𝕭𝖆𝖇 26

Setelah memastikan anggota krunya sudah tertidur, Ree meleburkan diri dalam bayangan. Ia harus mengunjungi adiknya. Memastikan bocah itu tidak apa-apa.

Saat itu jam menunjukkan sudah subuh. Dalam kediaman Pandawa, Ree berhati-hati untuk tidak bergerak dalam ruangan yang bercahaya. Meski tampaknya semua ruangan sudah termatikan lampunya. Kecuali kamar Andreas. 

Ree memasuki kamar yang familiar itu. Ia dapat melihat bocah itu terduduk di kasurnya. Matanya sayu dan berair.

Andreas langsung dapat mengetahui keberadaan Ree ketika gadis itu memunculkan dirinya. Bocah itu tidak terkejut.

"Aku tidak ingin berbicara denganmu," kata bocah itu, "Pergilah."

Ree tidak mengindahkan permintaan Andreas. Ia justru mendekat, kedua tangannya menggapai kepala Andreas kemudian menyandarkan kepala bocah itu pada dadanya. Ree tidak memiliki kata-kata apapun untuk meredakan perasaan Andreas.

Ia teringat pertama kali ia membunuh orang adalah lima tahun yang lalu. Seorang prajurit Nareen hendak menebasnya dengan pedang, maka Ree menusuknya terlebih dahulu. Hari itu mereka melawan puluhan pasukan Nareen sedangkan mereka hanya berlima. Setelah Ree membunuh orang pertamanya, ia tidak memiliki waktu untuk merasa menyesal. Bila ia ragu sedikitpun, nyawa teman-temannya menjadi taruhannya. 

Tetapi di akhir hari itu, ketika mereka kembali ke gubuk... Ree hanya terdiam. Ia tidak nafsu makan, pun tidak bisa tidur. Wajah-wajah orang yang dibunuhnya kian menghantuiya.

Ia ingat, malam itu Xi mendatangi kamarnya. Pemuda itu memeluknya, Xi hanya merangkulnya sepanjang malam. Hingga Ree akhirnya tertidur, merasakan kehangatan Xi. Ree masih ingat aroma pemuda itu. Musk dan vanilla.

Seperti Xi malam itu, Ree tidak memiliki kata-kata penenang. Tidak memiliki kata-kata mutiara. Ia hanya memiliki kedua tangannya, hanya memiliki rangkulannya. Ia harap rangkulannya dapat menyampaikan hatinya pada Andreas, seperti Xi telah berhasil menyampaikan pesannya pada Ree malam itu.

Aku di sini. Aku di sini. Itulah pesan yang ingin Ree sampaikan pada Andreas.

Bocah itu tidak melawan, juga tidak berkata apapun lagi. Meski ia tidak membalas pelukan Ree, bocah itu membenamkan wajahnya pada tubuh Ree. Seakan ia butuh menghirup kehangatan Ree lebih banyak.

Mereka berada di posisi itu lama sekali.

Hingga akhirnya Andreas tertidur dalam pelukan Ree.

Setelah meletakkan tubuh Andreas di bawah selimut, Ree menoleh kepada adiknya itu lagi. Langit di jendela kamar Andreas masih gelap –ungu yang gelap, menandakan sudah subuh.

Melihat adiknya tertidur pulas, Ree akhirnya meleburkan dirinya dengan bayangan kemudian hendak kembali ke penginapannya... ketika sebuah bayangan berteriak di kepalanya. Dekat, sangat dekat bayangan itu.

Ree langsung membelokkan arah tubuhnya menuju suara bayangan itu. Ia berseluncur di bawah labirin, menuju arah yang tidak pernah ia kunjungi. Suara bayangan itu membawanya kepada sebuah kediaman. Dengan seketika ia langsung tahu kediaman siapa, kru Hitam.

Gadis itu melebur menjadi bayangan tembok bangunan. Dengan lancar ia memasuki lantai kedua kediaman itu kemudian menyatu dengan bayangan lampu di atas ruangan.

Tidak ada yang dapat mempersiapkan Ree akan apa yang ia lihat malam itu. Empat orang terikat dan berlutut di lantai ruangan. Kru Hitam mengawasi mereka. Ree dapat melihat Xi. Di depan mereka adalah ketiga anggota kru Pandawa yang masih tersisa. Dan di belakang kru Pandawa... Nareen dan Rosea.

Bagaimana Nareen dan Rosea dapat masuk dalam komplek koloseum?

Ree tidak berani mengirimkan bayangannya untuk mencari tahu apakah keempat orang itu adalah peserta atau bukan. Bila ada bayangan yang bergerak, besar keemungkinannya para kontraktor terlatih ini dapat mengetahuinya. Pun ia tidak berani meraih atau membujuk bayangan-bayangan lain dengan magisnya.

"Terima kasih untuk bantuanmu, Nareen," kata suara yang feminin. 

Suara itu familiar, Ree bersumpah pernah mendengarnya sebelumnya. 

"Anggota kru milikku sangat tidak becus! Membunuh satu cacing api saja tidak bisa. Mereka malah kehilangan dua anggota!" Nadanya meninggi dalam amarah. 

Ree dapat melihat dua orang anggota kru Pandawa hanya menunduk. Dagu dirapatkan ke dada. 

"Jangan khawatir, Putri Rosea," perkataan Nareen menjawab pertanyaan Ree. 

"Itulah mengapa empat orang kru Piwa ini akan menjadi santapan lezat untuk memenuhi kontrak anggota-anggotamu."

Kru Piwa? Astaga... Otak Ree baru saja menghubungkan dua teka-teki. Nareen melakukan bisnisnya dalam turnamen ini. Ia memberikan korban-korban kontrak pada kru Pandawa yang entah bagaimana dibawah kendali Rosea. Tapi bagaimana cara mereka menculik para peserta itu dan membawa mereka ke kediaman ini?

Saat itulah Ree teringat... kekuatan hitam keji yang ia temui pada Hari Perkenalan. Ia sekarang sadar kekuatan apa itu. 

Kekuatan yang sama dengan Ree namun berbeda. Sama-sama kekuatan bayangan namun memiliki esensi yang berbeda dengan magis bayangan Ree. 

Entah bagaimana, kekuatan hitam itu lebih mengontrol, lebih seperti merenggut bayangan secara kasar dan lebih memaksa bayangan-bayangan. Tetapi magis Ree... lebih seperti bercakap-cakap, berbicara, dan membujuk bayangan. Ree tidak benar-benar mengontrol ataupun memaksa bayangan. Ia hanya mengajak dan memintanya tolong.

Meski berbeda cara, tetap saja kekuatan hitam itu dapat mengendalikan bayangan seperti Ree... itu menjelaskan bagaimana mereka dapat memindahkan peserta dari satu kediaman ke kediaman lain.

"Ah, aku tidak bisa berterima kasih atas jasamu, Nareen," kata Rosea kembali, "Tanpamu memenangkan turnamen ini akan menjadi sangat sulit."

Jadi... selama ini Rosea menyewa Nareen untuk... menculik dan mengorbankan para peserta untuk memenangkan turnamen?

"Aku hanya meminta satu hal," kata Nareen dengan nada licik, "Bila Sang Karma muncul... dia adalah milikku."

"Tentu." Rosea tersenyum manis.

"Kalau boleh tahu, bagaimana kau dapat mengetahui bahwa Sang Karma akan mengikuti turnamen ini?"

"Legenda berkata hanya dia seorang yang dapat melakukan kontrak dengan makhluk bukan dewa," lanjut Rosea, "Tapi bagaimana bila ia tidak melakukan kontrak dengan Naga Hitam? Bagaimana bila ia sebelumnya telah melakukan kontrak dengan seorang dewi yang memberikannya kekuatan untuk dapat mengambil magis dari sumber apapun?"

Mata Nareen berbinar dan melebar. Ia haus akan kekuatan. "Dewi siapa yang memberikan kekuatan seperti itu?"

Rosea tersenyum tipis. "Hanya Sang Karma yang tahu. Itulah mengapa aku membutuhkannya. Itulah mengapa aku tahu ia akan berada di turnamen ini. Ia akan memberitahuku nama dewi itu untuk aku mendapatkan kontrak Putri Pertama yang diramalkan."

Ree dikagetkan dengan mata Xi yang melirik lurus pada mata Ree tiba tiba dalam balutan bayangan. Jantung Ree berdetak cepat. Ia harus mengingatkan dirinya bahwa tidak mungkin Xi dapat melihatnya, tidak mungkin Xi dapat–

Tapi nyatanya yang melihat Ree bukanlah Xi...

ᴋᴇɴᴀ ᴋᴀᴜ! Kata kekuatan hitam itu kembali. 

Dalam dunia bayangan yang buram dan kelabu, Ree dapat melihat sekilas sosok kekuatan hitam itu pada tubuh Xi. Makhluk serba hitam dengan mata merah yag tajam. Sebuah senyuman lebar terpajang pada wajahnya. Tetapi selain itu tidak ada fitur apapun lagi. 

Makhluk itu membuat bulu kuduk berdiri, sangat mencekam. Makhluk itulah yang membuat para bayangan berteriak-teriak selama ini. 

Makhluk itu memiliki empat tangan, setiap tangan menyatu dengan bayangan keempat anggota kru Hitam yang lain. Xi dan keempat anggota kru itu kini melirik pada Ree. Tatapan mereka kosong, hampa. Tetapi tatapan makhluk itu seperti macan mengunci mangsanya.

"Sepertinya Sang Karma sudah mengunjungi kita terlebih dahulu, Tuan Puteri," kata Nareen dengan sebuah senyuman yang lebar. "Tangkap dia!"

Kekuatan hitam itu memaksa dan menarik bayangan-bayangan di sekitar untuk menyatu dengan tubuhnya. Ia menjadi lebih besar, lebih tinggi, lebih menyeramkan. Kemudian dengan sebuah teriakan yang tidak manusiawi, ia mulai meluncur ke arah Ree.

Ree meluncur keluar dari bayangan lampu, menyatu dengan bayangan tembok kediaman dan berusaha untuk keluar menuju labirin. Namun pergerakannya semakin lambat. Seakan bayangan-bayangan di sekitarnya menariknya untuk mendekat dengan makhluk itu. Seperti lumpur, bayangan-bayangan itu memberatkan tubuh Ree, membuatnya butuh usaha lebih untuk bergerak sedikit pun. Ree dapat merasakan kekuatan keji itu semakin dekat dengan tubuhnya dalam bayangan.

Ia meraih bayangan-bayangan di sekitar, sekuat tenaganya ia gunakan untuk meminta bayangan melepaskannya. Dalam dunia bayangan, para bayangan berteriak setiap kali kekuatan keji itu meraih mereka. Ree mengajak para bayangan itu untuk memberontak, untuk tidak terlarut dengan paksaan kekuatan keji itu. Tetapi pegangan kekuatan keji itu semakin menguat.

Ree dapat merasakan cakar makhluk itu seakan terbenam pada betis Ree dalam dunia bayangan. Gadis itu meraung kesakitan. Cakar itu hitam, besar, dan panjang.

ᴋᴇɴᴀ ᴋᴀᴜᴜ! Suara makhluk itu sangat ekstatik.

Kepanikan mulai memasuki tubuhnya. Ia tidak bisa bergerak lebih jauh, tidak bisa meminta bantuan bayangan lebih banyak. Ia tidak berdaya.

Namun dalam ruang yang hampa dan gelap itu, dalam dunia bayangan... Ia dapat merasakan sensasi getaran dalam tubuhnya. Sensasi yang sangat familiar. Ia dapat merasakan sebuah tangan terjulur ke arahnya. Ia hanya perlu menggapainya. Dengan susah payah ia memanjangkan tangannya, berusaha meraih tangan siapapun itu.

Cakar makhluk itu semakin dalam. Sementara makhluk itu masih merangkak dalam dunia bayangan untuk mencapai tubuh Ree.

Sedikit lagi... raih sedikit lagi–

Akhirnya jemari Ree menyentuh tangan yang tersodorkan itu. Dan dalam sekejap tubuh Ree seakan tersedot ke sebuah ruang yang lain. Semua bayangan seakan berputar, berspiral menjauh. Begitu juga makhluk itu, menjauh menjadi sebuah titik yang tak terlihat di kejauhan.

Ree sekarang seakan berada di ruangan lain, ruangan hampa yang berwarna putih. Tidak ada benda apapun di kejauhan. Hanya putih kosong.

Kaki Ree terasa perih seketika. Ketika ia melihat ke bawah, tiga titik tusukan yang dalam membuat darah merah mengalir deras.

"Mengintip bukanlah kebiasaan yang baik," kata sebuah suara yang familiar. 

Ree memutar tubuhnya ke arah suara itu. Dengan pincang, ia berjalan ke arah Wiseman. 

"Mereka yang membunuh para kontestan, mereka melakukannya untuk membuat kontr–" 

Ree melihat ekspresi Wiseman yang netral, "Kau sudah tahu dari awal..."

Wiseman mengonfirmasi pernyataan Ree. "Tidak ada yang terlewatkan dariku di koloseum ini."

"Dan kau membiarkannya begitu saja! Nyawa orang dijadikan kontra–"

"Kau lupa," kata Wiseman dengan nada tegas, "Turnamen ini adalah turnamen penuh darah. Kematian di belakang arena tidaklah langka. Hal itu tidak melanggar magis kuno."

Ree tidak suka mendengar hal itu. Tetapi bukankah Wiseman benar? Ree sendiri tidak datang untuk menyelamatkan semua orang. Ia bahkan mengatakan Bima bodoh ketika bocah itu hendak menyelamatkan orang lain. 

Jadi kenapa ia memedulikan nyawa orang sekarang?

"Ta– tapi Nareen dan Rosea memasuki komplek turnamen. Itu adalah pelanggaran!"

"Mereka masuk dengan cara yang sama seperti kau dapat berkelana dalam kompleks koloseum dengan bebas. Mereka miliki lubang peraturan yang sama denganmu."

Ree mendecih. "Tsk! Pa– pasti ada sesuatu yang bisa kau lakukan. Apapu–"

Wiseman menghela napas panjang. "Aku kira kau hanya peduli akan satu hal di turnamen ini, Non," katanya lembut.

Ree tersentak mendengar pernyataan itu. Pria itu tentu benar. Ree sudah berjanji pada dirinya untuk memfokuskan diri pada satu hal saja. Membawa pulang Andreas. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri, ia tidak akan memedulikan keselamatan orang lain, ataupun memedulikan hal lain. Ia tidak akan membuang waktu untuk berusaha menolong semua orang. 

Ia hanya.. hanya...

"Tidak mudah untuk mengubah jati dirimu, huh?" Tanya Wiseman kembali dengan lembut.

Ree tercegang dengan pernyataan itu. 

Jati diri? Apa yang ia tahu tentang jati diri Ree? Apa yang dia mungkin ketahui? 

Jati diri Ree bukanlah seorang yang ingin menolong orang lain, bukanlah seorang pahlawan. Ree sudah melakukan banyak hal keji sehingga jati dirinya tidak mungkin seindah yang Wiseman kira. 

Jati diri Ree... seakan sudah melebur dalam bayangan, menjadi gelap dan redup.

Wiseman benar. Tidak seharusnya Ree mengkhawatirkan kru lain. Tidak seharusnya Ree peduli. Ia hanya butuh untuk mengeluarkan Andreas dari turnamen. Hanya itu. Hanya satu tujuannya.

"Kembalilah Ree," kata Wiseman, "Akan ada saatnya kau menghadapi jati dirimu. Malam ini kau masih belum siap. Berikutnya aku akan mengajarimu sesuatu." 

Wiseman menjentikkan jarinya di depan wajah Ree. Dalam sekejap Ree muncul dalam kamarnya kembali. Sebuah suara menggema dalam ruangan kamarnya, "Dan bila aku jadi kau, aku tidak akan gegabah memberitahu siapapun soal apa yang baru saja kau lihat." Kemudian suara itu akhirnya redup.

Ree melihat ke bawah, ke arah kakinya yang terluka. Ia menghabiskan malam itu menyembuhkan kaki itu seraya memikirkan kembali dan kembali mengenai kejadian yang baru saja terjadi.

Ia hanya berharap pada permainan berikutnya, identitasnya masih aman.



Di sisi lain, kekuatan keji itu kembali kepada majikannya dengan tatapan sendu. Ia tahu majikannya tidak akan senang melihatnya gagal mencapai gadis itu. Ultar melihat semua itu dan ia merasa iba kepada boneka itu. 

Ya, makhluk hitam yang mengontrol kelima tubuh kru Hitam adalah sebuah boneka yang terbentuk dari bayangan serta jiwa seorang yang sudah mati. Nareen membuat kontrak dengan dewi kematian dan kekuatan keduanya adalah membuat boneka bayangan.

Ultar merasa belasungkawa atas kegagalan makhluk itu, apalagi ia dan Gor baru saja gagal melaksanakan tugas dari majikan mereka. Ia tahu rasanya, hidup dikekang tanpa pilihan selain melakukan apa yang majikan perintahkan.

Nareen mengepalkan tangannya dan seketika makhluk itu berteriak nyaring. Kesakitan, pegangannya pada kelima tubuh kru Hitam melemah. Kelima tubuh itu pun tumbang.

"Tidak bisakah kau melakukan apapun dengan benar?" Suara Nareen menggebu-gebu.

"Ampun, Tuan," isak makhluk itu, "Ada orang lain yang menolongnya."

Nareen tersentak mendengar hal itu. "Apa kau melihat wajahnya?"

Makhluk itu menggeleng pelan.

"Kau harus memberitahuku manifestasi kekuatan Sang Karma," kata Rosea, "Apakah kekuatannya hanya ada satu di dunia? Ataukah... ada orang lain yang dapat menggunakan magis yang sama?"

Pria botak itu menggeleng. "Aku tidak pernah mendengar orang lain yang memiliki kekuatan yang sama dengan Sang Karma." 

Ketika Rosea memberikan wajah meminta penjelasan lebih, Nareen kembali menjelaskan bahwa kekuatan Sang Karma merupakan kekuatan magis dari Naga Hitam. Mirip dengan kekuatan Nareen namun berbeda. Sang Karma dapat mengendalikan bayangan untuk memberontak terhadap pemiliknya. Bayangan semua benda dapat dengan mudah ia manipulasi. Ia pun dapat melebur dengan bayangan kemudian berpindah tempat melalui dunia bayangan, sama seperti yang dilakukan Nareen untuk membawa dirinya dan Rosea ke dalam koloseum.

Kini giliran Ultar yang tersentak mendengar hal itu. Ekspresi Ultar tidak luput dari mata Rosea. Gadis itu menaikkan satu alisnya, tanda bertanya. 

Tetapi Gor lah yang menjawab, "...Kakak dari pemagis murni itu... ia adalah pengendali bayangan–"

Suara nyaring bergema di ruangan itu. Telapak tangan putri dari Raja Judistia terdahulu telah menampar Gor dengan telak. Tatapannya sangar, cuping hidungnya membesar. 

"Dan kau baru berpikir untuk mengatakannya sekarang?!"

Gor langsung berlutut dengan satu kaki. 

"Maafkan aku, Yang Mulia," katanya dengan suara berat, "Kami tidak berpikir hal itu relevan. Kami tidak tahu Sang Karma yang Anda cari adalah seorang pemagis bayangan."

Ultar tahu ia seharusnya diam saja, tetapi ia tidak suka melihat ketua kru nya harus bertekuk lutut kepada gadis tidak tahu diri itu. Ia tidak bisa menghentikan lidahnya, "Sepengertian saya, Tuan Nareen tidak mutlak berkata bahwa pemagis bayangan hanyalah Sang Karma. Bisa saja kakak dari pemagis murni adalah pemagis bayangan yang lain. Lagipula bila ternyata memang ia adalah Sang Karma, bukankah kita memiliki kartu unggul di sisi kita?"

"Oh?" Suara Rosea berubah menjadi berbahaya, mencekam. "Maksudmu, Si Pemagis Murni?"

Ultar mengangguk. "Pemagis Murni berada di malam Sang Karma muncul. Mungkin kita bisa menggunakannya untuk memancing Sang Karma muncul kembali."



ꜱɪᴀᴘᴀ ꜱᴀɴɢ ᴋᴀʀᴍᴀ, ᴋᴀᴜ ᴛᴀɴʏᴀ?

ᴛɪᴅᴀᴋᴋᴀʜ ᴋᴀᴜ ꜱᴜᴅᴀʜ ᴛᴀʜᴜ ᴊᴀᴡᴀʙᴀɴɴʏᴀ?

ᴊᴀɴɢᴀɴ ʟᴜᴘᴀ ᴋᴏᴍᴇɴᴛᴀʀ, ᴠᴏᴛᴇ, ᴅᴀɴ ʙᴇʀɪᴋᴀɴ ꜰᴇᴇᴅʙᴀᴄᴋ


ꜱᴀʟᴀᴍ,

ᴘᴀʀᴀ ʙᴀʏᴀɴɢᴀɴ ʏᴀɴɢ ꜱᴜᴅᴀʜ ʙᴏꜱᴀɴ ᴍᴇᴍᴇʀʜᴀᴛɪᴋᴀɴᴍᴜ.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top