𝕭𝖆𝖇 13

Esok hari dan hari-hari berikutnya, kru mereka selalu dijemput Wiseman di waktu yang sama. Pukul delapan pagi. Pelayan koloseum itu mengantar mereka menembus labirin menuju gedung serbaguna. Terdapat tiga bukaan besar dari labirin menuju gedung itu.

Gedung itu sendiri tidak terlalu tinggi, hanya lima lantai dan berbentuk kotak. Empat pilar besar menyanggai kempat rusuk bangunan itu. Lantai satu dan dua memiliki lingkaran-lingkaran besar yang disebut arena magis. Ketika seseorang memasuki arena itu, mereka dapat mendesain rupa arena semau mereka. Fitur lawan, rintangan, dan level kesusahan dapat diubah sendiri. Setidaknya ada sepuluh arena magis.

Lantai tiga adalah arena berlatih memanah. Juga terdapat lemari magis yang akan memunculkan semua perlengkapan senjata dan pakaian yang dimiliki oleh satu kru. Ketika Ree berada dua langkah di depan lemari itu, baris demi baris rak mulai memunculkan pisau-pisau yang dimiliki Ree. Di rak terakhir, Ree melihat sebuah sepatu boots dan pakaian tempur berwarna hitam.

"Ini bukan punyaku." Ree menunjuk sepatu dan pakaian itu.

"Itu adalah sponsor," kata Rangga di belakang Ree.

Ree menelusuri pakaian itu. Pakaian tempur itu terbuat dari bahan kulit, terdapar corak emas di bagian dada dan pundak. Bahannya kuat namun juga lentur sehingga dapat memberikan keleluasaan ketika bergerak. Ree menyukai sponsor ini.

"Bagaimana dengan lantai empat dan lima?" Tanya Ree pada Wiseman.

"Lantai empat adalah sebuah perpustakaan, dan lantai lima adalah lantai kosong."

Perpustakaan? Di atas tempat latihan? Gedung itu memang sesuai dengan namanya, gedung serbaguna.

Ree melayangkan pandang ke satu lantai. Ia telah melewati lantai satu dan dua sebelumnya, dan ia tidak melihat banyak kru yang berlatih. Khususnya ia tidak melihat kru Pandawa dan kru Hitam. Ia melihat kru Gregorio di lantai dua. 

"Apakah kru lain merasa tidak perlu berlatih?" 

Tepat ketika ia menanyakan itu, kru Penyihir Putih muncul dari tangga. Mereka melenggang melewati kru Pangeran Pemberontak dengan santai. Masing-masing dari mereka menuju satu lemari.

Karena penasaran, Ree memerhatikan isi lemari mereka satu per satu. Sepertinya mereka mendapatkan sponsor yang jauh lebih banyak. Lemari mereka semua hampir penuh dengan beragam senjata.

"Latihan sebenarnya tidak wajib. Tetapi hanya dapat dilakukan di alokasi waktu yang telah tersedia." Lalu Wiseman pamit dan menghilang seperti hari pertama.

"Baiklah, gadis bayangan," bisik Rangga agar orang lain tidak dapat mendengar, "Berlatihlah denganku."

Ree menelusuri jemarinya pada pisau-pisaunya satu per satu. Haruskah ia memilih pisau yang paling ramping, pisau yang berliuk, atau pisau bermata ganda?

Akhirnya ia memilih pisau yang bergagang huruf T dan sebuah pisau mata ganda. Ia memutar tubuhnya mendapatkan Rangga tidak memilih senjata apapun.

Setelah mereka berdua berganti pakaian yang baru, mereka turun ke lantai dua dan memasuki satu lingkaran arena. Rangga mengaturnya hingga menyerupai arena berpasir di koloseum. Lex dan Danum bersiap berlatih di arena lain. Bima memperhatikan mereka.

Hanya ada lima kru lain yang memakai arena magis di lantai dua. Tak lama, kru Penyihir Putih pun mengikuti untuk berlatih di lantai dua.

"Terdapat kontestan yang terbunuh kembali," kata Wiseman tiba-tiba. Ree mengerutkan kedua alisnya. Bima terkesiap dan Danum mendecak.

'kembali'? Apakah hal ini sudah terjadi sebelumnya?

Melihat tatapan bingung Ree, Rangga menjelaskan bahwa beberapa hari ini sudah terdengar kabar pembunuhan. Pembunuhnya muncul tiba-tiba, menggunakan jubah hitam. Kontestan lain bahkan berkata seakan tubuh mereka muncul dari bayangan. Karena itulah sang pembunuh dapat berpergian dalam komplek koloseum tanpa diantar.

Ketika menceritakan itu, tatapan Rangga memincing pada Ree. Deskripsi sang pembunuh mirip dengan kekuatan Ree. Tetapi selama beberapa hari itu Ree terbaring dalam kamarnya diinfus.

"Rumor mengatakan Sang Karma yang melakukannya," kata Danum di sela-sela serangannya pada Lex di arena, "Jangan lengah. Hati-hati di setiap sudut."

Tak hanya tatapan Rangga, tatapan Wiseman pun membakar Ree. "Ada rumor pula sang pembunuh mungkin bukan kontestan. Tapi makhluk lain." 

Sebelum mereka dapat meminta penjelasan lebih, pelayan koloseum itu telah hilang kembali.

Bima bergumam, meski mereka semua dapat mendengarnya. Selama ini Bima sang Pembaca Pikiran bahkan tidak dapat merasakan kehadiran sang pembunuh. Ada kekuatan yang lebih besar dari mereka yang bermain di sini.

Rangga yang memulai menyerang terlebih dahulu. Ia menembakkan sebuah bola api pada Ree. Dengan gampang Ree dapat menghindar. Lalu gadis itu melayangkan pisau ke leher Rangga yang dihindari pria itu.

"Kenapa kau membutuhkan Rosea?" Tanya Ree di sela-sela rutinitas gerakan mereka. 

Seperti sebuah permainan tarik ulur, mereka kian bergantian memberikan pukulan, ayunan pisau, bola api, juga saling menghindari.

Rangga mulai menceritakan mengenai legenda-legenda keturunan Janya yang memiliki kemampuan membuat alam menurut pada mereka. Visabella, Chandraguna. Semua yang tertulis pada buku sejarah, semua keajaiban adalah hasil keturunan Janya. Mereka yang dapat menggunakan magis melampaui kontraktor biasa. 

Lanjut Rangga, "Jagrav telah memasang tembok di sekeliling ibukota. Bertahun-tahun kita berusaha mendobraknya tetapi mustahil. Rosea... mungkin adalah jawabannya."

Ketika mereka sedang mengambil napas, Ree melihat Lex. Pada Hari Perkenalan, pria itu tampak tidak senang ketika mengetahui bahwa jawaban dari permasalahan mereka adalah Rosea. Pria itu ternyata bergerak dengan sangat lincah, ia dapat menyaingi kecepatan Danum.

Bahkan hingga sekarang, meski pemuda itu sedang berlatih melawan Danum, bayangannya masih saja berteriak betapa bencinya ia dengan kontraktor seperti Ree. Ia tidak menyukai kontraktor yang mengorbankan nyawa, ia tidak menyukai Janya.

Rangga melihat arah pandang Ree. Seperti membaca pikiran Ree, Rangga berkata, "Ia kehilangan Ibunya." 

Suara Rangga rendah. "Ibunya dijadikan korban kontrak oleh seorang bangsawan. Pemerintahan Janya membiarkan hal itu terjadi. Kita berusaha untuk mengubah Judistia menjadi lebih baik."

Rasanya seperti ada yang menonjok Ree di perut. Gadis itu melayangkan pisaunya dengan kecepatan yang Rangga tidak pernah lihat. Ia terus menyerang dan menyerang sementara Rangga terus menghindar.

Mulutnya sudah bergerak sendiri sebelum ia dapat menghentikannya. "Suatu pemerintahan tidak hanya terdiri dari Janya saja. Bagaimana dengan para pejabat dan bangsawan? Janya hanyalah puncak dari sebuah pulau es. Sangat mudah untuk menyalahkan semuanya pada mereka."

Rangga terkejut akan pernyataan Ree. Baru kali ini ia mendengar seseorang membela Janya.

"Bagaimana pun, Janya haruslah yang bertanggung jawab. Mereka adalah pemimpin satu negara–"

"Dan para bangsawan sepertimu yang hanya berdiam diri saja adalah yang paling suci?!" 

Lagi-lagi sebelum Ree dapat menghentikan dirinya, suaranya sudah meninggi. Ia memutar tubuhnya untuk menendang kaki Rangga, namun pria itu sudah lebih dulu meloncat ke belakang.

Satu lantai memperhatikan mereka sekarang. Kru Penyihir Putih, Lex, Danum, Bima, dan para kontestan lain.

Tatapan Rangga menggelap. Bibirnya menipis sementara rahangnya mengeras. Napas mereka menderu, terengah-engah dengan irama yang berbeda.

Ree sudah tidak peduli lagi. 

"Kau juga hanya berdiam diri ketika Jagrav membantai Janya. Setidaknya Ayahmu itu tidak diam saja. Ia melakukan sesuatu. Apa yang telah kau lakukan selama ini selain mempersalahkan Janya, huh?!"

Seperti sebuah tali yang tiba-tiba terputus, seperti sebuah sumbu yang menyala, sesuatu seakan terbangun dari Rangga. Tanpa berpikir pria itu mulai meluncurkan bola api demi bola api pada Ree. Dengan lincah Ree menghindari.

Gadis itu dapat melihat tatapan Rangga menjadi sangar, membabi buta. Pria dingin yang selalu memperhitungkan segalanya itu telah termakan amarah. Tetapi bukannya menjaga jarak, Ree justru melangkah maju sembari menghindari bola-bola api itu. Akhirnya Rangga berhenti melempari bola api. Ia membuat lingkaran api yang besar, mengurung Ree di dalam bersama Rangga sehingga gadis itu tidak akan bisa lari. Rasa panas mulai menusuk kulitnya. Pakaiannya pun mulai berasap.

Kemudian Rangga membentuk sebuah pedang menggunakan magis apinya. Pria itu mulai mengayunkan pedangnya. Ayunan demi ayunan yang kuat. Ree menghindar namun masih bergerak maju. Sedikit demi sedikit. Hingga akhirnya Rangga mengayunkan pedang ke kepala Ree dan gadis itu menahannya dengan kedua pisau di tangannya. Tentu panas api Rangga dapat melelehkan besi pada pisau Ree. 

Tetapi Ree sudah sangat dekat. Peluh keringat bercucuran dari sekujur tubuhnya. Kulit di jemarinya sudah terbakar, melepuh dan sakit. Mengerahkan semua tenaganya, Ree mendorong pedang Rangga. Momentum itu membuat lengan Rangga sedikit terpental. 

Sebelum pria itu kembali mengayunkan pedangkan lagi, Ree dengan cepat menusuk perutnya. Panas api pada besi mampu melelehkan pakaian baru yang kuat itu.

Meski hanya sepersekian detik, Ree dapat melihat sorot mata Rangga berubah saat itu juga. Seakan ia baru tersadarkan mengenai perbuatannya.

Seketika api di sekitar mereka menjadi debu-debu magis. Ree mendengar banyak orang terkesiap melihatnya menusuk Rangga.

Rangga terjatuh ke belakang, Dengan cepat Ree menangkap kepalanya. Kemudian ia menangkupkan telapak tangannya pada luka di perut Rangga. Jemarinya bersinar dan dengan cepat daging serta kulit Rangga kembali normal.

Ree kaget melihat bahwa pakaian baru itu ternyata dapat beregenerasi pula. Terdapat magis di dalam pakaian itu yang dapat menyambung ulang benang-benang yang sudah terputuskan. Membuat Ree berpikir siapa yang memberikan sponsor ini?

Sisa kru mereka mulai bergegas ke sisi Rangga. 

"Aku sengaja melakukannya," bisik Ree dengan cepat sebelum Lex dapat mendorong Ree dari sisi Rangga. "Aku mendapatkan informasi dari kru Penyihir Putih karena distraksi tadi."

Tatapan Rangga dan ketiga temannya terkesima. Rangga terutama, merasa lega. Lega karena Ree sebenarnya tidak memaksudkan semua perkataan tadi.

"Untuk sekarang kita pertahankan saja ilusi bahwa kru kita sedang retak. Aku akan temui kalian di penginapan."

Ree menahan tatapan Lex. "Aku tidak peduli apa yang Janya atau para bangsawan lakukan." 

Entah mengapa Ree merasakan pahit di lidahnya. Kemudian ia berdiri dan sebelum kru nya dapat berkata apa-apa lagi, Ia menaiki tangga menuju tempat yang tidak pernah dikunjungi para kontestan. Menghilang dari pandangan semua orang.



ʙɪꜱᴀᴋᴀʜ ᴋᴀᴜ ᴍᴇɴᴄɪᴜᴍ ᴋᴇʙᴏʜᴏɴɢᴀɴ ʏᴀɴɢ ᴅɪʟᴏɴᴛᴀʀᴋᴀɴ ʀᴇᴇ ᴘᴀᴅᴀ ʙᴀʙ ɪɴɪ?

ʙɪʟᴀ ᴋᴀᴜ ʙɪꜱᴀ, ʙᴇʀɪᴋᴀɴ ᴋᴏᴍᴇɴᴛᴀʀ ᴀᴛᴀᴜᴘᴜɴ ᴠᴏᴛᴇ

ᴋɪᴛᴀ ʟɪʜᴀᴛ, ꜱᴇʙᴇʀᴀᴘᴀ ᴊᴇʟɪ ᴅɪʀɪᴍᴜ


ꜱᴀʟᴀᴍ,

ᴘᴀʀᴀ ʙᴀʏᴀɴɢᴀɴ ᴅɪ ᴅᴀʟᴀᴍ ʟᴀᴄɪᴍᴜ.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top