𝕭𝖆𝖇 51

Kau tidak ingin memercayainya. Bagaimana kau bisa? 

Ketika orang yang sangat kau sayangi justru menikammu. 

Ketika kau pikir kau mengetahui orang itu, tapi ternyata kau tidak. 

Hal seperti ini membuatmu berpikir, apa salahmu? Mengapa hal ini bisa terjadi?

Untuk sesaat, padangan dan pendengaran Ree menjadi kabur. Ia hanya dapat mendengar deru napasnya sendiri. Darah di perutnya mulai mengalir keluar, terasa hangat di tangannya, tapi gadis itu masih menatap Andreas. Mencari di balik mata adiknya... mencari sebuah alasan.

Pendengarannya kembali lebih cepat sementara pandangannya masih terbutakan oleh sinar yang silau. Ia mendengar di kejauhan orang-orang mulai berteriak. Lebih histeris dari sebelumnya. Kedengarannya ada yang sudah meninggal –mungkin orang-orang yang jatuh itu. 

Lalu Ree mendengar derap langkah kaki. Semakin lama semakin keras. Tepat ketika mata Ree sudah terbiasa dengan cahaya matahari, seseorang mengangkat kepalanya. Pandangannya kepada Andreas dihalangi oleh wajah Kai.

Tangan besar Kai menekan luka tusuk di perut Ree. "Bertahanlah, bocah," bisiknya.

Kini Ree dapat melihat bahwa tak hanya Andreas dan Bida yang berada di arena pasir. Semua anggota kru Bida dan kru Pandawa memunculkan diri. Mereka mengelilingi Ree dan Kai. 

Ree melirik gapura tempat kru Penyihir Putih berada. Sebuah tembok transparan dengan ukiran simbol antimagis menghalangi kru itu untuk keluar. Simbol sama yang digunakan Madoff untuk menghalangi magis Ree. 

Kemudian Ree melirik gapura tempat kru Pangeran Pemberontak berada. Rangga baru saja memasuki arena kemudian ia melemparkan sesuatu dan mengukir simbol yang sama. Sebuah tembok transparan terbentuk begitu cepat hingga Lex dan Danum terhantam olehnya ketika mencoba berlari keluar.

Ree menangkap pandangan Rangga. Ree kecewa... tapi Ree mengerti mengapa ia melakukannya. Rangga putus asa membutuhkan bantuan Putri Pertama untuk pemberontakannya. Ia melihat Rangga membisikkan sesuatu kepada teman-temannya di balik tembok itu, mungkin menjelaskan alasannya mengorbankan Ree.

Lex, terutama, terlihat pucat. Ree tidak tahu Lex akan sepeduli itu bila ia mati. Aku kira Lex membenciku?

"Kita memercayai yang ingin kita percayai," bisik Ree lebih pada dirinya sendiri.

"Ssshh.." bisik Kai, "Rosea baru saja membunuh Raja dan Ratu Andalas. Juga Madoff. Kalau kau bisa menyembunyikan dirimu dalam bayangan, aku bisa mengatasi semua orang ini. Selamatkan dirimu sendiri."

Dengan tangan satunya, Ree membelai wajah Kai, "Kenapa? Kau menolongku sekarang karena ingin memanfaatkan diriku juga nantinya?"

Raut wajah Kai berubah terluka. "Apakah itu yang kau percayai?"

Banyak orang yang Ree temui hanya memperalat Ree. Para dewa, Rangga, dan sekarang, Andreas. Dan mereka yang tulus menyayangi Ree... mereka selalu menjadi korban. Keluarganya, kemudian Pasukan Bayangan. 

Ree lelah. Sangat lelah. 

Hidupnya seakan seperti diatur oleh orang lain. Bagaimanapun Ree mendapatkan kebahagiaan, pasti akan ada pihak yang melemparkannya kembali ke masa lalunya. 

Seperti hidupnya adalah sebuah siklus. Siklus kehilangan.

Ree tidak tahu bagaimana merespon kepada Kai. Salahkah dia untuk tidak memercayai siapapun saat ini?

Dari atas koloseum, Rosea berbicara, "Para penonton, janganlah takut!" Suaranya lantang, penuh percaya diri. 

Rosea melepas topengnya, membuat para penonton terkesiap. 

"Ramalan sudah sangat dekat. Aku tidak punya maksud jahat untuk kalian, aku justru ingin menyelamatkan kalian semua. Menyelamatkan satu Pallaea."

Rosea melangkah ke udara tepat ketika sebuah batu gaib muncul di bawah kakinya. Batu gaib itu mengantarnya turun ke atas pasir arena, tepat di samping Madoff yang tersungkur di arena berpasir. Sepatu elegan Rosea melangkah di atas genangan darah pria buatan magis kuno itu. Ree bahkan tidak tahu Madoff dapat dibunuh.

Madoff meludahi sepatu Rosea, membuat putri itu membeku. "Kau adalah palsu." Rosea mengangkat satu kakinya untuk menginjak kepala Madoff. Pria itu merintih kesakitan, ia berusaha mengangkat kepalanya melawan pijakan Rosea, berusaha untuk bernapas. Tapi Madoff sudah kehilangan darah banyak, tenaganya pun melemah.

"Penonton!" panggil Rosea kembali, "Mungkin kau kaget kenapa aku bisa membunuh Madoff. Jawabannya adalah selama ini dia telah berbohong pada kita. Dia bukanlah buatan magis kuno. Dia sebenarnya adalah makhluk hidup yang terperangkap di koloseum ini. Dia tidak bisa keluar dari koloseum ini. Tapi dia bisa mereplika dirinya dengan magis, membuatnya dapat keluar dari koloseum. Madoff yang kita biasa lihat adalah replika dari dirinya yang asli. Apakah kalian tahu siapa dirinya yang sebenarnya?"

Rosea mengangkat kakinya. Madoff akhirnya dapat bernapas. 

"Lihatlah, dia adalah Wiseman, Binara, Kollos, dan semua pelayan koloseum. Dia juga menyebut dirinya Barro, Sang Mahatahu. Sebutan-sebutan itu adalah nama para dewa kuno, sebelum Sang Bunda membuat dunia kita sekarang. Mereka terperangkap menjadi sebuah makhluk yang saling memiliki koneksi di koloseum ini. Ia membangun koloseum ini, menyerap sedikit demi sedikit magis para kontestan selama lima ratus tahun untuk menambah kekuatannya sendiri."

"Ia adalah kehancuran yang diramalkan. Ia ingin menghancurkan dunia kita, ingin menginjak-injak nama Sang Bunda." Rosea berhenti untuk memberikan efek dramatis. 

"Tapi ramalan itu juga memunculkan sosok pahlawan."

Semua orang di koloseum terkesiap. Beberapa mengutarakan bahwa Rosea sudah menjadi gila. Beberapa hanya mematung, tidak tahu harus merespon apa.

"Itu benar!" seru Andreas, "Ramalan tidak berbohong. Seribu tahun yang lalu, kehancuran Pallaea sudah terukir di garis waktu. Tetapi Putri Pertama dari Judistia adalah penyelamat dunia." 

Pemagis murni itu kemudian berlutut dengan satu kaki, satu tangan di dada. "Aku mengikrarkan diriku padamu, Putri Pertama."

Foyer dan kru–nya mengikuti tindakan Andreas. Kemudian Bida dan semua kru–nya. Terakhir, dan meski terlihat ragu, Rangga melakukannya.

Melihat banyak kontestan memercayai Rosea, banyak penonton mulai berpikir cerita itu adalah kebenaran. 

"Kalau begitu kenapa kau membunuh Raja dan Ratu kami?" Teriak salah satu prajurit kerajaan Andalas.

Rosea melihat prajurit itu dengan tenang. 

"Mereka adalah korban yang diperlukan untuk aku mendapatkan kekuatan yang diramalkan padaku." 

Rosea mulai mengulang ramalan itu kalimat per kalimat. 

"'Satu sedarah, semua magis dapat kau ambil.' Karena seluruh keluargaku sudah mati, sudah jelas interpretasi itu adalah mereka yang memiliki darah kerajaan sepertiku."

Gadis itu kemudian memutar menghadap Ree dan Kai. 

"Janya memiliki hubungan khusus dengan Sang Bunda. Hanya kami yang dapat mengetahui nama asli Sang Bunda, oleh karena itu hanya kami yang dapat melakukan kontrak dengan beliau. Saat pembantaian terjadi, aku masih terlalu kecil untuk mempelajari nama sakral itu." 

Rosea menunjuk ke arah Ree. 

"Tapi para dewa membawakanku Sang Karma. Ia yang dapat menyerap kekuatan Naga Hitam, ia yang dapat menyerap magis penyembuh. Jenis magis yang sama seperti Sang Bunda. Pastilah para dewa membawanya padaku agar Sang Karma dapat memberitahuku nama Sang Bunda. Supaya aku dapat melanjutkan ramalan."

Semua kontestan lain di arena mulai mengambil posisi kecuali Rangga. Di tangan mereka terdapat tombak dengan simbol yang sama pada tembok transparan. Simbol antimagis.

"Kairav Yuvan, Sang Pahlawan," panggil Rosea. Ree bersumpah mendengar Kairav menggeram. "Bagaimana kalau kau serahkan Ree pada kami? Kami tidak punya masalah denganmu. Kami bahkan akan sangat merasa terhormat bila kau mau membantu kami menyembuhkan dunia."

Tangan besar Kai memberikan tekanan lembut untuk terakhir kali pada perut Ree yang masih berdarah. "Tekan terus," bisiknya. Kemudian ia meletakkan kepala Ree dengan lembut di pasir.

"Kai," bisik Ree panik, "Simbol itu... memblokir magis."

"Sudah kuduga."

Kai berdiri, tubuhnya menghalangi para kontestan lain dari Ree.

"Sangat disayangkan," Rosea mendecak tidak suka. "Tsk. Apa yang kau lihat dari mantan pelayanku itu, huh?"

Para kontestan lain mulai berlari ke arah Kai, berusaha menombaknya atau menusuknya atau bahkan hanya memeganginya sehingga orang lain dapat melukainya. Kai dengan cepat membuat satu orang sesak bernapas karena air, kemudian ia membuat seorang lain mengalami paru-paru basah. Kai memunculkan cambuk air untuk menghantam tiga orang lain ke tembok koloseum, membuat mereka menjatuhkan semua senjata mereka. 

Namun ia tidak menduga seragan kontestan yang dapat terbang. Kontestan itu mendorongnya dari belakang hingga Kai tersungkur tengkurap di atas pasir arena. Dua orang lain mulai meloncat ke atas tubuh Kai, menahan tubuh besarnya di bawah. Dua orang lain berusaha menahan kakinya. Kai melihat di sudut matanya seorang lain mengambil senjata bersimbol itu dan mulai berlari untuk menusuknya. 

Hanya beberapa senti sebelum mengenai kulit Kai, tubuh Kai mulai bersinar. Semua orang yang melihatnya kaget, hingga pegangan pada tubuh Kai mulai mereda.

Tubuh Kai membesar dan membesar. Perubahan itu terjadi begitu cepat. 

Ree tidak dapat melihat bagian mana yang muncul terlebih dahulu. Sebelum ia dapat berkedip untuk kedua kalinya, sebuah naga sudah terbang meliku ke atas langit. Naga itu berwarna biru, dan seperti ular raksasa dengan empat kaki. Makhluk itu memiliki ekor dan garis punggung yang berwarna perak. Mata naga itu... berwarna merah.

Naga itu mengeluarkan auman yang menggetarkan satu koloseum. Kemudian makhluk itu memutar menuju satu kontestan, meremukkan orang itu ke tanah. Lalu ia menggigit kontestan lain yang di sekitar. Mengangkat tubuh itu dengan moncong kuatnya lalu melemparkannya ke arah kontestan lain. Tak sampai di situ, naga itu mengeluarkan semburan es untuk membekukan tiga kontestan lain.

Naga itu hendak membekukan keenam kontestan yang tersisa ketika Rosea berseru, "Berhenti!" Kai memutar pandangannya untuk melihat Rosea sudah berdiri di atas Ree dengan satu pisau di atas dada Ree.

Kai mematung. Sosok naganya menggeram, menunjukkan puluhan gigi taring yang tajam.

"Aku kira kau akan mengerti, Kairav Yuvan," kata Rosea dengan nada kecewa, "Lagipula kau pernah berkorban untuk menyelamatkan dunia. Apalah arti satu nyawa untuk menyelamatkan satu kontinen?"

Kairav mengaum. Lebih kencang dari sebelumnya. 

"Aku tidak memilih untuk menyelamatkan dunia," geramnya, "Istriku yang memilih mengorbankan dirinya sendiri. Ia memaksakan kontrak itu padaku."

"Tapi kau...," lanjut Kairav, "Kau tidak ingin menyelamatkan dunia. Kau hanya ingin menjadi 'Putri Pertama,' kau hanya ingin mendapatkan kekuatan Putri Pertama. Kau bahkan tidak menyesal atas semua nyawa yang kau ambil."

Rosea mengelak. "Semua itu perlu! Ramalan mengatak–"

Suara Rosea tiba-tiba berhenti ketika mendengar Ree tertawa. Rosea tertegun. Tawa Ree semakin keras, semua penonton dapat mendengarnya.

Rosea yang kesal mendengar dirinya diketawai menjambak rambut Ree lalu menarik kepalanya menatap wajah Rosea.

"Maaf, tapi ini sangat lucu, pff...," kata Ree di sela-sela ketawanya. Wajah Rosea yang terlihat berkerut karena gusar justru membuat Ree makan terbahak-bahak. "O– ow.. Oww..." rintih Ree ketika tawanya membuat perutnya sakit. Meski ia tidak berhenti tertawa.

"Apa yang lucu?!" Seru Rosea.

"Biar kutanya satu pertanyaan," lanjut Ree dengan tenang, "Apa bunga favoritmu?"

Wajah Rosea kini menjadi bingung. Ia kembali tertegun. Ree menatapnya lurus, sepasang mata beriris hitam menatap sepasang mata beiris hitam. Namun, Ree dapat melihat perbedaan di matanya dengan mata Rosea.

"Te– tentu saja bunga mawar. Itulah mengapa aku dinamai Rosea."

Ree tertawa kembali mendengar jawaban Rosea. Tanpa terduga, Madoff yang ternyata sudah sadar kembali meski dalam keadaan sekarat, juga ikut tertawa.

"Itu yang semua orang pikir. Semua orang tahu nama lain bunga mawar adalah Rosa." 

Dengan sisa kekuatannya, Ree menggenggam pisau yang bertengger di atas dadanya. Dari jarak dekat, Ree dapat melihat pisau itu memiliki simbol tersendiri. Tiga bulatan pada gagangnya, tanda kontrak. Pantas saja Madoff atau Wiseman atau Barro –yang ternyata selama ini adalah satu makhluk yang saling terhubung, dapat tumbang dengan pisau itu. 

Pisau dengan magis kontrak yang bertolak belakang dengan magis kuno Wiseman. Di saat tidak ada yang melihat, Rosea menusuk Raja dan Ratu Judistia, juga Madoff. Ia juga sempat mengganti para prajurit yang menjaga pondium sehingga mereka langsung menghalangi siapapun yang mencoba menghentikan Rosea. Ia memiliki kekuatan Pandawa, juga sudah menarik kru Foyer dan Bida ke sisinya.

Semua rencana ini... tidak mungkin Rosea bergerak sendiri.

"Tapi ibumu dan aku tahu... bunga favorit Rosea adalah bunga matahari. Kau bukanlah Rosea Gayatri Janya."

"Ap– apa..."

"Kau bukanlah Rosea Gayatri Janya," kata Ree dengan lebih lantang, memastikan semua penonton koloseum dapat mendengar. 

"Kau palsu." Ree meludahi wajah Rosea.

Dalam amarah, Rosea mengeluarkan teriakan yang tidak manusiawi. Ia menarik pisau itu ke atas dan langsung menusuk wajah Ree yang masih tersenyum.

Namun Ree justru pecah menjadi kepingan debu-debu hitam yang menyatu dengan bayangan koloseum. Rosea melihat pisau itu tertancap pada tangannya yang tadi menjambak rambut Ree. Darah mengucur keluar dari telapak tangan Rosea, menodai pasir arena.

Sementara tubuh Ree seakan hilang tanpa jejak. Hanya kolam bayangan di pasir arena yang terlihat.



ʀᴏꜱᴇᴀ ʏᴀɴɢ ʙᴜᴋᴀɴʟᴀʜ ʀᴏꜱᴇᴀ 

 ᴘᴀɴᴛᴀꜱ ꜱᴀᴊᴀ, ꜱᴇꜱᴜᴀᴛᴜ ᴛᴇʀᴀꜱᴀ ꜱᴀʟᴀʜ ᴅᴀʀɪ ᴅɪʀɪɴʏᴀ ꜱᴇᴍᴇɴᴊᴀᴋ ᴛᴜʀɴᴀᴍᴇɴ ᴅɪᴍᴜʟᴀɪ 

 ᴋᴀᴍɪ ɪᴋᴜᴛ ʙᴇʀɴʏᴀɴʏɪ ꜱᴀᴊᴀʟᴀʜ 

 'ꜱᴜɴ ᴡᴏɴᴛ ʀɪꜱᴇ ꜰᴏʀ ᴏᴜʀ ᴍᴏʀɴɪɴɢ 

 ʏᴏᴜ ᴄᴀɴᴛ ᴄᴏᴍᴇ ʙᴀᴄᴋ ꜰʀᴏᴍ ᴛʜᴇ ᴅᴇᴀᴅ 

 ᴛʀʏ ᴛᴏ ᴅʀʏ ᴍʏ ᴇʏᴇꜱ ꜰᴏʀ ᴛʜᴇ ꜰᴀʟʟᴇɴ 

 ʙᴜᴛ ᴛʜᴇ ᴛᴇᴀʀꜱ ᴡᴏɴᴛ ᴡᴀɪᴛ ꜰᴏʀ ᴛʜᴇ ʀᴇꜱᴛ' 


 ꜱᴀʟᴀᴍ, 

 ᴘᴀʀᴀ ʙᴀʏᴀɴɢᴀɴ ʏᴀɴɢ ʟᴇʟᴀʜ ᴅᴇɴɢᴀɴ ʙᴇɢɪᴛᴜ ʙᴀɴʏᴀᴋɴʏᴀ 'ᴋᴇᴘᴀʟꜱᴜᴀɴ' ᴅɪ ᴅᴜɴɪᴀ ɪɴɪ



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top