟᴀᴡᴀɴ. ᴀᴘᴀᴋᴀʜ ᴋᴀʟɪᴀɴ ᴀᴅᴀʟᴀʜ ꜱᴀʟᴀʜ ꜱᴀᴛᴜɴʏᴀ?ʙɪʟᴀ ɪʏᴀ, ᴋᴏᴍᴇɴᴛᴀʀ/ꜰᴇᴇᴅʙᴀᴄᴋ/ᴠᴏᴛᴇ

ʙɪʟᴀ ᴛɪᴅᴀᴋ, ᴋᴏᴍᴇɴᴛᴀʀ/ꜰᴇᴇᴅʙᴀᴄᴋ/ᴠᴏᴛᴇ

ᴛᴀᴘɪ ᴋᴀᴍɪ ᴘᴜɴʏᴀ ᴘᴇʀᴛᴀɴʏᴀᴀɴ: ᴀᴘᴀ ᴇɴᴀᴋɴʏᴀ ʙᴇʀᴜꜱᴀʜᴀ ᴍᴇɴᴊᴀᴅɪ ᴘᴀʜʟᴀᴡᴀɴ?

ᴋᴇᴊᴀʏᴀᴀɴ? ɴᴀᴍᴀ ᴛᴇʀᴍᴀꜱʏᴜʀ? ᴀᴛᴀᴜ ᴍᴜʀɴɪ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴅɪʀɪ ꜱᴇɴᴅɪʀɪ ᴍᴇʀᴀꜱᴀ ʟᴇʙɪʜ ʜᴇʙᴀᴛ?


ꜱᴀʟᴀᴍ,

ᴘᴀʀᴀ ʙᴀʏᴀɴɢᴀɴ ᴅɪ ʙᴀʟɪᴋ ᴛɪʀᴀɪ ɢᴏʀᴅᴇɴᴍᴜ.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top