𝕭𝖆𝖇 28

Malam itu, kru Rangga seperti biasa berkumpul kembali di ruang tengah. Anehnya, Lex yang memulai percakapan. "Kita harus berlatih lebih lagi."

Danum yang baru saja menghidu kopi panas buatannya terpaksa menyemburkan kopi itu kembali ke cangkirnya. Ia melirik Bima dan Rangga, yang sebagai gantinya juga saling melirik satu sama lain.

"Kita harus berlatih lebih lagi," ulang Lex. "Tidak cukup kita berlatih enam jam setiap hari. Kita harus berlatih seperti Ree."

"Aku?"

"Dia?" Tanya Bima dan Danum bersamaan.

Lex dengan enggan mengangguk.

"Aku setuju kalau kalian butuh berlatih lebih," kata Ree, "Tapi tidak dalam milyaran tahun aku mengira akan mendengar itu dari mulutmu, Lex."

"Kita sangat beruntung kemarin untuk selamat. Dan bila kru Penyihir Putih tidak membantu kita, kita sudah pasti akan kehilangan Rangga."

Suasana ruangan seketika menjadi lebih suram.

"Dia benar," sahut Rangga. "Kita butuh menambah jam latihan kita."

"Dan, kita butuh informasi mengenai Pemagis Murni yang ternyata adalah adik Ree," kata Pangeran Pemberontak.

Ree mengernyit mendengar hal itu. Rangga dari awal sudah dapat menebak bahwa adik Ree berada di kru Pandawa. Ia tahu namanya Andreas. Tapi Ree tidak pernah memberitahu mereka mengenai kemampuan adiknya sebagai Pemagis Murni.

Tatapan mereka kentara, mereka tidak berniat melepaskan Ree dari kewajiban menjawab pertanyaan mereka. Alhasil Ree menceritakan mengenai Andreas kepada mereka. Mulai dari rumor yang beredar, penangkapan Nareen, hingga malam berdarah itu. 

Tetapi Ree tidak menjelaskan bahwa dirinya adalah bagian dari Pasukan Bayangan, bahwa keempat nyawa yang ia kubur malam itu adalah keluarga keduanya. Ia menjelaskan pada mereka bahwa dirinya datang ke dalam markas itu setelah Sang Karma memporak-porandakan bangunan itu. Ia membawa Andreas pulang dan mereka hidup sebagai kakak-beradik.

"Aku yang mengajarinya cara mengontrol magis," jelas Ree. 

"Manifestasi magisnya terus berkembang, jadi aku mendorongnya untuk mengontrol semua magis yang dapat ia bentuk. Angin adalah manifestasi pertamanya, kemudian api, dan tanah."

Entah kenapa, tatapan mereka berubah sedikit. Ree dapat merasakan rasa simpati meski Lex dan Rangga berusaha bersikap acuh.

Memikirkan mengenai kru Pandawa mengingatkan Ree akan kejadian malam itu. Ia masih belum memutuskan untuk memberitahu kru miliknya mengenai kru Hitam dan Rosea. Bila ia beritahu, mereka akan mempertanyakan bagaimana ia selama ini dapat berkeliaran dalam koloseum tanpa dihukum peraturan kuno koloseum. Bila ia tidak beritahu... 

Ree melirik Bima, pria muda yang sudah membuka hatinya, pria yang lembut. Kemudian kepada Danum, perempuan penuh penasaran dan semangat hidup tinggi. Lalu Rangga dan Lex. Kedua pria yang seperti langit dan bumi. Semuanya menyimpan luka yang dalam namun seakan mereka saling menyembuhkan satu sama lain ketika mereka bersama...

Persis dengan Ree dan Pasukan Bayangan. Lima orang yang tidak punya rumah untuk kembali, yang tersesat dalam hidup. Tapi bersama... bersama mereka hidup.

Ree menghembuskan napas panjang, ia akhirnya memutuskan untuk memberitahu mereka, "Aku mengunjungi kediaman kru Hitam dua hari yang lalu."

Wajah mereka langsung berubah terkejut. Terutama Rangga.

"Kita tidak bisa berkeliaran secara darat ataupun udara. Tetapi aku dapat mengunjungi segala tempat di koloseum dengan bayangan. Aku selama ini mengunjungi adikku dengan cara yang sama." 

Ree melihat tatapan Rangga mengeras

"Aku tidak pernah membocorkan rencana kita. Adikku juga tidak mau berbicara. Setiap malam aku mengunjungi adikku, anggota-anggota kru Pandawa yang lain seperti tidak ada. Baru dua malam yang lalu kutahu mengapa."

Ree menarik napas pelan. Kata-kata berikutnya ia keluarkan dengan perlahan. 

"Selain aku dengan magis bayangan, Ultar dengan magis teleportasi juga dapat menghindari peraturan kuno koloseum. Anggota kru Pandawa menggunakan magis Ultar untuk berkumpul di kediaman kru Hitam. Di sana mereka berkumpul dengan Nareen untuk... menculik dan membunuh kontestan lain."

"Nareen memiliki kekuatan yang mirip denganku. Dengan cara itu dirinya dapat memasuki koloseum... dan ia mengendalikan kru Hitam."

Bima menggunakan magisnya untuk melihat ke dalam benak Ree. Gadis itu dapat merasakan pemuda itu seakan memohon untuk dibiarkan masuk. Melihat tatapannya yang penuh keteguhan, Ree membuka dalam benaknya memori akan malam itu. Mulai dari Nareen dan Rosea, kemudian keempat anggota kru Piwa, kru Hitam yang tidak berekspresi sedikit pun, dan dua anggota kru Pandawa.

Pemuda itu tersentak ketika melihat Rosea dalam benak Ree. Melihat itu, Ree menggeleng dengan sangat pelan, agar anggota kru yang lain tidak melihat. Tatapan mata Ree seakan memohon agar Bima tidak memberitahu mereka terlebih dahulu mengenai Rosea.

'Aku pikir ada cerita lain dari tindakan gadis itu.' Kata Ree dalam pikirannya. Lagipula, Rangga sepertinya akan sedih bila melihat teman masa kecilnya seperti itu.

"Ia... mengatakan yang sebenarnya," kata Bima akhirnya dengan nada berat. Ree sangat berterimakasih atas kerja sama Bima.

"Ta– tapi, bagaimana mereka...?"

"Teleportasi Ultar dan... ternyata kru Hitam hanyalah boneka yang dibuat oleh Nareen. Sebuah kekuatan yang gelap dan hitam, mirip dengan kekuatan bayanganku tapi tidak mirip di saat yang sama. Mereka bukanlah manusia. Jadi... mungkin peraturan koloseum tidak berlaku untuk mereka."

"Bagaimanapun," Ree mengedarkan pandangan kepada semua rekan-rekan satu kru miliknya, "Jauhi kru Hitam. Jauhi bayangan yang bergerak. Hati-hati."

Satu ruangan menjadi hening. Bertahan di turnamen saja sudah akan sangat sulit, sekarang mereka harus berhati-hati akan bayangan-bayangan yang bergerak pula. Berhati-hati akan pembunuh dalam koloseum.

Ree kembali menceritakan bahwa para kontestan yang dibunuh digunakan untuk menambah kontrak kru Pandawa. Maka di permainan selanjutnya, mungkin mereka akan melihat Gor dan Ultar memiliki kekuatan yang jauh lebih besar dari sebelumnya.

"Lalu," kata Ree cepat. "Aku punya informasi mengenai permainan berikutnya."

Danum bersiul, "Kau telah sibuk."

Rangga menatap Ree penuh penantian. Begitu juga Bima dan Lex.

"Bagaimana kau mendapatkan informasi kali ini?" Tanya Rangga.

"Aku membaca bayangan Kai saat aku sparring dengannya."

Kali ini Danum tersedak dengan kopi panasnya. Matanya membelalak takjub, "K-kau.. sparring dengan Kai??" 

Gadis itu memusatkan perhatian penuhnya pada Ree. "Bagaimana kau masih hidup?" Tanya Danum. Tentu saja Danum lebih penasaran akan hal itu.

"Kita hanya sparring secara fisik. Sparring, Danum, kita tidak bertarung hingga mati."

"Apakah ia jago? Secara fisik? Apakah Ia kuat?"

"Sangat," jawab Ree. "Akan ada empat puluh lantai. Dan lima orang tercepat ya–"

"Bisakah kau meminta Kai untuk sparring denganku berikutnya?" Tanya Danum.

Ree hendak membalas Danum secara gusar, tapi Rangga mendahuluinya, "Danum. Ada hal yang lebih penting dari itu."

Danum menutupi mulutnya dengan cangkir kopi. Tapi Ree tahu gadis itu sedang cemberut karena dimarahi seorang pangeran. Gadis dengan rasa penasaran yang tinggi, dan senang menantang dirinya sendiri serta mencari tahu mengenai kemampuannya. Itulah mengapa ia ingin sparring dengan Kai. Ia ingin mencari tahu seberapa lama ia akan bertahan bertarung dengan Kai.

Bila mereka bertemu di waktu yang lain, Ree mungkin akan sangat menyenangi kehadiran gadis yang penasaran itu.

Ree kembali menjelaskan permainan berikutnya sesuai yang diberitahu bayangan Kai. Akan ada menara dengan empat puluh lantai. Lima orang yang tercepat akan memenangkan permainan berikut mengamankan kru mereka masing-masing untuk maju ke permainan selanjutnya. Tapi setelah seseorang mencapai lantai dua puluh, seekor naga akan dilepas.

"Naga sama seperti yang kita lihat kemarin?" Tanya Lex.

"Tidak tahu," jawab Ree, "Mungkin arena punya simpanan naga lain, mungkin tidak."

"Selanjutnya adalah sebuah pesta. Jadi bila kita menang permainan kali ini kita akan dapat istirahat dua minggu," kata Bima.

Di temaram cahaya lilin, Ree melihat ekspresi Rangga yang serius. Matanya tidak fokus pada apapun. Seperti ia sedang... mengkhayal? Atau berimajinasi? Tapi wajahnya penuh keseriusan...

Ree mendapati dirinya menyenggol pundak Danum pelan. Ia berbisik, "Apa yang ia lakukan?"

Danum balik berbisik, "Oh itu? Itu adalah 'Ekspresi Perencanaan'"

"Itu terdengar konyol."

"Rangga memiliki tiga ekspresi yang sangat khas miliknya. Tunggu hingga kau dengar apa yang kunamakan kedua ekspresi lainnya."

Mendengar itu, Ree rasa ia tidak ingin tahu.

Setelah menunggu beberapa saat, Rangga menepuk tangannya dan berkata pada malam, "Ini yang akan kita lakukan."



ʙɪᴀʀ ᴋᴀᴍɪ ʙᴇʀɪᴛᴀʜᴜ, 'ᴇᴋꜱᴘʀᴇꜱɪ ᴘᴇʀᴇɴᴄᴀɴᴀᴀɴ' ᴍɪʟɪᴋ ʀᴀɴɢɢᴀ ᴀᴅᴀʟᴀʜ ᴇᴋꜱᴘʀᴇꜱɪ ᴛᴇʀʙᴏᴅᴏʜ ʏᴀɴɢ ᴋᴀᴍɪ ᴘᴇʀɴᴀʜ ʟɪʜᴀᴛ.

ᴛᴀᴘɪ ʜᴇʏ, ɪᴛᴜʟᴀʜ ᴘᴇɴᴅᴀᴘᴀᴛ ᴋᴀᴍɪ...


ꜱᴀʟᴀᴍ,

ᴘᴀʀᴀ ʙᴀʏᴀɴɢᴀɴ ʏᴀɴɢ ᴍᴇᴍᴇʀʜᴀᴛɪᴋᴀɴ ᴇᴋꜱᴘʀᴇꜱɪᴍᴜ.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top