𝕭𝖆𝖇 6
Ketika mereka kembali ke ruangan itu, tinggal empat kru yang tersisa. Selama menunggu, Ree mencari-cari kesempatan untuk berbicara dengan Andreas tapi nyatanya adiknya seakan menghindari tatapannya. Gadis yang memeluknya tadi sudah tidak terlihat. Ke mana perempuan itu?
Ree menimang untuk berjalan ke arah Andreas sekarang dan masa bodoh dengan segala konsekuensinya. Ia tidak peduli bila kru Pandawa akan langsung dapat mengenalinya. Mungkin ia bisa langsung membawa Andreas keluar dari turnamen ini.
Gadis itu hendak melangkah menuju Andreas ketika seseorang menggenggam lengannya. Ree memutar tubuhnya untuk menemukan Kairav.
"Apa yang kau lakukan padaku tadi?" Geram Kairav.
Ree berusaha menghentakkan genggaman Kairav tapi kekuatannya terlalu besar.
"Lepaskan," kata Ree.
Tapi ketika Kairav tidak kunjung melepaskannya Ree berkata, "Kukira kau sudah mengerti. Kau harus menghadapi ketakutan terbesarmu send–"
Kairav mengguncang tubuh Ree hingga gadis itu merintih. Tatapan pria itu tajam. Ree memutuskan saat itu juga bahwa ia tidak menyukai Kairav. Meski ia makhluk legendaris, meski ia seorang Basma.
"Bukan itu." Geram Kairav lagi. "Kau melakukan sesuatu padaku hingga aku terjatuh. Apa yang kau lakukan?"
"Bukankah orang tua memiliki risiko tinggi untuk jatuh sendiri?"
Kairav mengencangkan genggamannya pada lengan Ree hingga Ree merintih kesakitan kembali.
"Hey!" Seru Rangga. "Lepaskan dia!"
Si Pangeran menggenggam lengan Kairav dan seketika tangannya bersinar merah. Hawa panas serta kepulan asap mulai muncul dari bawah genggaman Rangga. Si Pangeran membakar lengan Kairav. Tapi nampaknya Si Basma tidak terpengaruh. Ia bahkan tidak merintih kesakitan sedikit pun.
"Kairav!" Seru Penyihir Putih.
Kairav menurut, ia melepaskan genggamannya pada Ree. Dengan kesal Ia melangkah mundur meski tatapan matanya masih membakar Ree. Entah kenapa Ree merasa sebagian besar amarahnya adalah karena Ree membunuh wanita itu di depannya. Kairav hanya mencari-cari alasan untuk merasa amarah. Dan Ree dapat mengerti hal itu.
"Tunggu," kata Ree.
Ia mengambil tangan Kairav dan sebelum pria itu dapat menggeram kembali, Ree menyentuhkan jemarinya kepada luka bakar di lengannya. Luka itu tidak parah tapi pasti lumayan perih. Jemari Ree bersinar berwarna biru muda selagi ia memanggil magis penyembuh untuk menyembuhkan luka Kairav. Dengan cepat daging dan kulit bersatu kembali dengan sempurna.
"Anggap ini permintaan maaf karena melakukan hal tadi."
Dengan kasar Kairav menepis tangan Ree. Tapi Ia tidak berbicara lebih.
Ree tidak menyukai pria itu. Dasar pria tua pemarah.
Kairav kembali duduk di dekat kru miliknya ketika Rangga berkomentar, "Bedebah."
Rangga kemudian menanyakan apa Ree baik-baik saja. Gadis itu hanya mengangguk. Sebuah pengertian muncul di antara mereka berdua. Mereka harus berhati-hati terhadap Kairav, apalagi ketika Ree menggunakan bayangannya. Ia adalah orang yang sangat cermat.
Kemudian kru Pandawa dipanggil. "Mariii kita sambut kru Pandawa! Kru terkenal dari Judistia buatan Raja Jagrav dannnn kali ini kontestan spesial kita adalah... Andreas von Mikael, seorang pemagis murni!!!"
Para penonton bersorak riuh sekali. Mereka sangat penasaran dengan sosok Pemagis Murni. Ketika rumor mengenai bayi Pemagis Murni tersebar, banyak orang dari berbagai pelosok kontinen mendatangi desa tempat bayi itu lahir. Mereka melakukan ziarah dan memberikan banyak hadiah untuk keluarga itu. Namun tak lama rumor berkata seekor makhluk buas menghancurkan kediaman mereka dan menculik sang bayi beserta ibunya. Dua tahun yang lalu, Ree baru menyadari bahwa Nareen yang mengirim binatang buas itu.
Dari lima puluh satu kru yang mendaftar, hanya tersisa lima belas kru sekarang. Kini kru Pandawa dan kru lain sedang memperebutkan tempat untuk maju ke permainan berikutnya.
Kepanikan mulai memasuki Ree. Bagaimana bila Andreas tidak selamat di permainan ini? Bagaimana bila kru Pandawa tidak melindungi Andreas?
Andreas adalah yang terakhir naik dari tangga di sebelah kanan arena. Dengan cepat Ree memosisikan dirinya di dekat tangga. Ketika Andreas melewatinya, pundak mereka bersentuhan dan Ree berbisik, "Kau harus menghadapi ketakutanmu sendiri. Hanya itu caranya."
Bocah pria itu seakan tidak mendengar Ree. Hingga sekarang ia masih mengindari tatapan Ree. Tak lama sosok bocah itu menghilang dari pandangan Ree.
Kemudian Ree mendengar sesuatu yang membuatnya sangat kaget.
Setelah Madoff berseru untuk membuka gerbang tempat para makhluk manifestasi ketakutan terbesar muncul, terdengar para penonton berkesiap. Beberapa dari mereka bahkan berteriak, salah satu dari penonton berseru, "Itu Sang Karma!"
Hati Ree mencelus. Tubuhnya mematung di dekat tangga.
Di dekat Ree, Danum terkesiap. "Sang Karma... aku mendengar banyak tentangnya," bisik Danum pada Bima.
"Dia satu-satunya orang yang memiliki kontrak dengan makhluk selain dewa. Ia melakukan kontrak dengan Naga Hitam. Sampai sekarang masih menjadi misteri bagaimana dia melakukannya. Aku dengar banyak orang mencarinya untuk pengetahuan itu. Banyak rumor bilang dia memiliki magis kematian, ada pula yang bilang dia memiliki magis yang menyedot jiwamu dan menjadikan boneka. Tidak ada yang selamat dari pembantaiannya, sehingga tidak ada yang mengetahui magis sebenarnya seperti apa. Hanya Nareen yang tahu. "
"Aku penasaran bayaran apa yang diperlukan oleh Naga Hitam?" Tanya seorang kontestan dari kru lain.
"Aku dengar bayarannya adalah seluruh pasukan Nareen beserta anggota tubuh Nareen Nygard!" Kata orang lain lagi. Ree mendengar seseorang meringis mendengar itu.
"Terdengar seperti monster gila kekuasaan," kata Lex.
Ree hanya terdiam. Sudah lama ia tidak mendengar sebutan itu. Apakah ketakutan terbesar Andreas adalah Sang Karma? Karena malam itu?
Namun pertanyaan Madoff seakan menjawab pertanyaan Ree. "Apa hubunganmu dengan Sang Karma, kru Hitam?" Tanya Madoff penuh penasaran. "Kalian semua memiliki ketakutan yang sama."
Dengan suara lantang seseorang dari kru Hitam berkata, "Dia membantai teman-teman kami. Lalu menggunakan nyawa mereka sebagai bayaran kontrak dengan Naga Hitam."
Dada Ree seakan tertusuk oleh jutaan pisau beracun.
Tidak, kata Ree dalam hati. Tidak mungkin.
Karena Ree mengenali suara itu.
"Sang Karma membantai teman kalian berlima?" Tanya Madoff, kemudian ia mendecakkan lidahnya.
Akhirnya Ree menaiki anak tangga, hanya memunculkan kepalanya untuk melihat sumber suara itu.
Ia harus memeriksa sumber suara itu.
Di antara para kontestan yang memakai jubah berwarna hitam, seorang pria muda berdiri. Rambutnya cokelat, warna matanya abu-abu, dan kulitnya putih. Ia memiliki tahi lalat kecil di bawah mata kirinya.
Tidak mungkin.
Ia melihat teman seperjuangannya dulu. Xi.
Berdiri di salah satu podium khusus bayangan adalah sosok yang tidak akan pernah Ree lupakan. Nareen Nygard. Pria itu sedang berdiri, tersenyum bangga melihat kru Hitam.
Bajingan. Apa yang dia lakukan kali ini?
Ree hendak mengirimkan bayangan untuk mencapai bayangan orang itu. Untuk mencari tahu apakah itu benar Xi atau bukan. Tetapi pria itu berada di tengah arena, bila Ree mengirim bayangan pasti satu arena dapat melihatnya.
"Wahai rakyat Andalas dan seluruh penghuni kontinen Pallaea." Suara Nareen menjadi nyaring. "Salam kuberikan kepada Raja dan Ratu Andalas."
Pria itu memutar tubuhnya dan dengan satu kakinya yang masih utuh, ia berlutut. Kakinya yang lain terbuat dari tongkat kayu, sehingga ia harus sedikit meregangkannya ketika berlutut. Terlihat tidak nyaman.
"Saya di sini mendaftarkan kru kebanggaan saya, kru Hitam! Tujuan kami adalah untuk memancing Sang Karma keluar."
Para penonton terkesiap. Mereka semua mempertanyakan bagaimana ia akan melakukan itu. Danum tiba-tiba muncul di samping Ree. Gadis berkulit gelap itu juga memunculkan kepalanya. Ekspresinya penuh penasaran. Ia menyengir kepada Ree, Sekarang semuanya menjadi menarik, bukan?"
Ree tidak bisa membalas kegirangan yang dirasakan Danum. Seperti langit dan bumi, Ree justru merasa dirinya sedang dikubur dalam tanah.
Bima dan kontestan-kontestan lain pun juga berlomba untuk mendapatkan sekilas dari adegan di arena.
Untuk pertama kalinya, Raja Judistia bersuara. "Sang Karma sudah menjadi sumber yang ditakuti beberapa tahun belakangan ini. Bagaimana kau akan melakukan hal itu?"
Nareen menyengir. "Aku mendapatkan sumber bahwa ia menjadi kontestan di turnamen tahun ini. Hanya aku yang mengetahui rupa dan magis yang ia miliki. Akan ada waktunya dia akan memberitahu dunia siapa dirinya. Dan saat itu keadilan akan dapat ditegakkan!!"
Melihat Nareen masih dapat berdiri di podium bangsawan, orang itu ternyata masih memiliki koneksi-koneksi yang sangat kuat. Meski sudah kehilangan sebagian besar mata pencahariannya, juga anggota tubuhnya, pria itu masih bisa membentuk sebuah kru untuk didaftarkan di turnamen. Juga ia mendapatkan informasi mengenai partisipasi Sang Karma. Tentu, informasi bersifat personal seperti itu hanya dapat diperoleh melalui koneksi yang sangat berpengaruh.
Ree melirik pada Andreas. Memastikan bocah itu baik-baik saja bertemu dengan Nareen Nygard kembali. Nareen telah menghancurkan hidupnya. Dan meski Nareen sempat menahan Andreas beberapa tahun yang lalu, ia tidak akan mengakuinya di depan satu arena ini. Usaha gelap Nareen menjad sangat sukses karena seperti namanya, mereka beroperasi dalam kegelapan. Arena turnamen adalah tempat yang sangat terang sehingga Nareen harus memilih jalan dengan hati-hati.
Andreas terlihat tidak karuan. Ia mematung melihat Nareen.
Raja Judistia tertawa. Sang Ratu yang duduk di sebelahnya bertepuk tangan. Satu per satu penonton kemudian bertepuk tangan mengikuti teladan Sang Ratu.
"Kami akan menantikan saat itu. Ia harus membayar karena menggunakan banyak sekali nyawa untuk magisnya." Lanjut Sang Raja, "Turut berduka cita untuk teman-teman kalian kru Hitam."
Nareen baru saja memutarbalikkan fakta dan menorehkan nama baik Sang Karma. Malam itu tidak ada yang tersisa kecuali Nareen sendiri. Tentu siapa yang dapat mengatakan sebaliknya yang terjadi?
Memang licik.
Tanpa pemberitahuan apa-apa, permainan dilanjutkan. Kru Pandawa melawan masing-masing ketakutan mereka dan kru Hitam bersatu melawan Sang Karma. Manifestasi magis kuno akan Sang Karma adalah seorang berjubah hitam yang diselubungi oleh asap-asap hitam. Wajah dan kulitnya tidak ada yang terlihat. Ia bergerak dengan melayang. Dan ia dapat mengeluarkan sulur-sulur hitam dari manapun.
"Kereeen," kata Danum di samping Ree. "Sang Karma sekuat itu!"
Sorakan penonton melihat pertandingan dua kru terakhir hari itu menulikan telinga. Ree sempat melihat Andreas mengirimkan badai angin untuk mematahkan sayap makhluk yang dilawannya. Tetapi seperti yang Ree khawatirkan, bertemu dengan Nareen kembali telah membuat Andreas menjadi lengah.
"Hanya segitu kemampuan Pemagis Murni?" Nareen sengaja meninggikan suaranya, "Kecewa sekali."
Nareen dengan sengaja mengeluarkan komentar-komentar untuk Andreas. Jelas terlihat Andreas menjadi semakin lengah setiap kali Nareen berkomentar. Bahkan ia sampai salah langkah dan makhluk itu hampir menerkam lehernya. Untung saja ia dapat menangkis terkaman itu dengan membuat tembok angin menggunakan magisnya.
Ini tidak bisa dibiarkan. Dengan cepat Ree mengumpulkan magisnya untuk meraih setiap bayangan yang berasal dari kru penonton. Satu per satu bayangan penonton berbisik padanya. Ree menghiraukan bayangan dari kursi penonton biasa, ia hanya mendengarkan bayangan-bayangan dari podium bangsawan. Seperti sedang mencari halaman yang tepat dari ribuan halaman di buku.
Raja Judistia. Bukan.
Conrad Foyer. Bukan.
Putri Bangsawan. Bukan.
Nareen Nygard.
Ree memperkuat koneksinya dengan bayangan Nareen. Kemudian Ree mengimitasi magis Sang Karma. Ia membuat sulur-sulur hitam dari bayangan Nareen. Orang-orang yang berdiri di sekitar Nareen mulai terkesiap. Sebelum Nareen sempat bereaksi, Ree membuat sulur hitam itu untuk memukul tengkuk Nareen ketika pria itu hendak membuka mulut untuk berkomentar lagi. Pria itu justru menggigit lidahnya sendiri. Kemudian Ree membuat satu sulur hitam menyumpal mulut Nareen. Lalu dengan sulur-sulur hitam yang lain, melilit kedua kaki Nareen dan menariknya sehingga Nareen terjatuh pada bokongnya.
Semua orang yang melihat itu tertawa. Bahkan Raja dan Ratu Judistia yang tadi bertepuk tangan pada Nareen ikut tertawa. Ree melihat Andreas juga tersenyum kecil melihat itu. Bocah itu berhasil memfokuskan diri, persis yang Ree ajari, dan membuat badai angin yang akhirnya menamatkan makhluk itu.
Ree tersenyum puas. Ia melepas pegangannya pada bayangan Nareen. Sulur-sulur hitam itu menghilang seketika.
Ketika sulur hitam sudah menghilang dari muka Nareen, terlihat muka pria itu merah padam.
"Awas kau Sang Karma! Kau akan membayar semua ini!!" Seru Nareen.
Andreas sudah aman. Itu yang terpenting. Ree tidak peduli bila ia harus mengimitasi Sang Karma berkali-kali bila hal itu bisa membuat Nareen berhenti mengganggu Andreas.
Ketika Ree turun dari anak tangga, kontestan lain sudah menyerbu untuk mendapatkan posisi Ree. Ternyata adegan tadi membuat bahkan para kontestan pun penasaran. Mereka ingin melihat aksi Sang Karma. Meski sebenarnya itu hanyalah Ree yang mengimitasi Sang Karma.
Di anak tangga terakhir, seorang kontestan bahkan menarik Ree turun dengan paksa. Dengan cekatan Ree meloncat dan mendarat dengan kedua kakinya. Ketika ia mendongakkan kepalanya, ia menangkap tatapan tajam dari Kairav. Entah kenapa pria itu seakan berkata, 'Kau memiliki andil dalam adegan tadi, bukan?'
Ree berpura-pura memasang wajah kosong. Ia ingin menyampaikan pada Kairav, 'Apa maksudmu?' Kairav tidak berkomentar apapun.
Sebelum pertandingan terakhir selesai, beberapa pelayan berpakaian kain putih muncul dari pintu pertama tempat mereka masuk.
"Mari kami antarkan kalian ke penginapan kalian selama di turnamen," kata salah satu dari mereka. "Silahkan ikuti kami. Mereka yang tidak diantar oleh kami akan dihukum oleh magis kuno untuk hilang selamanya dalam komplek koloseum."
Para kontestan yang masih ingin asik menonton mengeluh.
"Bagaimana dengan mereka?" Tanya Ree menunjuk pada kru yang yang masih bertanding di arena.
"Mereka akan diantar oleh Madoff sendiri. Pun tujuan penginapan kalian masing-masing berbeda. Bila kalian tidak mengikuti kami sekarang dan justru mengikuti rombongan berikutnya, kalian akan tersesat pula."
Ree merasa hal itu tidak masuk akal. Namun ia menurut. Begitu pula semua kontestan lain. Mereka semua menaiki tangga untuk keluar dari ruangan bawah tanah itu lalu keluar dari arena koloseum dan berjalan ke bagian kanan komplek koloseum.
Beberapa langkah di kanan koloseum adalah labirin yang tebuat dari pagar-pagar tumbuhan. Sekarang Ree mengerti mengapa bila mereka tidak diantar mereka akan tersesat selamanya. Labirin itu sangat panjang dan membingungkan. Di atas labirin, kabut menutupi matahari. Sepertinya terbang bukanlah opsi yang baik di atas labirin ini.
Dengan dipimpin oleh pelayan koloseum, dengan mudah mereka berjalan melalui belokan demi belokan. Satu pelayan koloseum mengantar suatu kru berbeda arah dari yang lain.
Belum sempat siapapun bertanya seorang pelayan koloseum pria berkata, "Kru Pangeran Pemberontak, silahkan ikuti saya." Pelayan koloseum itu mengarahkan mereka berbelok kanan sedangkan kru lain berpisah arah pula, baik ke kiri maupun berjalan lurus.
Setelah melewati beberapa belokan, akhirnya mereka sampai pada bukaan. Mereka keluar dari labirin dan menemukan sebuah bagunan kecil. Hanya dua lantai dan terdapat taman disertai air mancur di depannya.
"Ini adalah kediaman kalian," kata pria itu.
"Jadi kita tidak bisa mengunjungi kediaman kru lain?" Tanya Ree.
"Tidak dengan berjalan." Lanjut pria itu, "Ataupun terbang dikarenakan kabut." Untuk pertama kalinya Ree memerhatikan pelayan koloseum yang mengantarnya.
Bagaimana Ree bisa melewatkan rambut putih itu?
Karena Wiseman berdiri di depannya.
Ree mematung seketika. Ia bersumpah melihat pria itu tersenyum kecil sebelum berbalik badan untuk membuka pintu bangunan.
"Selamat datang di tempat penginapan kalian," katanya.
Mereka disambut oleh ruangan yang besar dan hangat. Terdapat sofa, meja pendek, dan perapian.
Ruangan di sebelah kanan adalah dapur dan di sampingnya lagi adalah sebuah meja makan besar. Dan di sebelah kiri, sebuah tangga melingkar berada. Di atas terdapat lorong dengan tiga pintu di sebelah kiri dan dua pintu di sebelah kanan. Di ujung lorong itu adalah sebuah cermin besar yang diapit oleh dua vas bunga mawar merah muda.
"Nama saya Wiseman. Bila kau butuh bantuan apapun, baik itu makanan, pakaian, maupun lainnya, akan ada sebuah lonceng di kamar kalian. Bunyikan lonceng itu dan aku akan datang."
"Kau bukan manusia," kata Ree tanpa sadar. Ia telah berusaha membaca bayangannya, namun tidak ada informasi apapun yang berguna kecuali bahwa pria itu telah berada di koloseum untuk waktu yang sangat sangat sangat lama.
"Dan kau bukan pemagis yang biasa," katanya pada Ree. Gadis itu menahan napas terhadap kalimat itu.
"Semua orang yang lolos permainan pertama turnamen bukanlah pemagis biasa." Lanjut Wiseman, "Nikmatilah penginapan kalian. Ada buku peraturan turnamen di setiap kamar kalian. Mohon dibaca."
"Permainan dilakukan setiap minggu, tetapi khusus permainan kedua akan dilakukan esok hari. Bila permainan pertama lebih untuk seleksi, permainan kedua lebih seperti perkenalan. Kalian diperkenalkan pada para penonton dan para penonton dapat mensponsori kru yang mereka inginkan. Entah berupa makanan, senjata, atau apapun. Setiap hari setelah itu ada jadwal latihan dari pagi hingga siang. Makan pagi, siang, dan malam disediakan di kediaman ini dan di gedung serbaguna. Setiap kali kalian ingin pergi ke suatu tempat, bunyikan lonceng. Pada minggu keempat terdapat pesta dansa di Kerajaan Andalas. Saya akan menjemput kalian setiap waktunya untuk pergi dan mengantar kalian kembali lagi dengan selamat."
"Bila tidak ada pertanyaan, saya pamit terlebih dahulu. Ingat, besok adalah permainan kedua," Wiseman membungkuk kepada mereka, lalu Ia menghilang di balik labirin itu.
Ditinggal oleh Wiseman, suasana rumah itu menjadi sangat hening. Mereka berkumpul di ruang tengah. Tempat perapian menyala untuk memberikan kehangatan di malam musim panas yang dingin.
Lex akhirnya adalah yang pertama bersuara, "Jadi, apa alasanmu mengikuti turnamen?" tanyanya pada Ree.
"Aku mencari adikku," kata Ree.
"Di... turnamen ini..?" Tanya Danum.
Danum melepas tudungnya, menunjukkan rambut hitam lebat yang diikat dan mata cokelat tua yang besar. Namun hal yang paling menarik adalah kedua daun telinganya yang memanjang ke bawah. Beberapa anting besar bertengger di masing-masing telinga. Ciri khas bangsa Dijamer.
"Kau... bangsa Dijamer?"
"Ya," jawab perempuan itu tak gentar. "Aku adalah satu-satunya yang tersisa." Mata cokelatnya mengilat.
"Maafkan aku."
Perempuan itu tidak menggubris permintaan maaf Ree dan kembali bertanya, "Jadi adikmu adalah kontestan pula?"
"Ya."
"Kenapa kau mencarinya bila kau sudah tahu dia akan menjadi kontestan turnamen?" Tanya Lex.
Pria itu menanggalkan jubahnya kemudian duduk di sofa berwarna hitam yang menghadap ke arah Ree. Di sudut matanya, Ree dapat melihat Rangga melangkah mengambil tempat di belakangnya, menghalangi dirinya dan pintu keluar. Danum berdiri kokoh di sebelah kirinya, menghalangi Ree dari tangga, sementara Bima berada di kanan Ree.
Ree dikelilingi.
Empat lawan satu.
Bima pasti menggunakan kemampuan telepatisnya untuk membuka jalur komunikasi antarpikiran keempat orang ini dan Rangga menyuruh mereka mengambil posisi. Untuk menginterogasi Ree.
Cukup mengesankan.
Tapi mereka lupa, Ree masih memiliki bayangannya bila ia ingin pergi.
"Ia diculik oleh kru itu dua bulan yang lalu. Aku hanya ingin memastikan dirinya aman dan membawanya pulang ketika aku bisa. Kebetulan aku butuh kru sementara kau butuh anggota kelima."
"Menurutku, agak mencurigakan bahwa kemunculan dirimu bertepatan dengan kepergian Tia," kata Lex dengan suara rendah. "Apa kau mengancamnya untuk pergi?"
"Bila iya, apa yang akan kalian lakukan? Akan lebih menguntungkan bagi kalian untuk membiarkanku hidup dan bertarung daripada mati atau dijadikan korban kontrak–"
"Kami bukanlah orang yang ringan tangan menjadikan orang lain sebagai korban kontrak," geram Rangga.
Ree membalikkan badan menghadap Pangeran Pemberontak itu, "Berarti ini adalah hari keberuntunganku. Lagipula gadis itu sudah tidak bisa tidur selama dua hari. Ia kehilangan nafsu makan dan setiap waktu ia habiskan dengan perasaan gelisah. Ia tidak yakin akan kemampuannya sebagai penyembuh di turnamen ini."
"Lebih lagi, ia tidak tahan memikirkan dirinya akan membunuh seorang lain. Dia adalah penyembuh, bukan pembunuh. Rekan tim yang seperti itu hanya akan membawa kalian jatuh. Aku telah menolong kalian dari dia."
"Tahu apa kau tentang Ti–" Lex berseru, amarah terpancar di manik cokelatnya, tapi Ree memotongnya.
"Dan menolong dirinya dari kalian."
Ree ingin mengingatkan mereka bahwa para bayangan dapat berbisik padanya. Maka ia berkata, dengan lembut namun tajam, "Dia ketakutan bersama dengan kalian. Bayangannya memberitahukanku. Sejujurnya dia benci ayahnya menyuruh gadis itu untuk mengikutimu ke negeri ini. Ia lebih memilih di Judistia bersama kakaknya."
Ia menahan tatapan Rangga.
"Itulah kenapa kau tidak pernah menginklusi dirinya di pertemuan kalian, kan? Karena hal itu hanya akan membuatnya lebih takut dan justru menggagalkan rencana kalian."
Ree menaikkan satu alisnya, menantang jawaban Rangga. Tapi alih-alih menjawab dia justru bertanya, "Seberapa detil informasi yang kau dapatkan dari bayangan?"
Gadis itu ragu sejenak sebelum memutuskan menjawab sejujurnya. Bahwa bayangannya selalu akurat meski terdapat bayangan yang loyal dan tidak mau membocorkan sepeser pun informasi pemiliknya.
"Bagaimana dengan bayangan kami?"
"Bayanganmu dan Danum tidak mau memberitahukanku apapun. Bayangan Bima terkadang berbisik. Bayangan Lex yang cukup cerewet. Tapi tetap termasuk loyal. "
"Hah?"
"Aku bisa mengetahui betapa kau membenciku, Lex. Bayanganmu mengulanginya berkali-kali padaku. Bahwa kau membenciku karena kau pikir aku membayar mahal untuk magisku."
"Jangan baca bayanganku!" geram Lex sambil berdiri.
"Bagaimana kami dapat tahu bahwa yang kau katakan adalah sebenarnya?" Tanya Rangga. "Kau bisa saja mendapatkan informasi lain dari bayanganmu dan justru memberikan informasi yang salah kepada kami."
Ia membicarakan kesepakatan mereka sebelumnya. Untuk Ree bekerja membantu pemberontakannya selama di turnamen ini.
Ree menghela napas.
Kepercayaan bukanlah sesuatu yang mudah.
"Lex berumur dua puluh satu tahun hari ini. Selamat ulang tahun."
Rangga menekan kedua bibirnya rapat, ia menatap Ree bingung. Sementara Ree hanya menoleh ke arah Bima yang memasang kedua mata terbelalaknya.
"Ba– bagaimana k–"
"Apakah aku jujur?"
"Uhh... iya..." Lanjut bocah itu, "Tapi bagaimana... Tiba-tiba saja pikiranmu menjadi jelas, di satu tempat itu..."
"Seperti yang kubilang, aku menutupi pikiranku dengan bayangan. Tapi.." Ree menarik napas. "Aku dapat menarik bayangan di tempat tertentu, untuk membiarkan Pembaca Pikiran membaca bagian yang ingin kutunjukkan."
Ree meluruskan pandangan kembali kepada Rangga, sang pemimpin kru ini, sang pangeran pemberontak, "Apakah metode ini cukup?"
Rangga menimbang beberapa saat. Mata birunya tajam, nadanya sama sekali tidak ramah ketika ia berkata, "Cukup."
Kemudian Rangga berjalan ke arah kursi tempat Lex berada. Ia duduk di sofa hitam itu dan Lex kembali mengikuti duduk. Lex bertanya pelan, "Bagaimana caranya untuk membuat bayanganku lebih loyal... untuk tidak membocorkan apapun?"
Ree mendelikkan bahu, Ree pun tidak tahu bagaimana caranya.
ʙᴀɢᴀɪᴍᴀɴᴀ ᴅᴇɴɢᴀɴ ᴅɪʀɪᴍᴜ? ᴀᴘᴀᴋᴀʜ ʙᴀʏᴀɴɢᴀɴ ᴅɪ ʙᴀᴡᴀʜ ᴋᴀᴋɪᴍᴜ ᴛᴇʀᴍᴀꜱᴜᴋ ʏᴀɴɢ ʟᴏʏᴀʟ ᴀᴛᴀᴜ ᴛɪᴅᴀᴋ?
ᴋᴏᴍᴇɴᴛᴀʀ, ꜰᴇᴇᴅʙᴀᴄᴋ, ᴅᴀɴ ᴠᴏᴛᴇ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴍᴇɴɢᴇᴛᴀʜᴜɪɴʏᴀ...
ꜱᴀʟᴀᴍ,
ᴘᴀʀᴀ ʙᴀʏᴀɴɢᴀɴ ᴅɪ ꜱᴜᴅᴜᴛ ᴋᴀᴍᴀʀᴍᴜ.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top