31 Panasea I : Obat Bagi Semua Penyakit Atau Kesulitan
Bab 31 - Panasea I
-Rexa POV-
Aku Rexa perempuan yang memang selalu mendapatkan apa yang aku inginkan. Seperti saat ini, aku ingin mendapatkan Alden. Laki-laki yang membuatku jatuh cinta untuk pertama kalinya.
Sebelum Tante Soraya mengenalkanku pada anaknya Alden aku sudah kagum dengan sosoknya yang dapat sukses di usia muda. Tidak hanya itu, Alden juga pernah merancang apartemenku di New York. Kami memang tidak pernah bertemu secara langsung tetapi aku mengetahui tentang dirinya.
Alden jugalah yang berhasil membuatku keluar dari masa kelam saat itu. Rasa bersalahku karena terus-terusan meratapi kesalahan terbesarku, menggugurkan kandungan yang tidak bersalah karena keegoisanku. Aku menyesal saat itu dan berniat menyusul anakku itu.
Tetapi saat Alden datang ingin merancang apartemenku aku mengintip dari kamar. Dia sedang berbicara dengan Ibuku, dia begitu berkilau bagiku saat itu. Begitu sangat luar biasa dengan caranya menjelaskan konsep yang dia punya kepada Ibuku.
Saat itu juga Ibuku menggunakan kesempatan itu untuk menyadarkanku, dia meminta Alden merancang kamarku sehingga membuatku yang kehilangan semangat hidup menjadi kembali seperti semula. Rupanya tanpa aku sadari Alden menerima permintaan Ibu tersebut. Dia merancang kamarku selama satu bulan lamanya.
Bahkan aku harus mengungsi ke hotel dan tentu saja waktu itu aku tidak perduli dengan apa yang direncanakannya dan Ibuku. Akan tetapi semua asumsiku tentang dirinya berubah, awalnya aku beranggapan dia tidak akan bisa mengembalikanku hanya dengan sebuah ruangan yang dirancangnya.
".... Percayalah semua yang telah terjadi memiliki arti tertentu dalam hidup dan bukan saatnya untuk kamu menyesalinya... "
Kalimat itulah yang dibuat Alden di langit-langit kamarku. Kalimat yang telah aku hapal di luar kepalaku. Dia juga mendisain kamarku dengan warna-warna cerah yang dengan cepat mengembalikan semangat hidupku. Berada di kamarku membuatku seperti sedang terapi, Alden dan kamarku begitu berarti dalam perjalanan hidupku.
Akan tetapi aku tetaplah aku yang dulu, aku yang selalu ingin apapun keinginaku dapat terwujud. Kembali ke Indonesia dan meniti karir menjadi model di Indonesia hingga akhirnya dijanjikan akan dijodohkan oleh Alden adalah muara dari impianku. Sayang karena ternyata janji yang dilontarkan Tante Soraya kepadaku hanyalah bualan semata.
Perempuan tua itu hanya memanfaatkanku, aku tidak terima dengan perlakuannya tersebut. Sekuat tenaga aku mencaritahu apa yanh sebenarnya perempuan tua itu sembunyikan. Hingga akhirnya aku mengetahui semuanya.
Aku menggunakan rahasia si Nenek itu untuk mengancamnya, rupanya aku tidak cukup kuat dibandingkan dengan mereka. Gianjar, Kakek mantan suami si Nenek Soraya mengancamku melalui hutang keluargaku. Aku jahat ya aku memang jahat.
Tidak ada yang salah bagiku jika aku melakukan kecurangan. Karena hidupku telah direnggut oleh mereka, hanya Alden lah sumber kehidupanku. Laki-laki yang sejak dulu berhasil membuatku bangkit.
"Aku akan renggut nyawamu karena kau merenggut Alden dariku," ujarku berjanji pada diriku sendiri. Aku benar-benar akan melakukan hal ini.
Aku tidak ingin Soraya dimaafkan, aku ingin Soraya mebderita. Aku ingin dia menderita seperti aku yang kehilangan Alden. Kehilangan sumber kehidupanku. Rasa sesak yang begitu mendalam benar-benar mencekikku hingga aku kehilangan harapan.
"Aku tidak ingin melihatmu bahagia. Aku ingin kau menderita, menderita karena telah menpermainkanku dan berusaha menjauhi Alden dariku," aku meremas sebuah foto yang ada di tanganku. Foto Soraya yang aku miliki itu remuk di tanganku sendiri.
∞∞∞
-Normal POV-
Alden dan yang lainnya telah sampai di rumah sakit Ibu dan Anak, tempat Soraya di larikan. Setelah bertanya dengan suster semuanya langsung berhamburan menuju ruang operasi. Mereka mendapat kabar bahwa Soraya sedang menjalani operasi.
Di kursi tunggu operasi duduk Gianjar seorang diri, penampilannya terlihat kacau. Wajahnya bahkan terlihat berkali-kali lipat lebih tua. Bekas air mata terlihat di pipinya, laki-laki itu menangis, dan ini pertama kalinya Alden dan Andin melihat Ayah mereka menangis.
"Pa!" panggil Alden menyadarkan Gianjar yang melamun sehingga tidak menyadari kedatangan mereka.
"Bagaimana keadaan Mama, Pa?" tanya Andin saat Gianjar menatap mereka dengan pandangan yanh tidak kosong seperti tadi.
"Kondisinya kritis," sahut Gianjar dengan suaranya yang sangat serak.
Saking paniknya tidak ada yang menyadari jika Mahira menangis. Sebagai anak tentunya Mahira merasa sedih, dia sangat jarang bertemu dan berbicara dengan Ibunya yang lebih banyak menghabiskan waktu dengan Alden dan Andin. Dia tidak marah kepada orangtuanya yang memisahakan dirinya dengan saudara-saudaranya.
Steve dan Kevyn yang mulai lelah langsung tertidur di kursi tunggu panjang operasi dengan dijaga oleh Bening. "Mahira kenapa menangis?" tanya Bening yang heran.
Baru saja Mahira akan menjawab tiba-tiba seorang suster keluar dari ruang operasi dan berkata, "Kami membutuhkan pendonor darah yang darahnya sama dengan pasien. Apakah di antara kalian ada yang bisa melakukannya?"
Alden dan Andin saling pandang, golongan darah keduanya tidak cocok dengan Ibu mereka karena mereka menuruti golongan darah sang Ayah. Tetapi ternyata Mahira justri berdiri dari duduknya seraya mengatakan, "Darah saya Sus."
Mahira dibawa oleh suster untuk dicek darahnya dan yang lainnya tetap menunggu di depan ruang operasi. Sebenarnya Alden bertanya-tanya begitu melihat Mahira yang sangat cemas. Setahunya Mahira bukan type perempuan yang mudah menangis seperti itu untuk orang lain.
"Papa mohon kepada kalian semua termasuk kamu Bening, tolong maafin Mama kalian. Doakan Beliau agar segalanya berjalan lancar dan Beliau bisa mengatakan sendiri apa yang ingin Beliau katakan pada kalian," kata Gianjar memecah keheningan di antara mereka. Sedari tadi hanya ada suara isak tangis Andin yang berada di dalam pelukan Alden.
Meski penasaran dengan masud perkataan Gianjar mereka semua tetap mendoakan Soraya. Termasuk Bening yang tidak pernah menaruh dendam apapun pada mantan Ibu mertuanya itu sudah pasti telah memaafkan kesalahan Soraya.
"Bening kamu pulang saja ke rumah Mama, nginap di sana saja nanti ada Mbok yang bantu jaga Steve," Alden memberikan penawaran kepada Bening karena merasa kasihan dengan Kevyn dan Steve yang tertidur. Belum lagi Bening juga harus menjaga keduanya.
"Nanti saja kalau operasinya sudah selesai, aku janji akan langsung pulang bersama Kevyn dan Steve," jawab Bening atas tawaran Alden. Dia masih ingin tetap di sana menunggui operasi Soraya hingga selesai.
"Baiklah kalau begitu nanti Kak Andin juga ikut pulang sekalian," ucap Alden. Andin yang bersandar di pundak Alden menatap Alden ingin protes. "Kakak harus istirahat aku dan Papa yang akan menjaga Mama," lanjut Alden yang tidak ingin dibantah.
Mau tidak mau Andin mengikuti perintah Alden tersebut. Mereka menunggui operasi hingga selesai. Rasa kecewa dan sedih menggantung di setiap wajah di sana saat dokter mengatakan Soraya masih harus masuk ke dalam ruang ICU dan mengalami koma.
∞∞∞
Mahira tidak ingin pulang dan tetap berada di sana, dia bahkan tidak menjawab saat Alden bertanya karena curiga. Tetapi untunglah ada Gianjar yang menengahi.
"Papa," Mahira masuk ke dalam pelukan Gianjar saat Alden pergi izin ingin ke coffee shop dan hanya tinggal mereka berdua saja yang menunggui Soraya.
Gianjar dengan sabar dan sayang mengelus punggung anaknya sayang. "Percayalah Mama akan baik-baik saja. Mama itu perempuan yang kuat," ujar Gianjar menenangkan Mahira yang menangis terseduh-seduh di dalam pelukkannya.
Mahira terus-terusan menangis tanpa henti dan Gianjar dengan sabar menenangkan anak perempuannya itu. Gianjar sendiri sudah meminta orang kepercayaannya untuk mencaritahu tentang kecelakaan yang menimpa Soraya. Pasalnya dia sangat yakin jika semua ini diakibatkan oleh Rexa si perempuan ular.
"Pa apa Mama akan menceritakan semuanya?" tanya Mahira kepada Gianjar yang memeluknya hangat. Pelukan yang sangat jarang dia dapatkan karena sejak lama Mahira menjadi anak yang sangat mandiri, bahkan dia hanya tamat SMP.
Kondisi keluarganyalah yang membuat dirinya yang masih muda saat itu melarikan diri menjadi anak nakal yang jarang masuk sekolah hingga harus mendapat surat drop out dari sekolah. Meski begitu Mahira tetap anak yang pintar dan ketika dia diterima di perusahaan Alden dia begitu sangat mengagumi saudaranya tersebut.
Di coffee shop Alden duduk termenung. Dia terlalu bingung dengan apa yang telah terjadi. Tadi saat dia ingin membatalkan niatnya pergi ke coffee shop dia mendengar sendiri percakapan Mahira dan Gianjar.
"Siapa Mahira?" tanya Alden lebih pada dirinya sendiri. "Aku harus segera mencaritahu sebenranya apa yang terjadi dan apa yang ingin Mama katakan," lanjut Alden yang masih terus berbicara sendiri.
Dia dengan jelas mendengar sendirk Mahira memanggil Gianjar Papa dan Soraya Mama. Tidak ingin terus-terusan penasaran Alden bangkit dari duduknya. Dia berjalan menuju ke ruang dokter yang merupakan teman Alden sejak lama.
"Apa yang membawamu kemari?" tanya Syifa yang merupakan teman Alden langsung saat melihat Alden mengetuk pintu ruang kerjanya dengan penampilan yang acak-acakan.
Secara singkat Alden menceritakan apa yang terjadi, mulai dari kecelakaan yang menimpa Soraya hingga pada kecurigaannya terhadap Mahira dan Gianjar. "Syifa, aku minta tolong kamu untuk memastikannya. Hanya kamu yang dapat membantuku," mohon Alden meminta bantuan kepada Syifa.
"Baiklah aku bisa mebgusahakannya, tetapi aku harap kamu bersabar karena aku bituh proses untuk melakukannya," setuju Syifa yang ingin membantu Alden.
Sementara itu di rumah Bening, Andin, Kevyn dan Steve tidur di satu kamar. Baik Bening maupun Andin sama-sama tidak dapat tidur. Keduanya hanya menjaga anak-anak mereka yang tertidur pulas di tengah-tengah mereka.
"Bening, maafin Mama ya. Aku tahu bahwa Mama yang mendesakmu untuk bercerai dengan Alden," tiba-tiba Andin membuka suaranya yang terdengar sangat serak karena terlalu banyak menangis.
Bening menggenggam tangan Andin, mengantarkan kehangatan dan ketenangan kepada Andin. "Itu masa lalu Kak aku sudah lama memaafkan Mama," kata Bening menjawab permintaan Andin tadi.
Andin menarik senyum pelan, dia begitu bahagia karena adiknya mencintai perempuan yang hatinya begitu mulia. Tidak salah jika Alden tidak dapat melupakan Bening dan terus-terusan mencoba kembali kepada Bening. Keduanha pasangan yang sangat pas di mata Andin.
"Tidurlah Bening, besok kamu harus kerja bukan?" perintah Andin kepada Bening dan melalui pnacaran matanya Andin mengatakan bahwa Bening tidak perlu mengkhawatirkannya.
Panasea : Obat bagi semua penyakit atau kesulitan.
To Be Continue...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top