𝕭𝖆𝖇 15
"Permainan berikutnya akan melibatkan semua kru. Gaya kuno gladiator. Dan hanya sepuluh kru yang akan lolos," kata Ree di hari setelah ia kembali dari perpustakaan.
"Bagaimana kau tahu itu?" Tanya Rangga dengan tajam.
Rangga tetap berdiri sementara yang lain duduk. Tangan disilangkan di dada meski matanya terfiksasi pada tangan Ree, seakan dia mencari bekas perbuatannya. Tidak ada luka bakar, namun Ree belum sempat menyembuhkan lepuh dan kulitnya yang mengelupas.
Lucu sekali, dia malu akan perbuatannya.
"Bayangan Danver yang memberitahuku."
"Jadi Kru Penyihir Putih mendapatkan bocoran?"
Ree mengangguk pelan. Ia sendiri tidak tahu bagaimana mereka mendapatkan bocoran.
"Bisakah kau terus membaca bayangan kru Penyihir Putih?"
Ree menelengkan kepalanya untuk berpikir sejenak.
"Kai sepertinya dapat merasakan bila aku berusaha membaca bayangannya –terkecuali ada distraksi seperti kemarin." Ree berusaha keras agar manik matanya tidak mencari Rangga. "Tapi anggota lain... rasanya bisa. Jauhkan saja Kai dariku."
"Enak sekali kau bicara," potong Lex, "Kai adalah seorang Basma! Kita tidak bisa menyingkirkannya begitu saja."
"Kita pikirkan itu nanti." Jawab Rangga dengan nada otoritasnya sebelum Ree dapat menjawab dengan sarkasme pada Lex.
"Permainan berikutnya adalah kesempatan kalau begitu. Kita harus membuat rencana untuk menyingkirkan lawan terberat kita."
Sejak hari itu Bima dan Ree secara bergantian memberitahukan kelebihan dan kekurangan setiap kru. Sementara mereka menentukan kru mana yang ingin disingkirkan terlebih dahulu dan kru mana yang mereka harus awasi.
Mereka sepakat untuk tidak menyentuh Kru Penyihir Putih dan Kru Pandawa di awal babak karena profil mereka yang terlalu tinggi. Lebih baik menghindari mereka dan hanya mengkonfrontasi mereka bila benar-benar perlu.
"Kru Foyer hanya memiliki sponsor yang kuat, kita tidak perlu berhati-hati akan mereka," kata Lex.
"Justru karena sponsor mereka kuat, kita perlu untuk berada di sisi baik mereka," kata Ree, "Apalagi mereka adalah kalangan bangsawan di Andalas."
"Apa hubungannya?" Tanya Bima yang masih belum mengerti.
"Maksud Ree," lanjut Rangga, "Mungkin kru Foyer memiliki informasi lebih mengenai babak-babak selanjutnya. Atau mungkin... mengenai Rosea Janya. Bila Madoff menjadikan Rosea sebagai hadiah, ada kemungkinan bangsawan Andalas memiliki pengaruh pada turnamen ini entah bagaimana."
Lex mengumpat mendengar nama itu. Danum menelengkan kepalanya, tanda ia penasaran. Sedangkan Bima merenung.
"Ia hanya berumur empat tahun ketika keluarganya dibantai." Suara Bima lembut dan pelan sekali.
"Kau juga berumur enam tahun ketika temanmu dijadikan bayaran kontraktor," sembur Lex dengan gusar. Ia rasanya tidak suka bila ada yang berempati denga keluarga Janya.
"Oleh Ayahku sendiri yang bajingan. Keluarga Janya tidak sepenuhnya salah," sergah Bima.
Rangga tidak kuasa untuk melirik pada Ree, memperhatikan apakah Ree akan mengatakan hal yang sama seperti kejadian di ruang latihan dua hari yang lalu.
Tapi Ree hanya melipat dada dan terus bersandar pada dinding pembatas ruang tamu dan dapur. Ia mengenakan pakaian lengkap bertarungnya. Berbagai senjata menghiasi sabuk dan ikatan pada lengannya.
Semenjak kejadian di perpustakaan itu, Ree lebih intens dalam berlatih.
Setiap kali selesai melatih Bima, ia akan sparring dengan Danum, kemudian berlatih dengan sendirinya.
Ketika dia memasuki arena untuk berlatih, seakan ia berubah menjadi sebuah mesin pembunuh. Rangga memperhatikan gadis itu menangkis, menyayat, memukul, menghindar, dan menendang lawan imajiner tanpa ampun. Ia mengerahkan seluruh tenaganya. Seakan ia berusaha keras untuk melupakan sesuatu dengan berlatih.
Rangga juga memperhatikan orang-orang yang mulai memperhatikan Ree lebih sering. Dan bayangan yang terus merambat di ruangan.
Apakah Ree benar-benar ingin melupakan sesuatu atau mengambil kesempatan untuk membaca semua orang?
"Kita membutuhkan Rosea untuk membuka pelindung kota Lex," kata Rangga akhirnya, "Apakah emosimu akan menjadi masalah dalam misi kami?"
Lex terdiam. Rangga tahu Lex lebih dari apapun ingin melihat Rangga berdiri di takhta kerajaan. Rangga memiliki visi yang sama dengan Lex dan kedua pria itu tahu rasanya kehilangan seseorang akibat dijadikan bayaran kontraktor. Semua kru miliknya tahu rasa kehilangan itu.
Kecuali, mungkin, Ree. Karena Ree adalah kontraktor yang menjadikan orang lain korban...
"Bagaimana dengan kru Hitam?" Tanya Rangga.
Selama minggu pertama ini, mereka sama sekali belum melihat kru Hitam muncul di tempat latihan. Begitu juga kru Pandawa.
"Oh ya, ini yang ingin kubicarakan dengan kalian," kata Bima, "Aneh sekali kru itu. Pada Hari Perkenalan, ketika aku ingin memasuki pikiran mereka, aku seperti tenggelam dalam lumpur. Pikiran mereka tidak karuan dan seakan lompat-lompat."
"Apa kau pernah menemukan pikiran seperti itu sebelumnya?"
Bima mengangguk, ekspresinya enggan untuk melanjutkan perkataannya.
"Ketika Ayahku mencoba membangunkan Ibu dari kematian –dengan mengorbankan temanku. Bukanlah ibuku yang bangkit. Melainkan sebuah boneka dengan tubuh yang sama. Mereka memiliki ingatan yang sama tapi tidak bisa mengaksesnya seperti manusia biasa. Alhasil pikiran mereka tidak karuan sekali, seperti benang kusut memori."
Rangga meenggunakan tatapan itu lagi, tatapan yang meminta penjelasan. Karena Bima dapat membaca pikiran, Bima langsung menjawab bahwa selama ini Ia juga masih belum bisa menemukan identitas Sang Karma. Itu pun kalau dia benar menjadi kontestan pula.
"Jadi mereka bukanlah manusia...?" Tanya Ree dengan tak yakin.
Bima menggeleng tidak tahu.
"Inilah mengapa seorang kontraktor harus diberikan batasan," kata Lex.
Rangga mengangguk. Ketegangan merasuki Ree saat itu juga, pikirannya terbayang pada pertemuannya dengan suatu kekuatan yang aneh. Kekuatan itu seakan memburu Ree, terasa sekali haus darah. Para bayangan yang tersentuh oleh kekuatan itu juga berteriak kesakitan.
Namun dalam pikiran Rangga, gadis itu pasti kaget karena cerita mengenai malapetaka yang dibawa Prajurit Bayangan sudah menyebar ke mana-mana.
"Aku.. juga tidak dapat merasakan bayangan mereka..." bisik Ree, lebih pada dirinya sendiri.
Mungkinkah karena Xi sudah bukan manusia sehingga Ree tidak dapat merasakan bayangannya...? Ataukah ada magis lain yang menutupi keberadaannya. Seseorang yang menyadari kemampuan bayangan milik Ree. Ree teringat perempuan yang melindungi Nareen ketika dirinya masih merupakan bagian dari Pasukan Bayangan.
Mungkinkah...?
"Entah bagaimana, Sang Karma dapat menyusun kontrak dengan makhluk magis dan bukannya dewa," lanjut Lex, "Tetapi banyak orang mencoba hal yang sama dengannya, mendatangi Naga Hitam, namun gagal mendapatkan kekuatan apapun."
"Antara mereka tidak bisa menyediakan korban sebesar Prajurit Bayangan, atau pria itu mengetahui rahasia magis yang tidak orang lain tahu," kata Rangga lebih seperti tertarik dan bukannya jijik seperti nada Lex.
Pria.
"Lebih parahnya, kru Hitam disponsori oleh mafia terkenal Andalas–"
"Naren Nygard," sahut Ree.
Rangga mengangguk.
"Bagaimana bila kita bertemu dengannya? Sang Karma?" Tanya Bima.
Tidak ada yang menjawab. Rangga sepertinya lebih ingin merekrut Sang Karma. Sedangkan Lex meludah ke lantai, yang tentunya Ree dapat artikan sebagai Lex tidak akan sudi menerima Sang Karma menjadi anggota mereka. Danum dan Bima bersikap netral. Meski bayangan Danum berbisik girang bahwa gadis itu mengagumi Sang Karma.
Ree menghela napas. Tidak pernah ia menemukan orang-orang yang sangat mudah dibaca.
Setelah pembicaraan mengenai kru Hitam, Ree cepat-cepat pamit menuju kamarnya. Ia tidak kuasa mendengar satu katapun mengenai Xi atau Naren. Setibanya di kamar, ia langsung berselonjor pada kasur tanpa membuka pakaiannya.
Ia biarkan pikirannya mengelana menuju pria bermata cokelat tua yang menunjukkannya bahwa hidup masih patut dijalani. Salah satu orang yang berperan besar mengembalikan semangat hidup Ree setelah Ia meninggalkan Judistia.
Xi. Teman seperjuangannya.
Kemudian pikirannya mengelana pada malam itu. Kengerian dan perbuatan keji yang telah ia lakukan.
Semuanya di masa lalu. Garin dan Dae sudah mati. Xandor sudah mati. Xi sudah mati.
Semua sudah tiada.
Tapi bagaimana bila Xi benar masih hidup?
Dengan pertanyaan tersebut, Ree tertidur. Tidak tenang, namun akibat berlatih sekuat tenaga selama beberapa hari, tubuhnya lambat laun berpasrah pada alam bawah sadar.
ᴀᴘᴀᴋᴀʜ ᴛɪᴅᴜʀᴍᴜ ᴀᴋᴀɴ ᴛᴇɴᴀɴɢ ꜱᴇᴛᴇʟᴀʜ ᴍᴇᴍʙᴀᴄᴀ ᴄʜᴀᴘᴛᴇʀ ɪɴɪ?
ᴛᴇɴᴛᴜ ꜱᴀᴊᴀ ᴛɪᴅᴀᴋ ʙɪʟᴀ ᴋᴀᴜ ʙᴇʟᴜᴍ ᴍᴇᴍʙᴇʀɪᴋᴀɴ ᴠᴏᴛᴇ/ᴋᴏᴍᴇɴᴛᴀʀ/ ꜰᴇᴇᴅʙᴀᴄᴋ
ꜱᴀʟᴀᴍ,
ᴘᴀʀᴀ ʙᴀʏᴀɴɢᴀɴ ᴅɪ ᴛᴇᴍʙᴏᴋᴍᴜ.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top