𝕭𝖆𝖇 34


Ree tetap berdiam diri di tengah arena. Ia melihat Madoff mengantarkan Rosea dan Medea kembali ke platform bangsawan kemudian mereka menghilang melalui entah-pintu-magis-apa.

Ree tidak menyukai Rosea, Sang Putri Pertama. Presensinya seakan menguarkan aura marabahaya. Ia adalah pengendali kru Pandawa dan ia melakukan bisnis dengan Nareen.

Ah, Ree lelah memikirkan segala hal. Mengapa, mengapa, dan mengapa. Seumur hidupnya ia menanyakan hal yang sama. 

Mengapa Xi? Mengapa mereka ingin tahu bagaimana Sang Karma mendapatkan kekuatan dari Naga Hitam? Mengapa Rosea bekerja sama dengan Pandawa dan Nareen? Mengapa Andreas mendapatkan 'titah dewa' untuk mengikuti turnamen ini? Mengapa, dari semua kru yang Ree dapat pilih, ia justru memasuki kru Pangeran Pemberontak? Mengapa Madoff membantu Rosea mendapatkan jawaban dari kekuatan Naga Hitam? 

Mengapa? Mengapa? Mengapa?? 

Mengapa teman-teman Ree harus mati? Mengapa pemberontakan Janya terjadi dan Ree harus kehilangan keluarganya?

Mengapa aku masih hidup?

Ree tidak sadar ia telah mengepalkan tangannya terlalu kuat hingga kulit telapak tangannya pecah dan darah menetes ke atas pasir. Rasa sakit sedikit menyadarkan Ree dan ia mendesah. Pelan dan panjang.

Ia melihat semua peserta sudah meninggalkan arena. Kakinya dengan gontai berjalan menuju gedung di mana krunya tinggal. Namun dirinya belum siap bertemu dengan anggota kru nya yang lain. Ia akhirnya memutuskan menuju perpustakaan menggunakan magis bayangannya.

Penjaga perpustakaan yang menjengkelkan itu sedang duduk di tangga rak sembari membaca buku ketika Ree datang. 

"Halo Sang Karma," sapanya tanpa menoleh dari bacaannya.

Ree tidak memiliki tenaga untuk membalasnya. Juga tidak untuk bertanya bagaimana ia dapat langsung tahu mengenai kejadian beberapa jam yang lalu.

"Aku sudah tahu dari awal," kata pria itu. Kali ini Ree tersentak.

"Apa kau membaca pikiranku?" Tanya Ree. "Tapi tidak mungkin... pikiranku tidak bisa diba–"

"Kau pikir aku ini apa?" Tanya pria itu jengkel. 

"Aku ini makhluk pengetahuan. Aku tahu hampir semuanya tentang dunia ini. Pengetahuan mencakup prediksi apa yang ada di benak orang, apa yang akan terjadi di masa depan."

"Jadi... Kau cenayang?"

Pria itu mengangkat wajahnya dari bacaannya. Tatapannya penuh nanar menatap Ree. "Berani-beraninya kau menyamakan pengetahuan dengan cenayang!"

Ree melambaikan satu tangannya dengan satu gerakan. "Aku sedang tidak ada tenaga untuk meladenimu pria tua. Biarkan aku dengan damai."

"Hmph!" Pria itu kembali pada bacaannya. 

Ree hendak melangkah menuju bagian dalam perpustakaan, di mana ia tidak akan dapat melihat pria tua itu –ia butuh sendiri dan ketenangan –ketika pria itu berkata dengan lembut, "Turut berduka cita akan kehilanganmu."

"Tapi asal kau tahu saja, ini barulah permulaan."

Pria itu tidak berkata-kata lagi, maka Ree melanjutkan menuju pojok kanan perpustakaan. Tempat ia menemukan buku itu minggu lalu. Dan benar saja, buku itu masih berada di tempat yang sama.

Mungkin buku ini tahu jawabannya.

Ree menyentuh kulit pembungkus buku itu dan mulai membuka halaman pertama dengan pelan. Kata-kata yang sama menyambutnya.


𝑯𝒊𝒏𝒈𝒈𝒂 𝒓𝒂𝒎𝒂𝒍𝒂𝒏 𝒕𝒆𝒓𝒑𝒆𝒏𝒖𝒉𝒊, 𝒘𝒂𝒌𝒕𝒖 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒕𝒆𝒓𝒖𝒔 𝒃𝒆𝒓𝒉𝒆𝒏𝒕𝒊, 𝒅𝒂𝒏 𝒔𝒊𝒌𝒍𝒖𝒔 𝒕𝒂𝒌𝒅𝒊𝒓 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒕𝒆𝒓𝒖𝒔 𝒃𝒆𝒓𝒋𝒂𝒍𝒂𝒏.


Bulu kuduk Ree berdiri. Namun ia melawan perasaan gundah dalam dadanya.

Ketika ia membalikkan halaman, sebuah diagram menunjukkan silsilah keluarga... bukan, nama-nama yang tertera pada setiap cabang tidaklah menunjukkan nama belakang yang sama seperti satu keluarga seharusnya. 

Silsilah itu dibagi menjadi tiga bagian oleh dua garis putus-putus. Di samping kiri setiap bagian, tertera angka. Ketika Ree membaca angka itu, ia menyadarinya sebagai angka tahun. Bagian pertama adalah untuk abad 1-3, kemudian bagian kedua adalah untuk abad 4-6, dan pada bagian terakhir adalah untuk abad 7-9. Di atas halaman, terdapat lusinan nama. Semakin ke bawah halaman, nama-nama itu jumlahnya menipis. Hanya ada dua nama di bagian paling bawah silsilah.


𝑫𝒂𝒓𝒆𝒏 𝒀𝒖𝒗𝒂𝒏 𝒅𝒂𝒏 𝑺𝒚𝒍𝒗𝒊𝒂 𝑪𝒓𝒂𝒏𝒆.


Tidak seperti nama-nama lain, kedua nama ini terhubungkan oleh satu garis lurus di antara mereka. Dan di tengah garis lurus itu, satu cabang garis muncul menuju ujung kertas bagian bawah.

Ree membalikkan halaman itu dan menemukan hanya ada satu nama tertera. Garis lurus muncul dari pinggir kertas bagian atas menuju nama itu.


𝑲𝒂𝒊𝒓𝒂𝒗 𝒀𝒖𝒗𝒂𝒏.


Tidak ada angka di samping namanya.

Tangan Ree menyentuh nama itu.

"Ah, Sang Pahlawan," seru penghuni perpustakaan itu. 

Ree mengangkat wajahnya dari buku dan menemukan pria menjengkelkan itu sedang duduk di depannya.

Bagaimana dia bisa duduk tanpa Ree atau bayangannya mendengar apapun?

"Aku bukan sepenuhnya manusia," kata pria itu seakan membaca pikiran Ree, "Tidak seperti kau dan Kairav yang sepenuhnya manusia."

"Kau hanya memiliki ketidakberuntungan dilahirkan di... masa ini," kata pria itu.

Ree memperhatikan pria itu. Ia berkata dirinya adalah makhluk pengetahuan. Mungkinkah pria itu sudah mengetahui diri Ree sebenarnya?

"Apa yang membuat Kai disebut sebagai Sang Pahlawan?" 

Ree menanyakan ini, setengah karena penasaran dan setengah karena ia ingin mengulur waktu, memerhatikan pria tua misterius ini lebih lagi.

"Dua ratus tahun yang lalu, seorang Basma terlalu lama menggunakan kemampuan Siluman-nya. Kau tahu bahwa Basma memiliki kecenderungan terjebak pada tubuh Siluman-nya bila kemampuan itu digunakan terus menerus, bukan?"

Ree mengangguk.

"Kairav adalah salah satu ksatria yang dikumpulkan oleh Chandraguna Janya untuk menghentikan iblis itu. Dia baru berumur 103 tahun. Baru saja menikah. Saat itu dia masih merupakan Kesatria Muda, namun kemampuan magis dan kepawaiannya dalam perang membuat namanya harum di Andalas. Apalagi, semua orang mengetahui bahwa dia adalah Manusia Abadi. Satu-satunya yang tersisa."

"Gordilock, kontraktor yang menjadi buas itu berpikir bahwa ada kontrak keempat yang dapat diraih. Ia merencanakan peembunuhan massal yang melibatkan nyawa setengah populasi kontinen ini. Ia hanya dapat dihentikan ketika Kairav menuntaskan kontrak ketiganya. Kau mau tahu bayaran apa yang diminta Dewa kepada Kairav?"

Ree tahu jawabannya. 

Sesakitnya dirimu di luar, rasa sakit di dalam selalu dapat berteriak lebih kencang. 

Ree mengangguk pelan, lidahnya kelu dan berat. Ia tidak bisa menyuarakan jawabannya meski benaknya teringat perempuan yang memanggil nama Kairav di Hari Perkenalan.

Untuk sesaat mereka hanya duduk berhadapan dalam diam. "Saat ini kau pasti berpikir, untuk apa pria seperti Kairav mengikuti turnamen ini," kata pria itu.

"Tidak," jawab Ree, "Aku cukup tahu mengapa."

Pria itu mengangkat satu alisnya, "Benarkah?"

Sesuatu mengenai cara pria itu memandang Ree membuat Ree berpikir pria itu mengetahui lebih dari yang ia telah katakan.

"Kau bilang kau adalah makhluk pengetahuan. Makhluk apakah itu? Dan apa panggilanmu?"

"Tidakkah bayanganmu dapat langsung mengetahui?"

ᴋᴜɴᴏ. ᴅɪᴀ ᴍᴀᴋʜʟᴜᴋ ᴋᴜɴᴏ. ᴛᴇʀᴘᴇʀᴀɴɢᴋᴀᴘ. ɪᴀ ᴍᴇᴍᴜᴊᴀ ᴘᴇɴɢᴇᴛᴀʜᴜᴀɴ. ꜱᴇɴᴅɪʀɪ. ᴋᴜɴᴏ. ʙɪᴊᴀᴋ. ᴍᴀʜᴀ ᴘᴇɴɢᴇᴛᴀʜᴜᴀɴ.

"Mereka berkata kau adalah makhluk kuno... dan bahwa kau terperangkap."

Suara tawa yang menggelegar muncul dari pria itu. 

"Benar, dalam umur manusia aku berumur dua ribu tiga ratus dua puluh sembilan tahun. Tapi aku bukanlah Manusia Abadi seperti Kairav. Dari awal aku bukanlah manusia."

"Terperangkap? Benar sekali!" Pria itu menepuk tangannya tiga kali dengan pelan. 

"Aku sudah terperangkap di perpustakaan ini selama hampir seribu tahun lamanya. Tidak ada petarung yang pernah mengunjungi perpustakaan, kecuali dirimu."

"Dan... panggilanmu?" Tanya Ree.

"Dulu mereka memanggilku dengan sebutan lain. Tapi di sini, aku dipanggil Barro, penjaga perpustakaan."

Ree menelengkan kepalanya, "Bukan 'Maha Pengetahuan'?" 

Bila dugaan Ree benar, Barro adalah makhluk yang sama seperti  Wiseman. Dari jawaban Barro, sepertinya pria tua ini memiliki eksistensi tersendiri. Dalam arti, ia bukanlah seperti Madoff yang dikendalikan oleh Wiseman. Namun ia adalah entitas yang sama seperti Wiseman. Itu juga berarti dua makhluk kuno itu, Wiseman dan Barro, terperangkap di koloseum ini.

"Aku kehilangan gelar itu semenjak aku terperangkap di sini." Barro memajukan tubuhnya dan menatap Ree lurus, "Apa kau akan membebaskanku, Ree?"

Ree tidak punya jawaban untuk itu. Tatapan Barro terasa membakar, terlihat jelas makhluk kuno ini ingin sekali dibebaskan dari magis kuno yang menahannya di sini. Akhirnya Ree mengalihkan pandangannya ke buku di hadapan gadis itu.

"Aku tidak tahu caranya," jawabnya, "Lagipula, siapa tahu kau diperangkap di sini karena dosamu?"

"Satu-satunya yang telah berdosa di dunia ini adalah ia yang merencanakan semua ini. Ia yang memerangkap kami. Ia yang memutarbalikkan aturan dunia. Ia bahkan yang membuat dirimu seperti ini."

Pernyataan itu membuat Ree penasaran bagaimana Barro melihat Ree sebenarnya. "Maksudmu Sang Bunda?" 

Sang Bunda adalah Ibu untuk semua dewa dan dewi. Dia adalah ratu di negeri khayangan... dan naga yang paling kuat.

"Di mata kami..." kata Barro pelan. Deru napasnya mulai meningkat. "Dialah Iblis yang sebenarnya."

Intensitas di mata Barro penuh akan kebencian. Ree tidak bisa berpaling darinya.

"Aku baru saja membeberkan bahwa aku adalah makhluk yang dipenjarakan oleh Sang Bunda. Di mata para pengikut, aku adalah makhluk yang jahat. Kau tidak takut padaku?"

"Kau terperangkap di sini. Untuk apa aku takut?"

"Poin yang bagus..."

"Lagipula," lanjut Ree, "Aku tahu rasanya dianggap sebagai 'monster'. Jauh sebelum aku menjadi Sang Karma, aku telah menjadi semacam monster."

"Apakah kau yang membuat dirimu menjadi monster ataukah... dunia yang membuatmu menjadi monster?"

Untuk sejenak Ree hanya memandang Barro kembali. Dari dekat, Ree baru menyadari bahwa telinga Barro lancip, seperti telinga fae. Rambut putihnya diikat di belakang dan ia selalu menggunakan kemeja dan jas yang sama setiap kali Ree berkunjung.

Jemari Ree membuka halaman baru di buku itu, namun Ree hanya menemukan halaman kosong. Ia buka halaman-halaman berikutnya dan semuanya kosong. Tidak ada guratan tinta satu pun.

"Apa... Apa-apaan ini..?"

"Buku itu menunjukkan apa yang perlu kau ketahui sekarang. Bila kau masih belum mengerti pula." Barro menghembuskan napasnya. "Ini masih bukanlah waktunya."

Lagi-lagi berkata ini bukanlah waktunya untuk Ree mengerti. Sama seperti yang dikatakan Wiseman...

"Bicaralah dengan Bahasa Judistia–"

"Tidurlah, Ree. Kembalilah setelah pesta dansa. Akan kuberitahukan apa yang dapat kau lakukan untuk mengeluarkan Andreas dari turnamen ini."

Mata Ree membelalak mendengar itu. "Beritahu aku sekarang!"

Ree hendak beranjak dari kursinya namun Barro menghembuskan sesuatu ke arah wajah Ree. Pandangan Ree mengabur, kepalanya seakan diputar-putar. Ketika pandangannya mulai fokus kembali, ia sudah berada di atas kasur di kediaman kru miliknya.


ᴀᴋʜɪʀɴʏᴀ ᴅᴀᴘᴀᴛ ᴜᴘᴅᴀᴛᴇ ʟᴀɢɪ. ᴋᴀᴍɪ, ᴘᴀʀᴀ ʙᴀʏᴀɴɢᴀɴ, ꜱᴜᴅᴀʜ ʟᴇʟᴀʜ ᴍᴇɴᴜɴɢɢᴜɪ ᴀᴜᴛʜᴏʀ ꜱᴇʟᴇꜱᴀɪ ᴜᴊɪᴀɴ.

 ꜱᴇɴᴀɴɢ ꜱᴇᴋᴀʟɪ ʙɪꜱᴀ ʙᴇʀᴛᴇᴍᴜ ᴅᴇɴɢᴀɴ ᴋᴀʟɪᴀɴ ᴋᴇᴍʙᴀʟɪ. 

ꜱᴇᴍᴏɢᴀ ᴋᴀʟɪᴀɴ ᴍᴇɴʏᴜᴋᴀɪ ᴍɪꜱᴛᴇʀɪ ʏᴀɴɢ ᴅɪꜱᴜɢᴜʜᴋᴀɴ ᴋᴀʟɪ ɪɴɪ.

ᴏʜ ʏᴀ, ᴛɪᴅᴀᴋᴋᴀʜ ᴋᴀᴜ ᴘɪᴋɪʀ ᴊᴜᴅᴜʟ ʟᴀɢᴜ ᴋᴀʟɪ ɪɴɪ ꜱᴀɴɢᴀᴛ ᴄᴏᴄᴏᴋ ᴅᴇɴɢᴀɴ ᴋᴇᴀᴅᴀᴀɴ ʀᴇᴇ ꜱᴇᴋᴀʀᴀɴɢ?


ꜱᴀʟᴀᴍ,

ᴘᴀʀᴀ ʙᴀʏᴀɴɢᴀɴ ʏᴀɴɢ ꜱᴜᴅᴀʜ ʟᴇʟᴀʜ ʙᴇʟᴀᴊᴀʀ.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top