𝕭𝖆𝖇 27

Lex merasa tidak berguna. Bagaimana tidak? Dirinya berhasil dikalahkan telak oleh seorang pemuda berusia lima belas tahun.

Iya, iya, Lex tahu pemuda itu adalah Pemagis Murni yang telah dibicarakan banyak orang. Berita mengenai kemunculan Pemagis Murni sudah mencapai Judistia dalam waktu sebulan terakhir. Pemuda, berambut pirang, hidung mancung, mata berwarna biru muda ­–seorang Mencira, seorang Judistia dengan perawakan seperti Bima.

Berbeda dengan orang asli Andalas yang selalu berwarna rambut hitam atau cokelat. Mencira memiliki perawakan wajah dan tubuh seperti Andalas, namun rambut mereka selalu berwarna pirang. Dan Mencira adalah salah satu ras penduduk Judistia. Bukan Andalas, tentunya bukan Lixi. Tapi seratus persen Judistia.

Banyak spekulasi beredar mengenai Pemagis Murni. Mulai dari yang menganggap berita itu palsu, bahwa pemuda itu pasti berbohong, hingga anggapan bahwa ia adalah titisan para dewa. Lex awalnya percaya yang pertama.

Namun kemarin malam, ketika ia melihat pemuda itu, dengan deskripsi yang sama seperti rumor, mampu memunculkan dua jenis magis sekaligus... mau tidak mau ia harus percaya akan rumor itu.

Ditambah lagi, ia mendengar Ree memanggil bocah itu dengan namanya. Andreas.

Dia adalah adik yang dicari Ree. Dan kru yang Ree tidak percayai? Kru Pandawa. Pantas saja Ree tidak segan membunuh salah satu anggotanya, Frida. Apa lagi alasan untuk membunuhnya selain untuk mengeliminasi ancaman untuk adiknya?

Yaa... juga untuk mendapatkan nilai karena itu adalah bagian dari permainan. Lex tahu, Ree adalah satu-satunya yang memberikan nilai untuk kru mereka. Dan pernyataan ini jauh lebih membakar dari pertemuannya dengan Pemagis Murni.

Bahwa kru mereka bergantung pada Ree, seseorang yang tidak begitu mereka kenal. Sedangkan... Lex cukup tidak berguna di permainan kemarin.

Mereka bisa saja kehilangan Rangga. Jangankan turnamen, bila Rangga benar-benar hilang.... semua usaha pemberontakan, semua orang, semua pengorbanan– Lex tidak habis pikir apa yang akan terjadi bila... Lagi-lagi... bila Ree tidak ada untuk menyelamatkan, Lex mengutip perkataan Ree pertama kali mereka bertemu, 'bokong' mereka.

Tapi Lex masih tidak memercayainya. Oleh karena itu ia bertekad untuk menjadi lebih baik. Untuk membuat kru mereka dapat bergantung pada dirinya. Ia bertekad untuk berlatih lebih giat.

Namun di subuh dini hari ketika Ia sampai di arena latihan dengan diantar oleh Madoff, nyatanya ia telah didahului oleh dua orang peserta. Ree dan Kai.

Untuk pertama kalinya, Lex menyadari mengapa kru mereka selama ini bergantung pada Ree. Ketika sebagian besar kru mereka sedang tertidur, Ree sudah berlatih di arena latihan. Ia selalu yang pertama kali datang, selalu yang terakhir selesai. Seakan tidak pernah berhenti, seakan hidup dan matinya dipertaruhkan. Dan ia seakan tidak punya ketakutan. Bahkan ketika Kai mengajaknya sparring –yang membuat bulu kuduk Lex berdiri, Ree menerima tawaran itu... seolah mereka memiliki level magis yang sama.

Ree adalah seorang pejuang seperti Kai. Pejuang yang giat dan kian mengasah kemampuannya.

Sedangkan Lex... dia masih harus berlatih banyak.

Tidur Ree tidak tenang. Pertemuannya dengan Andreas, melihat Nareen dan Rosea, bayangan keji itu, kemudian Rangga....

Kepala Ree berputar. Memori-memori mulai berkeliaran dalam pikirannya. Terutama tentang Andreas.

Rasanya perih sekali melihat Andreas sedih.

Ree butuh untuk melampiaskan kegundahannya. Jadi ia pergi ke satu-satunya tempat yang Ia tahu dapat melakukan hal itu. Arena latihan.

Ia berdiri di salah satu lingkaran magis, dan sebuah makhluk maya berwarna abu-abu muncul di hadapannya. Makhluk itu menyerang Ree namun dengan cepat Ree dapat menghindar kemudian meninjunya hingga makhluk itu hancur berkeping-keping. Ree hanya akan melatih kemampuan bertarung fisiknya. Ia tidak akan menghabiskan lebih banyak magis. 

Kedua magis yang ia pinjam, tidaklah abadi. Mereka akan habis, kembali kepada pemilik aslinya secara perlahan. Sedangkan Ree butuh untuk mengawetkan magis yang ia miliki sekarang, supaya ia bertahan hingga final.

Makhluk yang lain bermunculan satu demi satu. Kemudian mulai dua makhluk sekaligus bermunculan. Lalu tiga. Empat. Lima. Dan–

Seseorang bertepuk tangan di sebelah kirinya. Ree terlalu fokus menghancurkan makhluk-makhluk itu ia tidak melihat –atau menyadari Kai sudah berdiri hanya dua langkah dari lingkaran magisnya. Ketika fokus Ree terpecah, makhluk-makhluk itu juga terpecah menjadi debu-debu magis kembali. Lingkaran magis bersinar sementara lalu redup kembali.

"Sering berkelahi di jalan?" Tanya pria berambut merah itu dengan sarkasme.

"Sering berkelahi di bar?" Balas Ree sembari memperhatikan hidung mancung Kai yang sedikit bengkok. Tanda hidung itu pernah patah sebelumnya.

Mengetahui arah pandang Ree, tangan Kai menggapai hidungnya dan ia tersenyum sinis.

"Sparring denganku?"

"Apa jaminanku kau tidak akan membasahi paru-paruku seketika?"

Bangsa Judistia terkenal dengan tinggi mereka yang... tidak setinggi bangsa Andalas. Hal itu tidak pernah memiliki arti semata dalam bidang apapun. Namun berhadapan dengan Kai –seorang Andalas, Ree tidak bisa tidak mengambil catatan mental bahwa dirinya hanya setinggi leher Kai. Pria itu tentu memiliki jangkauan yang lebih, yang tentunya menjadi keuntungan dalam pertarungan. Kemudian tubuh pria itu padat dengan otot. Bahkan dengan tunik warna birunya, Ree masih dapat melihat kontur otot di sekujur tubuhnya.

Terakhir, mari jangan lupa bahwa pria di depannya adalah seorang Basma.

"Sama denganmu, aku hanya ingin berlatih kemampuan fisikku."

"Oke, apa jaminanku kau tidak akan mencekikku hingga mati?"

"Kau adalah orang yang menyebalkan. Sayang kalau kubunuh terlalu cepat."

Satu alis Ree terangkat dengan pernyataan itu. Tapi mungkin.. mungkin.. sparring ini bisa menjadi kesempatan baginya.

Dengan satu langkah mundur, Ree memberi ruang untuk Kai memasuki lingkaran magis itu. Namun kali ini mereka tidak akan menggunakan magis sedikit pun. Setidaknya belum.

Keduanya mengambil posisi bersiap. Untuk satu menit yang menegangkan, keduanya hanya bertatap. Tidak ada yang bergerak. Kemudian Ree bergerak terlebih dahulu.

Kai lebih besar darinya, dan tidak seperti Po, Kai tidak meremehkan Ree. Lawan yang melihatmu apa adanya adalah lawan yang sulit. Tapi Ree tahu ia lebih cepat. Ree harus menggunakan kecepatan bila ia ingin menang. Ia bergerak untuk memukul leher Kai namun di tengah pergerakan ia menunduk dan memutar kakinya untuk menjegal kaki Kai.

Pria itu berhasil terjegal, namun refleksnya yang cepat membuat kakinya dengan cepat menemukan keseimbangan kembali. Ree langsung berdiri dan menyerang lehernya kembali. Kai menangkap pergelangan Ree di tengah udara.

"Kau melakukan sesuatu terhadapku di hari perkenalan," kata Kai.

Ree menendang perut Kai, dan meloncat menjauh dari pria itu.

Kai seakan tidak terpengaruh oleh tendangan Ree. Ya, itu adalah tendangan yang cukup lemah.

"Apa yang kau lakukan?" Tanyanya lagi dengan menggeram.

"Apa maksudmu?"

Kali ini Kai yang bergerak maju. Ia meluncurkan pukulan demi pukulan. Dan ia tidak menahan diri. Seluruh pukulannya tajam dan sangat kuat sehingga Ree dapat mendengar suara angin terbelah. Ree, bergantung pada kecepatannya, menghindar, meliuk tubuhnya ke kanan dan kiri sembari berusaha menjaga jarak. Mereka sudah melewati dua lingkaran magis dan hampir mencapai dinding ruangan.

"Kau menyembunyikan sesuatu."

Kai melancarkan satu pukulan. Ree kembali menghindar.

"Jadi, apa rahasiamu?"

Dua langkah lagi dan Ree akan mencapai dinding, dan bila demikian ia tidak akan bisa menghindari pukulan Kai seterusnya.

Menambah kecepatannya, Ree memutar tubuhnya dan berlari ke arah dinding. Ia menggunakan dinding sebagai pijakan untuk meloncat di udara dan mendarat di belakang Kai. Ree langsung menendang sekuat tenaga kedua lutut Kai. Pria itu bertekuk lutut. Namun ketika Ree hendak meninju kepalanya, pria itu sudah terlebih dahulu menyikut ke belakang mengenai tulang rusuk Ree.

Astaga! Sakitnya minta ampun. Kai mungkin baru saja mematahkan tulang rusuk Ree.

Terkutuklah pria itu. Ree mengumpat dalam hati.

Ree terhuyung ke belakang sementara Kai menggunakan waktu yang ada untuk berdiri dan menghadap Ree.

"Kau tahu... sebagian besar orang di posisimu sekarang sudah akan memohon ampun padaku," lanjut pria itu dengan nada datar, "Bukannya malah menatapku dengan tatapan membunuh."

"Kau beruntung aku lagi beristirahat dari pekerjaanku sebagai pembunuh."

Giliran Kai yang mengangkat satu alis tebalnya yang juga berwarna merah seperti rambutnya. Warna anggur merah.

"Kau adalah pembunuh bayaran sebelumnya?"

"Tidak. Tapi semua peserta turnamen adalah pembunuh sampai turnamen selesai, bukan?" Ree dapat bersumpah ia melihat sudut bibir Kai tersenyum kecil untuk sepersekian detik.

"Kau belum menjawab pertanyaanku."

"Aku tidak melakukan apapun padamu."

"Bohong."

Ree kali ini menyerang duluan. Ia menambah kecepatannya dan memberikan pukulan demi pukulan. Kai menghindar dengan mudah. Ia bersiul melihat pukulan Ree.

"Apa yang kau pikir seorang Strata sepertiku dapat lakukan pada Basma seperti dirimu, huh?"

Lagi-lagi Kai menangkap pergelangan tangan Ree dengan tangan kanannya. Kemudian dengan tangan bebasnya ia melancarkan pukulan pada wajah Ree. Ree dengan sigap menahan kepalan tangan Kai dengan tangan kanannya.

Demi para dewa, pria ini mungkin telah membuat pergelangan tangan Ree retak pula.

Dari posisi Ree, ia dapat melihat bagian dalam pergelangan kiri Kai. Tiga lingkaran hitam.

Kai memutar pergelangan tangan Ree sedikit, cukup untuk melihat satu lingkaran hitam bersemayam di bagian dalamnya.

Dan guratan-guratan merah muda di bawah lingkaran hitam itu.

Sial!

Ree langsung menarik tangannya kembali namun tangan yang tadinya ingin meninju wajah Ree dengan cepat melingkar pada siku Ree, menahan tangan kirinya tetap terulur. Dengan refleks Ree menangkupkan tangan bebasnya pada pergelangan kiri Kai.

Telapak Ree hanya mampu mengeliling tiga perempat pergelangan Kai. Sementara telapak tangan Kai dapat mengeliling siku Ree dengan sempurna.

Genggaman Kai di pergelangan kiri Ree melunak dan jempol pria itu mengusap lembut lingkaran hitam kemudian guratan-guratan merah muda di bawahnya. Jempol itu bersinar sementara.

"Bukan rahasia yang ingin kubuka," katanya, "Luka ini sudah sangat lama... satu dekade setidaknya. Berapa umurmu saat itu? Sepuluh? Sembilan?"

Bajingan

Pria itu menggunakan magis airnya untuk membaca... molekul air, mungkin, setidaknya itu dugaan Ree. Ia pun juga tidak mengerti bagaimana magis air benar-benar beroperasi.

"Berapa umurmu sekarang?" Tanya Ree dengan nada tajam.

"Jadi kau memang melakukan sesuatu padaku. Dan, itu membuatmu dapat mengetahui informasi mengenai diriku."

"Lepaskan aku!" Seru Ree. 

"Madoff memberi tahu semua orang di hari pertama bahwa kau adalah Makhluk Abadi, buyut!"

"Kenapa kau sangat marah? Sekarang kau tahu sesuatu tentang diriku. Aku tahu sesuatu tentang dirimu."

"Le. Pas. Kan." Muka Ree memerah, bibir penuhnya hampir membentuk satu garis.

"Atau apa?" Tanyanya dengan nada rendah, "Ingat, kau mengancam seorang Basma."

Ree sangat tergoda untuk melebur dengan bayangan dan pergi sejauh-jauhnya dari ruangan latihan. Sejauh yang ia bisa dari Kai. Tapi itu hanya akan membuka kedoknya. Jadi Ree justru mengatakan, "Atau kau akan kuinfeksi dengan penyakit."

"Aku berumur tiga ratus lima tahun, Bocah. Salah satu alasan aku abadi adalah kemampuan regenerasi yang cepat."

"Manusia abadi pun bisa sakit, Buyut."

"Di hari lain aku akan menganggap ancamanmu itu usaha yang manis."

Ree menghentakkan lengannya sekali lagi, berusaha melepaskan genggaman Kai. Tapi Kai bersikokoh pada posisi yang sama.

"Kau berharap rasa sakit akan membuatmu merasa kebas. Tapi sesakitnya dirimu di luar, rasa sakit di dalam selalu dapat berteriak lebih kencang."

"Jangan bicara seolah ka–"

"Aku tahu rasanya?" Lanjut pria itu, "Tapi aku memang tahu." 

Ree langsung teringat akan perempuan yang meneriakkan nama Kai di Hari Perkenalan.

Akhirnya Kai melepaskan genggamannya, pelan tapi pasti. Mata Ree masih menangkap pandangan Kai. Mereka berdiam, hanya saling menatap, untuk beberapa saat. Sekalipun lengan Ree sudah kembali ke sisinya.

Kai yang memutuskan pandangan lebih dulu. Ia melepaskan tunik birunya, menunjukkan tubuh yang seperti Ree telah duga, padat berotot. Tidak ada keringat yang berarti. Sparring mereka tidak begitu bisa dibilang latihan..

Kemudian mata Ree terpaku pada bekas-bekas tusukan di dada Kai. Persis tempat di mana jantung berada. Bekas-bekas itu berbeda dalam intensitas, ada yang samar, ada yang terlihat jelas, ada yang panjang, ada yang hanya berupa titik.

"Kau cukup kuat, Bocah," Kai memutar badannya dan berjalan santai menuju pintu keluar, "Sampai jumpa di permainan ketiga."

Saat itu Ree tidak memiliki balasan apapun. Karena punggung Kai memiliki bekas-bekas luka yang jauh lebih banyak. Ree tahu dunia bisa menjadi kejam, apalagi Kai adalah seorang pejuang untuk tiga ratus lima tahun lamanya. Dia sudah pasti melihat banyak marabahaya.

Tapi, firasat Ree mengatakan bahwa Ia mungkin sengaja mencari marabahaya tersebut.. untuk membuat rasa sakit.. untuk mengebaskan rasa sakit di dalam.

Sesakitnya dirimu di luar, rasa sakit di dalam selalu dapat berteriak lebih kencang.



ᴘʀɪᴀ ᴅɪ ʙᴀᴡᴀʜ ᴀᴅᴀʟᴀʜ ᴋᴀɪʀᴀᴠ ʏᴜᴠᴀɴ

ꜱᴏᴜʀᴄᴇ: ɪɴᴛᴇʀɴᴇᴛ (ɢᴀᴍʙᴀʀ ʙᴜᴋᴀɴ ᴍɪʟɪᴋ ᴋᴀᴍɪ, ᴘᴀʀᴀ ʙᴀʏᴀɴɢᴀɴ)

ᴄᴀᴋᴇᴘ ᴋᴀɴ? ɢᴀ ᴜꜱᴀʜ ʙᴏʜᴏɴɢ, ᴋᴀᴍɪ ꜱᴜᴅᴀʜ ᴛᴀʜᴜ ᴋᴏᴋ.

ᴋᴀʟᴀᴜ ᴋᴀʟɪᴀɴ ᴍᴇʀᴀꜱᴀ ɪɴɪ ɢᴀ ᴄᴀᴋᴇᴘ, ᴍᴏʜᴏɴ ꜱᴀʀᴀɴ ᴏʀᴀɴɢ ʙᴇʀᴀᴍʙᴜᴛ ᴍᴇʀᴀʜ ʏᴀɴɢ ʟᴇʙɪʜ ᴄᴀᴋᴇᴘ :)


ꜱᴀʟᴀᴍ,

ᴘᴀʀᴀ ʙᴀʏᴀɴɢᴀɴ ᴅɪ ʙᴀᴡᴀʜ ᴘɪɴᴛᴜᴍᴜ.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top