𝕭𝖆𝖇 10

Rosea Gayatri Janya. Putri Pertama dari keluarga Janya yang gugur sebelas tahun yang lalu.

Rasanya Lex ingin muntah mendengar fakta itu.

Ia lebih ingin muntah ketika Rangga menyatakan bahwa ada kemungkinan besar mereka akan membutuhkan Rosea untuk menurunkan pelindung Ibukota. Rangga tahu bagaimana perasaannya terhadap keluarga Janya.

Lex meludah memikirkan hal itu.

Sebagian besar keluarga itu adalah kontraktor dengan magis yang bisa dibilang tergolong kuat. Mereka tentu saja termasuk golongan orang yang sudi membayar mahal demi kekuatan. Karena mereka adalah keluarga royal, banyak rakyat menjadi kontraktor dan mengikuti jejak mereka –dengan ambisi ingin menyaingi kekuatan magis yang dimiliki seorang Janya.

Banyak orang biasa, apalagi mereka yang berada di pedalaman Judsitia –jauh dari segala keamanan yang Sang Raja janjikan, jatuh sebagai korban.

Rasa amarah membuncah di dada Lex.

Keluarga Janya tidak menetapkan batasan pada para kontraktor. Setidaknya, tidak menetapkan batasan yang seharusnya. Mereka tidak melarang nyawa manusia sebagai bayaran kontrak. Meski mereka hanya memperbolehkan bila terdapat konsen dua arah dari kontraktor dan korban. Sang kontraktor harus menyerahkan surat bersigil, yang hanya dapat diberikan oleh walikota setiap daerah yang menyatakan bahwa para korban telah bersedia.

Tapi, sigil dan surat dapat difabrikasi.

Terlebih lagi, manusia dapat digoda dengan korupsi.

Ibu Lex adalah salah satu korban ketidakadilan itu.

"Mari kita mulai perkenalannya!" Suara cempreng Madoff menggelegar kembali. 

Jujur saja, pria berambut hijau itu rasanya ingin Lex tonjok semenjak pertama kali ia melihatnya. Seyumnya yang sangat lebar membuat Lex ingin menyobek mulutnya pula.

"Aku akan menyebut nama dua buah kru sekaligus dan salah satu anggota dari setiap kru itu akan maju ke arena untuk bertarung. Para penonton, kalian kemudian dapat memulai memberikan sponsor terhadap kru pilihan kalian setelah acara hari ini selesai. Namun ingat, sponsor uang sangatlah tidak berguna di turnamen ini."

"Pertama!" Seru Madoff. 

Lex lihat setiap kontestan menjadi kaku. 

"Kru Foyer, tuan dan nyonya! Kru yang terdiri dari para pemagis bangsawan Andalas ini dipimpin oleh anak Bangsawan Foyer sendiri, Mathiaas Foyer!" 

Para penonton merespon dengan suara olokan. Rupanya kru ini tidak begitu populer di kalangan rakyat. Meski para bangsawan di podium berseru dengan riang. Pantas saja, kru itu terlihat tenang. 

Sekalipun para rakyat kemungkinan besar tidak akan memberikan sponsor untuk kru Foyer, para bangsawan dapat memenuhi kebutuhan mereka. Dan tentu saja dompet para bangsawan lebih tebal. Mereka bahkan dapat memberikan seorang hamba sebagai bayaran kontrak.

"Lawannya, adalah kru yang merupakan campuran fae, vampir, dan manusia. Kru ini dipimpin oleh Bida!"

"Untuk para anggota yang terpilih, Antonio Caravan dari Kru Foyer dan Meu dari Kru Bida!"

Seorang pria bangsawan melawan seorang Fae perempuan. Keduanya merupakan kontraktor tingkat Strata.

"Pertarungan hanya akan berlangsung selama lima menit. Tujuan pertarungan ini hanya untuk menunjukkan kekuatan setiap kru. Setelah lima menit, kalian harus kembali ke tempat awal kalian."

Antonio dan Meu bersiap di arena.

"Antonio memiliki magis angin," bisik Bima. 

Lex melirik ke arah Ree, hendak bertanya apa yang bayangan bisikkan padanya. Tapi Ree justru melirik ke arah kru lain yang bersama mereka di lorong ini. Dan Lex langsung mengerti. Ree harus menutupi kekuatannya. Membiarkan kru lain itu beranggap hanya Bima satu-satunya yang dapat membaca pikiran.

"Aku bertaruh Meu yang menang," kata Ree akhirnya. Pilihan kata yang tepat. Ia mengindikasikan bahwa kekuatan magis Meu lebih unggul daripada Antonio. Lex benci mengakuinya, tapi kekuatan bayangan Ree memang bermanfaat.

Bima memang dapat membaca pikiran orang. Tapi terkadang pikiran orang pun tidak sesuai dengan realita. Orang bisa saja mengira dirinya lebih kuat atau lebih pintar daripada yang sebenarnya. Beberapa kali Bima terkecoh akan angan-angan orang dalam misi-misi pemberontakan sebelumnya. 

Namun kemampuan Ree, memberitahukan keadaan orang itu yang sebenarnya –meski, tidak semua bayangan berbisik padanya. Inilah alasan Rangga menginginkan dirinya di kru mereka. Sempat terbesit pula di pikiran Lex bahwa Rangga menginginkan Ree karena ada kemungkinan gadis itu dapat menembus perlindungan ibukota Judistia mneggunakan kekuatannya. 

Tetapi setelah melihat Rosea, rasanya Rangga telah meneetapkan pilihannya.

"Aku juga bertaruh pada Meu," kata Bima.

"Aku bertaruh pada Antonio," kata seseorang dari kru lain. Dari penampilan mereka, terlihat seperti bangsa asli Andalas. Dengan tubuh tinggi, rambut cokelat, hidung mancung, dan kulit pucat. 

"Gregorio." Kata orang itu lagi, "Aku pemimpin kru ini."

Matanya mengarah lurus pada mata Rangga. Ia tahu Rangga adalah sesama pemimpin kru. "Rangga."

"Semenjak Judistia melarang kontrak magis, para kontraktor negerimu sudah merajalela kemana-mana." Seorang perempuan berambut pendek di samping Gregorio terkekeh.

Rangga tidak menjawab. Ia justru melirik kepada Ree. Gadis berambut hitam itu menguap dan memasang tatapan bosan. Lex pikir itu sinyal bahwa Gregorio hanyalah anjing menyalak yang berbunyi nyaring, tanpa ada gigitan berarti.

Sial. Gadis ini memang sangat berguna.

Lima menit setelah pertarungan berlangsung, Meu terlihat lebih unggul. Perempuan fae itu dapat mengendalikan petir. Ia sudah memanggil awan mendung di atas arena, gemuruh guntur dan sengatan petir membuat arena koloseum seakan menyala dan redup terus-menerus. Gadis itu hendak menghunjam sebuah pusaka petir di dada Antonio ketika bunyi tabuh berbunyi tanda lima menit sudah berakhir.

Gregorio terdiam. Taruhan mereka hanya berupa taruhan kosong. Tapi pria itu seperti tidak menyukai kekalahan kecilnya. Ia memperhatikan Ree dengan ketertarikan tinggi.

"Aku tahu siapa dirimu," katanya.

Ree memasang wajah bosan. "Bila kau pintar, kau akan menutup mulutmu."

"Perempuan jala–" Gregorio mengangkat tangannya ke depan perempuan di sampingnya untuk menghentikan perkataannya. Tatapan perempuan itu nanar tertuju pada Ree.

"Apa yang harus kulakukan agar kau menjauh dari kru kami?"

Siapa sebenarnya gadis ini?

Anggota Gregorio menatap pemimpinnya dengan heran. Pria bertubuh besar penuh dengan otot ini menawar agar seorang gadis kecil yang terlihat sudah tidak makan berhari-hari menjauh dari kru miliknya. Seakan gadis ini adalah seorang monster yang bersemayam dalam tubuh yang sengaja membuat orang lain mengira dirinya tak berdaya.

Lex semakin tidak memercayai gadis ini, betapapun bergunanya kemampuan miliknya.

"Aku tidak tertarik akan kru milikmu," kata Ree. 

Rangga menatap Ree, Lex tahu tatapan itu. Tatapan yang meminta penjelasan. Ree mengacuhkan tatapan Rangga.

Dua orang ini, benar-benar...

Lex kira hanya Rangga yang memiliki banyak rahasia. Tapi gadis ini, rahasianya seakan tidak ada habisnya.

Kendati demikian, mereka baru saja bertemu kemarin. Tentu saja mereka belum saling kenal.

Secara spontan Lex melirik Bima, mengangkat satu alis padanya. Bima menggeleng.

Ia masih tidak bisa membaca pikiran Ree.

"Pertarungan yang menakjubkan!" Suara Madoff bergema kembali setelah Meu dan Antonio kembali ke bawah gapura masing-masing. 

"Berikutnya adalah Po dari Kru Atag dan Ree dari Kru Pangeran Pemberontak!"

Ree?? Gadis itu yang dipanggil??

Rangga berjalan ke arah Ree. "Sponsor akan sangat berguna untuk kita."

Artinya Ree harus menang.

Ree tidak menjawab.

Gadis itu melepaskan jubah kusamnya. Menunjukkan pakaian serba hitam yang ketat dan menutupi tubuh kecilnya hingga pergelangan tangan dan kaki. Kedua lengannya dimodifikasi untuk dapat mengikat pisau kecil dengan ganggang berbentuk huruf T. Di pingangnya, sebuah sabuk bertengger tempat dua belati dengan batangnya yang berwarna hitam.

Rambutnya sudah diikat dari tadi pagi.

Ia menghadap jeruji besi di depan mereka. Air mukanya terlihat tenang. Mengantuk bahkan. Yang terakhir mungkin karena warna hitam di bawah matanya yang tebal. Ree menarik napas sekali.

Jeruji besi di depan mereka mulai bergetar dan terangkat ke atas.

Gadis itu melangkah memasuki arena tanpa gentar.

Lex melirik ke arah Bima, satu jari menunjuk keningnya. Menandakan padanya Lex ingin berbicara secara telepatis dengan rekan-rekannya. Bima seketika membuka saluran telepatis di antara mereka.

Apa yang bisa dia lakukan tanpa bayangannya? Sahut Lex di ruang hampa dunia pikiran itu.

Dia bilang dia bisa bertarung. Kata Danum tenang.

Lihatlah dia. Sudah seperti tidak makan dan tidur selama berhari-hari. Kalian yakin dia bisa selamat selama lima menit?

Lex melirik Rangga, mencari tahu ekspresi dirinya akan hal ini. Namun temannya itu memilih untuk tidak berkomentar.

Aku bertaruh satu koin perunggu, dia tidak akan bertahan dua menit terakhir.

Rangga kali ini menatap Lex. Wajahnya sedikit gusar, tapi Ia tidak peduli. Rangga-lah alasan mereka berada di turnamen ini, dia jugalah yang menerima Ree sebagai anggota kru mereka. Bila Ree kalah, itu adalah tanggung jawabnya.

Tiga. Sahut Danum.

Bim? Bagaimana dengan dirimu?

Bima terlihat ragu, tapi akhirnya dia ikut berbicara di ruang hampa itu. Aku bertaruh satu koin perak Ree akan menang.

Apa?? Tanya Lex tidak percaya. 

Apalagi setelah melihat lawan Ree, seorang pria fae bertubuh kekar. Guratan-guratan luka terpasang di sepenjuru kulit lengannya. Kulitnya hitam seperti arang. Dia sepertinya dua kali lebih tinggi dan tiga kali lebih lebar dari Ree.

Aku membaca pikiran Gregorio... aku tidak tahu siapa Ree di masa lalunya. Tapi... ketakutan Gregorio membuatku berpikir dua kali. Kata Bima. 

Rangga pun ikut menyimak perkataan Bima. Dia tidak akan mudah dikalahkan meski ia tidak bisa menggunakan kekuatan aslinya.

Bunyi tabuh menandakan pertarungan dimulai.

Po melihat Ree dan tertawa. Ia meludah ke arah Ree, meremehkan kemampuan perempuan itu. Dari tangan kanannya, Po mengeluarkan sebuah pedang besar. Kemudian ia dengan cepat menerjang ke arah Ree. Sementara Ree hanya diam di tempat. Memutar-mutar kedua belati yang sudah Ia lepaskan dari sarungnya di tangan dengan penuh keahlian.

Baru ketika Po berada beberapa senti di depan Ree, gadis itu memutar tubuhnya menghindari ayunan pedang Po. Ia dengan cepat menyabet lengan kanan Po dengan dalam. 

Po menjatuhkan pedangnya, kesempatan ini digunakan Ree untuk melempar pisau kecil dari lengannya menembus punggung tangan kiri Po. Kemudian gadis itu membuat sayatan di telapak tangan kanan Po. 

Ketika Po meringis kesakitan akibat luka di tangan kanannya, gadis itu sudah berada di belakang pria besar itu. Ree menyayat kedua pergelangan kaki Po kemudian menendang bagian belakang tengkuk Po hingga pria besar itu tersungkur berlutut. 

Ree meletakkan satu belati di atas tengkuk Po. Tepat di titik di mana satu tusukan saja dapat langsung menghentikan napasmu.

Astaga. Gadis ini adalah pembunuh yang terlatih. Ia tahu setiap titik yang diperlukan untuk menumbangkan seseorang sekalipun ia belum mengeluarkan magisnya.

Kalian. Sahut Danum masih dalam pikiran, lihatlah para penonton.

Ketika Lex mendongak melihat para penonton, sebuah rasa tidak enak menjalar di perutnya.

Hening.

Para penonton bergeming tanpa suara.

Mereka rupanya juga tidak menyangka Ree akan menang. Dan tanpa menggunakan kekuatan magis apapun.

Bila tanpa magis saja dia sudah seunggul ini... bagaimana bila dia bertarung dengan magis?

Terdengar Madoff membersihkan tenggorokannya sebelum berkata, "K- k.. kau masih punya waktu tiga menit sembilan belas detik. Delapan belas sekarang. Tujuh belas. Ena– Ah, kau tahu maksudku. Apa yang akan kau lakukan dengan sisa waktumu?"

Ree tidak menggubris pertanyaan Madoff. Sementara Po yang berlutut saja sudah hampir setinggi dada Ree sepertinya sedikit gemetar.

Entah siapa yang memulai dari penonton tapi satu per satu mereka mulai menyorakkan satu kata.

Satu kata yang membuat diri Lex mual.

"Bunuh. Bunuh. Bunuh. Bunuh."

Suara penonton semakin keras.

"Bunuh. Bunuh. Bunuh. Bunuh."

Ree mendongakkan kepalanya menatap meereka. Menatap kru yang akan terjebak bersama dirinya selama dua bulan ke depan. Sorot matanya tidak menunjukkan emosi apapun. 

Ia menatap lurus pada Rangga. Dan Lex mengerti seketika.

Dua orang di kru ini dengan dua tujuan yang berbeda. Masing-masing rela berbuat jauh untuk mencapai tujuan itu.



ᴀᴛᴀᴜ ᴋᴀᴜ ʟᴇʙɪʜ ᴍᴇɴʏᴜᴋᴀɪ ᴘʀɪᴀ ᴛᴀɴᴀʜ ɪɴɪ? ᴘʀɪᴀ ʏᴀɴɢ ᴍᴇɴʏɪᴍᴘᴀɴ ʙᴀʀᴀ ᴀᴘɪ ᴋᴇʙᴇɴᴄɪᴀɴ ᴛᴇʀʜᴀᴅᴀᴘ ᴋᴇʟᴜᴀʀɢᴀ ᴊᴀɴʏᴀ.ᴋᴏᴍᴇɴᴛᴀʀ, ꜰᴇᴇᴅʙᴀᴄᴋ, ᴅᴀɴ ᴠᴏᴛᴇ ʙɪʟᴀ ᴋᴀᴜ ᴍᴇɴʏᴜᴋᴀɪ ʟᴇx.


ꜱᴀʟᴀᴍ,

ᴘᴀʀᴀ ʙᴀʏᴀɴɢᴀɴ ᴅɪ ꜱᴜᴅᴜᴛ ʟᴇᴍᴀʀɪᴍᴜ.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top