𝕭𝖆𝖇 1


Melihat langit menitikkan air hujan, Ree berjalan secepat yang ia bisa. Sepatu boots-nya menapak genangan air di tengah jalan, membuat cipratan air di sekeliling.

Tidak ada orang yang peduli bila pakaian atau kasut mereka basah di jalanan ini. Semua orang yang melewati jalanan di daerah kumuh Kota Rideale sudah pasrah dengan nasib malang pakaian mereka. Apalagi hujan telah berhari-hari mengguyur bagian barat kontinen Pallaea dan Kota Rideale selalu terkena tangisan alam itu.

Di sebelah kiri, seorang pria di depan deretan ruko-ruko berteriak mengenai berita terbaru sembari menawarkan koran jualannya pada siapa pun yang lewat. 

"Turnamen Mentari telah dibuka kembali! Pangeran Pemberontak dirumorkan membentuk pasukan! Pemagis murni ditemukan kembali!" 

Beberapa pria dengan jas abu-abu, dan topi bundar berhenti untuk membeli koran.

Ree menyambar koran di lengan kiri salah satu pria bertopi bundar itu dan melemparkan sebuah koin perak ke arah penjualnya. Si penjual melotot kaget. Namun, sebelum ia dapat berkomentar, gadis itu sudah berhambur pergi.

Kertas koran itu ia buka dengan kasar. Halaman pertama tertera informasi mengenai Turnamen Mentari lengkap dengan langkah pendaftaran serta persyaratan peserta. Rintihan gerimis membuat titik-titik gelap di kertas tipis itu. Ree membolak-balik kertas-kertas itu hingga matanya menatap seorang wajah pria muda yang terpampang pada halaman sembilan.

'Pemagis Murni Ditemukan Setelah Hampir 1000 Tahun.' 

Tercetak dengan huruf besar di atas foto pria itu. Ia membaca cepat artikel tersebut, sembari tetap memacu kakinya melewati lalu-lalang orang di jalanan kumuh itu. Semua orang yang melewatinya terlihat muram. Mungkin karena cuacanya.

Ree dengan sigap memiringkan badan ke kanan dan ke kiri untuk menghindari bertabrakan dengan orang-orang yang berlawanan arah dengannya.

Tidak perlu ia memperhatikan jalanan, ia dapat merasakan gerak-gerik orang di sekitarnya. Seperti ada suara di otak yang menavigasi sekeliling gadis itu, dan mengatakan kapan ia harus memiringkan badan, kapan harus menunduk, kapan harus mempercepat langkah.

Sebutlah, sebuah intuisi atau insting.

Tapi bila kau ingin jawaban yang jujur, bayangan-bayangan yang memberitahu Ree semua itu. Mereka bersemayam di bawah kaki setiap orang, di sudut dinding-dinding kota, di segala tempat baik terang maupun gelap.

Mereka membisikkan pada Ree mengenai keberadaan setiap makhluk dan benda-benda. Juga segala misteri yang menyelimuti sudut-sudut kota.

Mereka selalu akurat ... tapi tidak selalu informatif ... beberapa bayangan lebih memilih untuk setia terhadap majikannya. Bayangan seperti itu selalu membungkam diri.

Ree berhenti tatkala kakinya sudah menapak pada podium kayu kecil. Ia melayangkan pandangan kembali ke depan, ternyata ia sudah sampai pada tujuannya.

Tulisan 'Tuak Romero' tertera di atas pintu bangunan. Bangunan itu terbuat dari kayu yang sudah lapuk. Terasnya saja berderik setiap kali ia melangkah.

Aroma jahe dan alkohol menyeruak kuat dari dalam bangunan. Pun riuh para pelanggan yang kentara dengan suara keramaian di jalan.

Tepat ketika seseorang membuka pintu, Ree menggeser tubuhnya hingga pintu itu menutup tubuhnya dari jalanan. Di bawah pintu itu, terdapat sebuah kolam bayangan hitam di atas lantai kayu, juga pada dinding yang membelakangi pintu. Lalu ia menenggelamkan dirinya dalam bayangan itu.

Tubuh Ree berubah seperti tinta hitam di lantai dan menyatu dengan kolam bayangan di bawah pintu.

Dari penglihatan Ree, warna-warni dunia berubah menjadi hitam pekat, seperti kelambu hitam menutupi matamu. Keramaian bar dan jalanan menjadi redup, tergantikan dengan bisikan-bisikan para bayangan. Mereka memberitahu Ree letak setiap struktur dan orang dalam bar. Terkadang, mereka menyelipkan satu atau dua rahasia. Bisikan mereka terdengar seperti semilir angin dan debur ombak pada malam hari di pantai. Ramai. Meski terasa kosong.

Seorang perempuan. Penginapan. Kontestan.

Ree ucapkan kata-kata itu dalam pikirannya.

Di sini. Kemarilah. Jawab para bayangan itu.

Mereka mengarahkan Ree ke sebuah tangga di pojok bar. Di sebelah tangga itu, seorang bartender dengan sibuk memberikan gelas-gelas minuman pada para pelanggan.

Mengikuti bisikan para bayangan, Ree seakan mengalir di lantai bar. Di bawah kaki para pemabuk dan pemain judi serta pelayan bar. Di bawah kaki meja dan kursi. Ree mengalir di lantai kayu yang sudah lapuk itu, hanya sebuah noda hitam di kayu –yang tentunya orang tidak akan lihat dua kali.

Kemampuan mengendalikan bayangan sangat jarang ditemukan. Tidak banyak orang yang pernah menemuinya hingga merasa perlu untuk menjaga diri dari bayangan yang bergerak.

Ree terus bergerak hingga mencapai bayangan tangga. Seseorang baru saja hendak menaiki tangga itu. Dengan cekatan ia menyatu dengan bayangan orang itu, mengikuti bayangan dirinya yang ikut melangkah menuju lantai dua. Namun ketika pria itu memasuki pintu pertama di sebelah kiri lorong lantai dua, Ree menetap pada anak tangga terakhir.

Lantai dua itu terdiri dari satu lorong. Di kedua sisi lorong itu, empat pintu saling berhadap-hadapan.

Para bayangan kembali menariknya ke sebuah pintu. Dunia terlihat buram dan abu-abu dari perspektif bayangan. Namun ia dapat menghitung bahwa mereka mengarahkannya kepada pintu ketiga di sebelah kanan.

ᴍᴀꜱᴜᴋʟᴀʜ. Bisik para bayangan itu.

Maka Ree masuk.

Seorang perempuan sedang duduk di atas ranjang. Ia sedang membuka sepatu boots-nya, hendak bersiap-siap untuk tidur. Warna rambutnya hitam –ciri khas bangsa Judistia, dan kulitnya krem. Karakteristiknya mirip dengan diri Ree sendiri, meski kulit Ree lebih pucat dan hidung Ree lebih mungil.

Namanya Tia... bisik para bayangan.

Aku tahu. Jawab Ree.

Besok dia akan bermain di Turnamen Mentari.

Aku tahu.

Ree menunggu punggungnya membelakangi pintu sebelum memunculkan dirinya kembali. Bukan lagi sebuah kolam hitam di lantai, Ree kembali menjadi daging dan tulang.

Ree menganyam bayangan menjadi sebuah masker untuk menutupi bagian bawah mukanya. Hanya menyisakan matanya untuk melihat.

Ketika gadis itu memutar badannya kembali, sebuah pisau sudah ditekan ke lehernya.

"Maafkan aku."

Gadis bernama Tia itu hendak menjerit, tapi tangan Ree lebih dulu membungkam mulutnya dengan bayangan. Sulur asap berwarna hitam juga mengikatkan kedua tangan dan kakinya.

Matanya terbelalak ketakutan ketika Ree menyentuh dahinya dengan tangan kiri.

Cahaya biru muncul dari kening gadis itu dan merambat, memilin pada tangan Ree. Seperti aliran sungai yang berkelok-kelok, air itu menyesuaikan garis-garis pembuluh darah. Lalu masuk ke dalam kulit.

Dingin.

Rasanya seperti meminum air segar setelah seharian mengelana tanpa minum.

Inilah rasanya kekuatan magis penyembuh.

Setelah beberapa lama, Ree menarik tangannya dari kening gadis itu. Cahaya biru itu menghilang seketika. Meninggalkan sisa-sisa sinar yang membayangi ruangan.

"Tenang saja, kau masih memiliki kekuatanmu," kata Ree. "Aku tidak mengambil satu persen pun kekuatanmu. Hanya... meminjamnya sementara."

Gadis itu sekarang sudah bergemetar. Banyak orang merasa panik ketika merasakan kekuatan yang sudah familiar di tubuh mereka terasa... hampa.

"Tapi bila kau tidak mengikuti kata-kataku berikutnya. Aku mungkin akan melakukan hal yang lebih buruk," lanjut Ree. Suaranya dibuat rendah, mengancam. 

"Apa kau mengerti?"

Gadis itu mengangguk pelan.

"Kemasilah barang-barangmu dan pulanglah ke Judistia." Lanjut Ree dengan penekanan. "Sekarang juga. Dan bila kau berusaha meminta pertolongan sebelum sampai negeri seberang... aku tidak akan bertanggung jawab akan apa yang bayanganmu dapat lakukan."

Ancaman kosong. Ree memberi gadis itu ancaman kosong.

Sebenarnya Ree tidak bisa mengontrol bayangan bila mereka tidak berada satu area dengan Ree.

Tapi gadis itu tidak perlu mengetahui hal ini. Pikir Ree sembari memerhatikan tato di bagian dalam pergelangan tangannya. 

Bentuknya sederhana, bulat dan hanya lebih besar sedikit dari biji jagung. Warnanya hitam pekat, berjumlah satu.

Itu adalah tanda kontrak.

Setiap kontrak yang dibayar akan memunculkan satu bulatan berwarna hitam pada bagian dalam pergelangan tangan. Pembayaran kontrak kedua akan memunculkan bulatan yang sama, hanya saja terletak sedikit di bawah bulatan pertama. Begitu juga pembayaran kontrak ketiga.

Manusia hanya dapat melaksanakan tiga kontrak. Dan setelah menetapkan kontrak dengan seorang dewa, orang itu hanya dapat membuat kontrak kedua dan ketiga dengan dewa yang sama. Beberapa dewa pun berkehendak melakukan kontrak hanya dengan satu kontraktor. Ketika kontraktor itu meninggal, para dewa akan menunggu hingga kontraktor lain yang pantas mendatangi mereka.

Ree baru memiliki satu bulatan.

Tidak ada niat sama sekali untuk menggandakannya.

Di bawah bulatan itu, terdapat guratan-guratan berwarna merah muda. Melihat itu, perut Ree serasa mual.

Ree masih berada di dalam kamar yang sama dalam Tuak Romero. Tempat tidur gadis itu, Tia, sekarang kosong. Tia sudah beranjak meninggalkan penginapan itu dan kota Ridealle beberapa jam yang lalu.

ɪᴀ ꜱᴜᴅᴀʜ ᴍᴇɴᴀɪᴋɪ ᴋᴇʀᴇᴛᴀ ᴘᴇʀᴛᴀᴍᴀ, kata bayangan perempuan itu yang masih berbisik pada Ree. Suaranya seperti banyak namun satu, tidak berat dan tentunya tidak terdengar ringan. Ree juga dapat mendengar bayangan-bayangan orang serta benda lain berbisik padanya. Namun Ia sudah belajar untuk menghiraukan bisikan-bisikan yang tidak berguna baginya.

Ree tidak menjawab mereka.

Setelah Tia menaiki kereta, Ree tidak akan dapat mengontrol bayangannya kembali.

Cermin di kamar Tia sudah berdebu, usang karena termakan usia dan perawatan yang lalai. Di hadapannya Ree berdiri tanpa baju. Kulit pucatnya tampak kontras dari guratan-guratan berwarna hitam di punggungnya. Berbentuk seperti sayap, garis-garis hitam itu memilin dan menjalar dari dua titik di tulang belikatnya hingga setengah punggungnya.

Dulu lukisan sayap itu lebih panjang.

Sebentar lagi kami akan meninggalkanmu, Gadis Kecil.

Kekuatan bayangan adalah kekuatan yang Ree pinjam. Bukan ambil, bukan curi. Namun Ree dapat mengkopi kekuatan dan memakai kekuatan itu dalam batasan waktu tertentu. Pinjam, adalah kata yang tepat. Seiring waktu, ketika magis pada Ree melemah, magis orang itu akan kembali penuh.

Di bagian atas sayap itu, tepat dari titik garis-garis itu memulai, guratan berwarna biru mulai bermunculan. Kekuatan penyembuh dari gadis itu.

Seperti air mengalir, guratan-guratan itu menjalar dan bersatu dengan guratan berwarna hitam yang sudah lebih dulu ada. Lukisan yang terbentuk adalah sayap gradien biru dan hitam. Meski warna hitam masih jauh lebih mendominasi.

Ia memalingkan wajahnya melihat jendela, matahari baru saja terbit di ufuk timur. Corak oranye dan kuning menembus warna biru tua sisa malam. Terdengar ayam berkokok dari luar bangunan.

Beberapa saat kemudian dentang tabuh mulai bergemuruh dari tengah kota. Dug. Dug. Dug. Alunan irama kuno yang dimainkan untuk menyambut para peserta turnamen dari segala penjuru. Dug. Dug. Dug.

Aku kemari hanya untuk satu tujuan, Ree mengingatkan dirinya.

Satu.

Jangan percaya siapapun, fokus pada tujuanmu.

Ree mengenakan jubah berwarna hijau tua miliknya. Menyembunyikan kepala di balik tudung besarnya. Ia mengecek kembali semua pisau-pisau yang Ia sematkan di pakaian tempurnya. Dua di kedua lengan, satu di setiap paha, satu di setiap boots, dan tiga di sabuknya.

Sebelum matahari dapat memanjat lebih tinggi di langit, Ia menenggelamkan diri menjadi bayangan kembali.

Kemudian mengalir antara satu bayangan ke bayangan lain, menuju jantung Ibu Kota Andalas. Menuju tempat sumber suara tabuh.

Menuju koloseum tempat permainan kuno diselenggarakan.

Dug. Dug. Dug.

Satu tujuan, Ree.

Untuk mencari adiknya, Andreas von Mikhael, yang diculik dari rumah dua bulan yang lalu.  



Kami, para bayangan, menyatakan selamat pada Anda yang berhasil sampai sini.

Namun... ini baru permulaan...

Silahkan tinggalkan jejakmu dalam bentuk komentar, vote, atau feedbaack


Salam,

Para bayangan di tempat yang tidak kau lihat.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top