𝕭𝖆𝖇 37

Ree melihat dirinya di kaca untuk kesekian kalinya. Gaun ini sangat indah. Sangat menawan, terutama ketika dipadukan dengan warna kulit Ree yang sedikit pucat.

Sangat mengerikan. Bila saja warnanya bukan merah, Ree mungkin akan menyukai gaun itu.

Merah, karena magis kuno tahu Ree sudah menumpahkan banyak darah.

Brokat berwarna emas di bagian tubuh Ree meliku di setiap sudut dengan indah. Mereka membentuk pola tumbuhan rambat dan berpusat di pundah kanan Ree. Seakan menyimbolkan sinar mentari. Sementara pundak kiri Ree tanpa lengan, menunjukkan kulit yang pucat. Beberapa guratan terlihat pada tangan Ree, luka-luka yang ia dapatkan selama menjadi Pasukan Bayangan dan berburu di hutan Kalindra.

Pakaian-pakaian itu juga datang dengan alas kaki. Sebuah hak tinggi berwarna merah untuk menyamai gaunnya.

Tak lama setelah Ree memakai gaun itu, debu-debu magis mengelilingi tubuh Ree. Mereka membuat kulit Ree tampak lebih cerah, memakaikan pewarna pada pelupuk mata dan pipi Ree, memanjangkan bulu mata, dan membuat bibir Ree berwarna merah darah pula. Debu-debu itu juga membuat rambut bergelombang Ree terlihat lebih mengilau kemudian mengepang beberapa helai rambut.

Ketika debu-debu itu menghilang, Ree hampir sudah tidak bisa mengenali gadis di kaca. Sangat berbeda penampilannya dengan gadis yang pertama kali datang di turnamen guna untuk menyelamatkan adiknya.

Seseorang mengetuk pintu Ree, "Lima menit lagi matahari terbenam. Pesta akan dimulai ketika itu."

"Aku akan keluar."

Dengan satu hembusan terakhir, Ree memutar tubuhnya sementara matanya tetap melihat kaca. Pakaian itu sedikit rendah di bagian punggung, menunjukkan guratan biru dan hitam di punggung Ree. Seakan magis kuno ingin menunjukkan siapa Ree sebenarnya. Dan meski hal itu masih membuat Ree waswas, ia cukup puas dengan kelebatan rambutnya yang mampu menutupi hal itu.

Ketika Ree keluar dari kamar, Danum dan Lex mendecak kagum melihat Ree. Begitu juga Bima. Sementara rahang Rangga turun.

Pria pemarah itu terlihat sangat tampan dengan pakaian barunya. Magis kuno ternyata juga merapikan rambutnya dan memberikannya sepatu kulit berwarna hitam.

"Kau terlihat...." Lanjut Rangga, "...Menakjubkan."

Ree bisa merasakan mata Rangga memperhatikannya dari ujung kepala hingga ujung kaki.

"Kau pun terlihat tampan," balas Ree. "Kalian semua terlihat menawan. Suatu pemandangan yang enak ketika sudah terbiasa melihat muka jelek dan berkeringat kalian."

Danum mencibir akan pernyataan itu dan Bima terkekeh. 

Wiseman mengantarkan mereka ke depan gerbang koloseum. Sebuah kereta kuda sudah menunggui mereka. Bagian dalam kereta itu lebih luas daripada yang terlihat di luar.

"Kru lain sudah berada di istana," kata Wiseman. "Kalian adalah yang terakhir. Dan kuperingatkan, melukai ataupun menjadikan oranag lain sebagai korban kontrak dilarang keras selama masa pesta. Baik kontestan maupun non-kontestan."

Pria itu menutup pintu kereta ketika Ree sudah masuk ke dalam. "Kau tidak ikut dengan kami?"

"Kita tidak bisa meninggalkan koloseum, Non," kata Wiseman lembut. Ree mengingat kembali ajaran Wiseman pada dirinya mengenai magis kuno. Ia tahu Wiseman memiliki kekuatan magis kuno yang besar.

ᴛᴇʀᴘᴇʀᴀɴɢᴋᴀᴘ.

"Tapi Madoff bisa."

"Madoff adalah buatan magis kuno. Kami yang terperangkap di sini awalnya adalah makhluk lain," lanjut Wiseman dengan berbisik. "Tenang saja, mata Madoff adalah mataku." Ree dapat bersumpah melihat Wiseman mengedipkan satu mata dengan cepat.

Ree justru tidak tenang mendengar hal itu. Meski Wiseman adalah dalang di balik Madoff, pria berambut hijau itu rupanya terprogram untuk bertingkah gila. Ree tidak bisa memprediksi apa yang akan Madoff lakukan.

Ia pun memikirkan kemungkinan yang dapat terjadi sembari kusir memacu kuda menuju kastil kerajaan royal Andalas.

Para peserta diantarkan oleh kereta kuda yang sudah diberi magis proteksi oleh magis kuno. Magis itu membuat para peserta tidak bisa seenaknya keluar kereta selama perjalanan. Tentunya, magis itu adalah untuk perlindungan para rakyat dari para peserta. Para peserta koloseum hanya dapat turun di kastil istana –yang juga sudah dilengkapi berbagai magis proteksi, dan ketika kembali ke dalam koloseum.

Jarak kastil dengan koloseum tidak terlalu jauh. Dalam hitungan menit, kereta mereka sudah memasuki halaman istana. Seorang pelayan mengantarkan mereka melewati lorong demi lorong, menuju ruang pesta dansa. 

Selama berjalan, Ree memerhatikan sikap Bima yang seperti menutup diri. Ia berjalan lebih lambat dari yang lain. Ree akhirnya melambatkan langkahnya dan berjalan di samping bocah yang terlihat gundah itu.

"Kau tidak suka dengan pakaianmu?" tanya Ree pelan. Kali-kali Bima tidak ingin yang lain tahu.

Bima menggeleng. "Tenunan ini..." 

Tangannya menyentuh kain tenun yang ia pasang di pundak kanannya. "Ini adalah tenunan yang ibu Arya buat untuknya... sebelum ia menjadi korban. Ia memakai kain tenun ini di hari ia dibunuh. Tubuhnya beserta kain tenun ini ikut menjadi debu."

Ree tidak tahu harus berkata apa. Ia tidak tahu bagaimana caranya menghibur seseorang. Tapi ia tahu rasanya kehilangan, dan ia tahu apa yang dibutuhkan. 

Dengan pelan dan lembut, Ree menautkan jemarinya pada jemari Bima. Jemari bocah itu merespon balik.

"Mungkin Arya ingin kau memilikinya." Lanjut Ree dengan lembut, "...Dan magis kuno koloseum menjawab kehendaknya."

"Untuk menghukumku?" Suara Bima seakan tercekik. Ree dapat melihat matanya sudah mulai berkaca-kaca.

"Percayalah, bila ia ingin menghukummu ada banyak cara lain untuk melakukannya. Tapi mengirimmu tenun ini?" 

Ree berhenti dan memutar tubuhnya. Begitu pula Bima, sehingga mereka saling berhadapan, "Ia ingin memberitahumu 'aku di sini.'" 

Ree melepaskan tautan jemarinya dengan Bima lalu meletakkannya pada dada kiri bocah itu. "Ia berkata padamu melalui magis kuno, 'aku di sini,' bahwa dia mendukungmu. Bahwa dia ada di sisimu."

Sebuah bulir air mata bergulir di pipi Bima. Ree menghapus bulir air mata itu dengan pelan.

"Bagaimana kau tahu itu?"

"Aku tidak tahu." Jawab Ree dengan mantap, "Tapi aku bisa merasakannya."

Dengan perkataan itu, Bima menjadi tenang. Tatapannya mencerah karena ia memercayai perkataan Ree. Terlebih lagi, ia memercayai nuraninya sendiri. 

Rasa. Ya, Bima dapat merasakannya pula. 

Sebelumnya, ia terlalu banyak berpikir. Tenggelam dalam segala kemungkinan yang ada. Namun ketika ia mengupas nuraninya, ia dapat merasakan kehangatan kain tenun itu. Ia mengambil tangan Ree dari pipinya lalu menangkupnya dengan kedua tangannya sendiri di depan dadanya. Tanpa suara, Bima mengatakan terima kasih.

Seseorang mendeham di dekat mereka. Ree menarik tangannya dari Bima. Ketika ia mendongak menuju arah suara, jantungnya seakan berhenti.

Andreas.

"Aku tidak punya banyak waktu, Gor akan segera mencariku." Katanya, "Boleh aku berbicara denganmu?"

Bima melirik antara dua orang itu. Akhirnya ia berkata, "Aku akan masuk ke ruangan terlebih dahulu."

Lalu, untuk pertama kalinya semenjak Andreas pergi dari rumah... mereka dapat berbicara. Ree mengirim bayangan untuk mengintai sekitar mereka, memastikan tidak ada orang atau makhluk lain yang bersembunyi. Kemudian ia menguji bayangan Andreas, menariknya dan menghasutnya untuk berbisik pada Ree.

ᴀɴᴅʀᴇᴀꜱ. ᴅɪᴀ ʙᴇɴᴀʀ ᴀɴᴅʀᴇᴀꜱ.

"Ree..." Suara Andreas serak, "Maafkan aku–"

Tubuh Ree seakan bergerak sendiri, rasa rindu yang berat mendorong lengannya untuk merangkul bocah di hadapannya. Isak tangis pecah dari sosok adiknya. Andreas membalas rangkulan Ree.

"Sudah kubilang." Gumam Ree pelan, "Jauhkan pikiran bersalah dari dirimu."

"Maafkan aku tidak mendengarkanmu lebih dulu." Kata Andreas di sela isakannya, "A– aku terlalu terpaku pada perkataan orang lain mengenai ramalan itu... aku tidak ingin berada di kru itu lagi."

Ree mengidamkan momen ini semenjak tiga bulan yang lalu. Kini Ree dapat membawanya pulang.

"Shhh... shhh." Ree membelai lembut kepala Andreas, "Aku akan mengeluarkanmu dari kru itu."

"A– aku... ta.. takut... Gor sangat ma– marah.. karena a– aku membunuh Rema." Isakan Andreas semakin menderu, "Aku tidak sengaja... sumpah Ree, aku tidak bermaksud... astaga, aku adalah pembun–"

"Tidak Dre," sergah Ree sembari mengusap kepala dan punggung Andreas dengan lembut. "Itu adalah kecelakaan."

"Aku ingin p– pulang..."

Hati Ree seakan retak mendengar adiknya menangis seperti ini. Ia pun ingin membawa adiknya pulang saat itu juga.

"Kau harus memberanikan diri sebentar lagi. Aku tahu seseorang yang tahu jalan keluar dari turnamen ini. Aku akan mengeluarkan kita."

"B­– ba.. gaimana?"

"Aku akan memberitahumu di permainan berikutnya. Aku hanya butuh lima menit untuk menjabarkan rencananya." Ree memegang kedua pundak Andreas dengan kuat, memaksa mereka saling bertatapan, "Kau harus berjanji kau akan berjuang untuk hidup. Oke? Beranikan dirimu sebentar lagi, aku akan membawa kita pulang. Janji?"

Andreas mengangguk. Ia sudah berhenti menangis.

"Tapi kau harus memberitahuku rencana Gor di permainan berikutnya. Kita harus tahu rencananya bila ingin rencana kita untuk pulang berhasil."

"Ia belum ada rencana apapun. Tapi bila kau membuka pikiranmu sebelum permainan kelima dimulai, aku bisa menyampaikannya lewat saluran mental."

Ree mengernyit mendengar itu. Nampaknya magis murni Andreas sudah berkembang. Kini ia dapat menggunakan magis Pembaca Pikiran. 

Giliran Ree yang mengangguk. "Tiga menit sebelum permainan dimulai. Dan jauhi memoriku mengenai Naga Hitam."

Adiknya mengusap matanya, sebuah senyuman muncul, "Kau pikir aku sebodoh itu?"

Ree mengusap rambut bocah itu karena gemas. Sebuah senyuman juga terpampang di wajahnya. Tapi tak lama senyuman itu memudar. "Aku akan masuk terlebih dahulu. Tunggulah selama sepuluh menit sebelum kau masuk kembali."

Ia memegang kedua wajah Andreas dan menyatukan kedua dahi mereka. "Aku akan mengeluarkan kita. Aku berjanji."

Dengan hati yang berat, Ree menurunkan tangannya. Ia menghela napas dengan gundah, kemudian ia berjalan melewati Andreas. Sekali lagi ia mengirim bayangan untuk mengintai sekitar. Tidak ada orang. 

Ree menoleh ke belakang, mendapati adiknya menatapnya dengan mata besar berwarna biru muda. Adiknya yang sangat bertalenta namun mau bagaimanapun, ia adalah seorang bocah. Ree bertekad kuat untuk mengeluarkan Andreas dari turnamen ini sebelum terlambat.

Sebelum ramalan terpenuhi. Ree harus melindungi Andreas dari ramalan itu. 

ᴋᴀʟɪ ɪɴɪ, ᴋᴀᴍɪ ᴛɪᴅᴀᴋ ʙɪꜱᴀ ʙᴇʀᴋᴏᴍᴇɴᴛᴀʀ ʙᴀɴʏᴀᴋ.

ꜱᴇʟᴀɪɴ... ʟᴀɢᴜ ᴋᴀʟɪ ɪɴɪ ꜱᴀɴɢᴀᴛ ᴄᴏᴄᴏᴋ ᴍᴇɴɢɢᴀᴍʙᴀʀᴋᴀɴ ʙᴀʙ ɪɴɪ...

...ᴅᴀɴ ᴍᴇʀᴜᴘᴀᴋᴀɴ ᴘʀᴇʟᴜᴅᴇ ᴜɴᴛᴜᴋ ʙᴀʙ-ʙᴀʙ ꜱᴇʟᴀɴᴊᴜᴛɴʏᴀ.


ꜱᴀʟᴀᴍ,

ᴘᴀʀᴀ ʙᴀʏᴀɴɢᴀɴ.



Music: When the Last Hope Runs Out

by: Mustafa Avsaroglu


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top