𝕭𝖆𝖇 29
Ada beberapa hal yang Ree masih ragukan terhadap rencana kru mereka. Pertama, rencana mereka sama sekali –dan Ree ulang, sama sekali tidak mencakup menghadapi naga. Nyatanya mereka akan berlari sekencang mungkin dan berharap naga itu akan terlalu sibuk menghadang orang lain ketika mereka menjalankan rencana mereka.
Kedua, tidak adanya rencana cadangan. Tentu kru lain memiliki rencana mereka masing-masing. Bagaimana bila rencana setiap kru saling menggagalkan satu sama lain?
Ketiga, adalah keraguan Ree sendiri. Bagaimana bila Ree harus menghadapi Xi?
Sekarang berdiri di arena pasir, Ree mengambil konklusi bahwa 'Ekspresi Perencanaan' adalah nama yang memberikan ekspektasi lebih dari yang sebenarnya.
Semua peserta masih terbagi menjadi dua kubu besar. Kru Rangga dan kru dari kubu barat lainnya berdiri di barat arena. Kubu timur di sisi satunya. Matahari mengambil tempat di ufuk timur, namun sudah mulai merambat mencapai tepat di atas kepala semua makhluk. Cahayanya membuat pakaian para bangsawan di podium seakan bersinar. Sementara gemuruh penonton berkumandang.
Madoff seperti biasa mengontrol penonton dan menjelaskan permainan kepada mereka. Tak lama sebuah gundukan pasir di tengah arena pasir muncul. Makin lama makin meninggi hingga terbentuklah sebuah menara tanpa dinding dengan empat pilar di dua sisinya. Tanpa dinding, sehingga peserta memiliki kemungkinan jatuh di setiap lantai dan setiap tangga. Tangga menara itu pun tidak memiliki pegangan.
Terdapat dua cabang tangga di lantai pertama sehingga kedua kubu dapat mulai naik dari kedua sisi. Namun pada lantai kedua tangga itu sudah menyatu menjadi satu jalur zig-zag pada menara.
Ree mendapatkan matanya memerhatikan podium. Mencari Si Putri Judistia. Tapi gadis itu tidak hadir hari ini. Mata Ree akhirnya kembali turun, mencari sosok yang ia kenal di kubu sebelah.
Andreas menangkap tatapan matanya untuk sesaat melalui menara tanpa dinding itu. Kemudian ia membuang muka. Ree memerhatikan wajah dan tubuh pemuda itu. Gurat hitam di bawah matanya semakin menebal, pipinya semakin tirus. Kematian Rema pasti masih menghantuinya, dan Gor serta Ultar tidak memberikan apa yang Andreas butuhkan saat ini.
Ree meluncurkan bayangannya untuk menggapai bayangan Andreas.
ꜱᴇᴅɪʜ, ᴀᴍᴀʀᴀʜ, ʙᴇɴᴄɪ, ꜱᴇᴅɪʜ, ᴍᴇʀᴀꜱᴀ ᴛɪᴅᴀᴋ ʙᴇʀɢᴜɴᴀ...
Namun bayangan Ree menangkap suatu hal yang ganjil kendati familiar. Ree meraba sesuatu yang ganjil itu. Sebuah bayangan dari pemuda lain di sebelah Andreas. Xi.
Bayangan itu masih ditumpangi oleh kekuatan hitam yang sama. Kali ini bayangan pria itu mulai menipis, mulai tidak terasa dari sebelumnya. Sedangkan bayangan buas itu... Ree juga merasakannya dari barisan penonton.
ʜᴀʟᴏᴏᴏ.. ᴘʀᴀᴊᴜʀɪᴛ ʙᴀʏᴀɴɢᴀɴ. Kata bayangan buas itu. ᴀᴋʜɪʀɴʏᴀ ᴀᴋᴜ ᴍᴇɴᴇᴍᴜᴋᴀɴᴍᴜ.
Ree mengedarkan bayangannya untuk mencari di seluruh barisan penonton dari mana sumbernya. Tapi sebelum ia berhasil menemukannya, Madoff sudah membunyikan tabuh, tanda permainan sudah akan dimulai.
Demi para dewa, hidup ini sangat mengujiku!
Mengesampingkan permasalahan Xi, Ree mulai meluncur di pasir koloseum untuk meraba bayangan kru Bida. Dari bayangan perempuan fae, anggota kru Bida, Ree memunculkan setengah badan kemudian memukul kaki fae itu hingga ia jatuh. Ia tenggelam kembali dalam kolam bayangan, meluncur ke bayangan anggota berikutnya, lalu melakukan hal yang sama.
Tenggelam. Meluncur. Muncul. Pukul atau tarik atau –apapun untuk menjatuhkan orang.
Ia dengan hati-hati memilih waktu yang tepat untuk muncul dan tenggelam di arena ketika orang lain sedang lewat di sampingnya atau ketika dirinya tertutupi oleh pilar menara, sehingga para penonton tidak akan mencurigai apapun.
Hingga ia sudah menjatuhkan sekitar empat kru dan membuat mereka harus mengulang lagi dari lantai paling dasar.
Kemudian ia meluncur mencari bayangan Bima. Ketika bocah itu berbelok untuk menaiki tangga dekat salah satu pilar, Ree menggunakan bayangan pilar itu untuk menyembunyikan kemunculan dirinya dari kolam bayangan. Dengan cepat, ia bergabung berlari di sebelah Bima.
Mereka berada di pertengahan rombongan.
Lex, Rangga, dan Danum sudah berlari duluan di bagian depan. Peserta tercepat baru mencapai lantai lima belas.
Ketika mereka hendak berbelok untuk menaiki tangga di sisi pilar satunya, Ree menarik tangan Bima. Bersama, mereka tenggelam dalam kolam bayangan.
Bima membuka saluran komunikasi mereka.
'Lex, kami siap.' kata Bima.
Lex memisahkan diri dari rombongan dan malah menjatuhkan diri dari sisi tangga. Penonton terkesiap melihat itu. Namun Lex kemudian membuat sebuah pilar baru dengan magis tanahnya. Ia mengerahkan semua magisnya untuk meninggikan pilar itu dengan cepat.
Melalui kolam bayangan, Ree menarik Bima mengitari bayangan pilar Lex, kemudian bayangan Lex sendiri. Hingga akhirnya mereka memunculkan diri mereka lagi ketika pilar Lex sudah mengalahkan tinggi bangku penonton. Sehingga tidak ada yang melihat kekuatan Ree yang sebenarnya.
Di saat yang sama, peserta teratas sudah melewati batas lantai dua puluh. Sebuah gerbang besar terbuka dari arah selatan arena. Dan naga merah yang mereka temui minggu lalu memasuki arena dengan menyemburkan api pada peserta di lantai bawah. Naga itu entah mengapa terlihat lebih buas.
Itu adalah masalah para peserta di bawah, pikir Ree.
Mendekati puncak, tiga peserta bersaing sengit.
Ultar, si Penjelajah Tempat dari kru Pandawa. Viktor, Si Malaikat, dari kru Foyer. Dan Mercurio, seorang dengan kecepatan luar biasa.
Tepat ketika Ultar berteleportasi ke lantai tiga puluh tujuh, Lex membenturkan pilarnya ke lantai tersebut. Guncangan itu memecah konsentrasi Ultar juga membuat beberapa orang di lantai bawah berjatuhan karena saking kuatnya. Lex langsung kehabisan tenaga dan pilarnya pun perlahan menjadi pecahan batu yang menimpa para peserta di bawah, membuat mereka kesusahan mencapai lantai teratas, termasuk dua pesaing Ultar sebelumnya.
Ultar, yang sudah mengendalikan komposurnya, tersenyum geli kepada Lex yang tengah berbaring di lantai tiga puluh tujuh. Dadanya terhempas naik turun. Seluruh tubuhnya terasa belal.
Ia dan Ultar berada di lantai teratas dari peserta-peserta lain. Namun ketika Lex sudah kehabisan tenaga, Ultar mengejeknya.
"Terima kasih sudah menyingkirkan para sainganku. Jangan merasa menyesal. Kau telah membantu kru milikmu. Sudah saatnya kru milikmu itu tahu tempat dan tersisih dari turnamen."
Ultar hendak berteleportasi ke lantai terakhir. Hanya tinggal tiga lantai lagi.
Namun belum sempat ia memanggil kekuatannya, bunyi bel sudah berbunyi.
Tidak mungkin, pikir Ultar. Tidak, tidak, tidak.
Ultar tidak melihat siapapun yang mendahului dirinya selama menaiki menara. Dia selalu yang terdepan. Hanya Lex yang hampir menyamai kecepatannya. Tidak terima, Ultar berteleportasi menuju lantai terakhir. Dan betapa kagetnya Ia melihat dua orang ternyata sudah mendahuluinya. Ree dan Bima. Butuh waktu bagi Ultar untuk mengenali wajah familiar Ree. Ia tidak pernah begitu memerhatikan sebelumnya. Gadis dari kru Pangeran Pemberontak yang dapat memutar balik kekuatan penyembuh. Baru saat ini Ultar melihat wajahnya secara jelas. Dan...
"Ba– bagaimana kalian..."
"Ketika kau terlalu sombong mengejek Lex –jangan salah, aku ingin menikmatinya, tapi Bima menarikku untuk cepat-cepat ke atas."
"Tidak mungkin! Tidak mungkin kalian dapat memenangkan permainan ini. Kami sudah menganalis–"
Ree meraih muka Ultar dengan jemarinya, secara refleks Ultar berteleportasi ke belakang Ree. Namun gadis itu sudah mengantisipasi gerakan Ultar, sehingga dengan mulus ia menendang ke belakang, Ultar pun terpental jatuh dari pinggir tangga. Pria sombong itu langsung berteleportasi ke lantai terdekat.
"Cewek berengsek!!!" Geram Ultar. Ia berada di lantai dua puluh tujuh sekarang dan sesuai peraturan koloseum, hanya dapat berteleportasi setiap tiga lantai.
Selama Ultar memanjat kembali, Viktor sudah meraih lantai teratas. Dua kru sudah terdaftar masuk permainan berikutnya. Kemudian Mercurio dari Kru Penyihir Putih mencapai lantai teratas dan menyeringai melihat Ree dan Bima.
Ultar kembali berpikir di mana ia pernah melihat wajah Ree.
Astaga! Gadis itu adalah kakak Sang Pemagis Murni!
Ia harus memenangkan permainan dan melaporkan hal ini pada Rosea. Ultar melihat sendiri gadis itu mampu memecahkan tembok ruang antimagis meski ia menolak untuk memercayainya. Ternyata gadis itu mengejar adiknya hingga mengikuti turnamen... dan ia juga memiliki magis penyembuh?
Jangan-jangan ia betul Sang Karma...
Akhirnya Ultar telah kembali ke lantai atas. Ia langsung membunyikan bel sebelum menghadap Ree. Muka Ultar yang berkulit putih memerah. Cuping hidungnya membesar dan matanya menyiratkan ancaman pada Ree. Tapi pandangan Ree terpaku pada sosok sang naga. Ia terkulai di tanah. Berbagai luka baru muncul di moncong, tubuh, serta sayapnya. Ree menahan napasnya, namun ketika naga itu terlihat bernapas kembali, ia membuang napas lega. Beberapa staf turnamen merantai naga itu dan menggeretnya melalui gerbang selatan kembali.
Kai dan Kinara dari kru Penyihir Putih mencapai lantai teratas beserta Rangga. Berikutnya Danum muncul membopong Lex bersamaan dengan Gor serta Andreas. Hanya tinggal satu tempat lagi, sementara lima lantai di bawah, sepuluh kru sedang bertarung satu sama lain untuk mendapatkan tempat terakhir.
Di sudut mata Ree, ia melihat Xi menggunakan kekuatannya pada peserta lain. Ia familiar dengan kemampuan pria itu. Xi mampu mengendalikan benda serta tubuh orang meski ia tidak bisa membaca pikiran.
Xi mengendalikan tubuh kontestan-kontestan untuk saling menjatuhkan diri. Peserta lain yang berusaha menjauh dari Xi justru terjatuh dari lantai karena kehilangan pijakan untuk mundur. Adapun peserta yang langsung pingsan.
Kemudian Xi menargetkan seorang peserta lain. Pria itu sudah menekuk tubuhnya meminta ampun di pinggir lantai bangunan.
Tolong!
Ree mendengar sebuah teriakan yang bergema dalam kepalanya. Teriakan dari bayangan yang sama di malam ia mengunjungi kediaman kru Hitam.
Tolong! Keluarkan aku! TOLONG!!
Ree melihat anggota krunya. Semuanya terlihat sedang beristirahat. Danum, Lex, dan Bima seakan tidak terpengaruh apa yang terjadi di lantai bawah.
Tidak seperti Ree.
Hanya Rangga yang melihat tatapan Ree, pemuda itu beranjak bersiaga, "Ada apa?"
Rangga tidak pernah melihat Ree sepanik itu. Tapi ia tidak mengerti mengapa gadis itu panik. Kru mereka aman, malah mereka yang memenangkan permainan ini. Pun Andreas, adik Ree di kru Pandawa sudah aman.
Belum sempat Rangga meraih pundak Ree, gadis itu mengalahkannya dengan menyemburkan kata, "Maafkan aku."
Kemudian gadis itu menenggelamkan diri dalam kolam bayangan.
Tepat di depan empat kru lain.
Ia memunculkan diri di depan Xi.
Tepat di hadapan jutaan penonton.
Tanpa lindungan bayangan pilar atau orang. Terdengar suara terkesiap diikuti bisikan-bisikan.
Ree telah membongkar rahasia kru.
ᴀᴋʜɪʀɴʏᴀ, ꜱᴇᴍᴜᴀ ᴏʀᴀɴɢ ᴀᴋᴀɴ ᴛᴀʜᴜ ᴍᴇɴɢᴇɴᴀɪ ᴋᴀᴍɪ
(ᴛᴇʀꜱᴇɴʏᴜᴍ ʟᴇʙᴀʀ)
ᴛɪᴅᴀᴋ ʜᴀɴʏᴀ ʀᴇᴇ, ᴋʀᴜ ᴘᴀɴɢᴇʀᴀɴ ᴘᴇᴍʙᴇʀᴏɴᴛᴀᴋ, ᴅᴀɴ ᴅɪʀɪᴍᴜ. ᴛᴀᴘɪ ꜱᴇᴍᴜᴀɴʏᴀ...
ꜱᴀʟᴀᴍ,
ᴘᴀʀᴀ ʙᴀʏᴀɴɢᴀɴ.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top