20. Rumit
Jalinan hubungan Brenda dan Ale semakin dekat. Waktu demi waktu mereka lalui dengan penuh warna kebahagiaan. Brenda semakin memahami akan apa yang Ale butuhkan. Seiring waktu terus berjalan Brenda yakin jika Ale adalah kebahagiaan yang dikirimkan Tuhan untuknya.
"Aku udah mutusin buat fokus sekolah, biar bisa terus sama kamu, jalan-jalan, ke kantin, perpus, nonton film tanpa harus terganggu jadwal pemotretan."
"Aku senang dengernya, tapi jangan bilang kamu berubah seperti ini karena kasihan melihat kondisiku."
"Sejujurnya setiap aku lihat kamu, bAqilang Alfian selalu terniang dalam benakku, selalu ada rasa bersalah yang hadir," ucap Brenda dengan nada sendu.
Ale segera mendekat, memeluknya untuk memberikan kekuatan. "Sudahlah, terserah kamu mau menganggapku seperti apa, yang jelas tebuslah rasa bersalahmu pada Alfian melalui aku." Ale menawarkan diri untuk menjadi pengganti Alfian.
"Nggak bisa, Alfian ya Alfian, Ale ya Ale, kalian tidak sama, biarkan aku belajar berdamai dengan diriku dan tetap menjagamu sebagai Aleku," jelas Brenda meyakinkan kekasihnya.
Ale sangat senang mendengarkan apa yang terucap dari bibir tipis Brenda. Hatinya tenang, rasa yang dia nanti sekian lamanya terbayar dengan sempurna. Tidak ada alasan untuk tidak bahagia setelah mendengarkan pengakuan dari kekasihnya. Ale mengacak-acak rambut Brenda sebagai balasan atas rasa bahagianya yang tidak bisa dia ucapkan dengan kata.
"Le, rambutku rusak tahu, jadi seram kayak monster."
"Aku enggak peduli, biar jadi monster, hantu, atau apalah kamu tetap Brendaku, milikku."
"Apaan sih, Le." Brenda membalas mengacak-acak rambut kekasihnya dengan lembut, dia tidak ingin melihat Ale kembali kesakitan.
Aqila terus mengawasi mereka dari balik pintu kamarnya, ada rasa kecewa yang tidak bisa dia ungkapkan. Entah kecewa melihat Ale semakin dekat dengan Brenda atau kecewa lantaran dirinya yang harusnya ada dalam posisi itu. Tidak ingin rasa kecewanya terus menghantui, Aqila memutuskan untuk mengajak Sava pergi jalan-jalan sekadar menikmati udara malam sambil makan jagung bakar dan soda gembira.
"Beneran? Kamu tahu dari mana?"
"Telat banget sih, rumor ini sudah tersebar sebelum pemilihan ketua OSIS, juga sebelum Ale kejang waktu itu," ucap Sava seakan mengetahui segala hal tentang Brenda.
"Jadi maksudnya Brenda menduakan Ale?"
"Aku pikir juga seperti itu, siapa sih cowok yang nolak Brenda? Secara dia itu cantik, model, dan yang pasti selalu terlihat baik di depan semua orang."
"Ini pesanannya, dua jagung bakar pedas manis dan es soda?" Seorang penjual jagung bakar menyajikan pesanan mereka lengkap dengan dua gelas es soda gembira.
"Terima kasih, Pak." Aqila menerimanya lalu membaginya dengan Sava. "Aku nggak bercanda deh, selama Ale sakit Brenda itu terus datang ke rumah membawakan apa saja yang Ale pesan."
"Udahlah tinggal tunggu waktu aja, lihat seperti apa Brenda yang sebenarnya. Bukankah dulu kamu sangat benci Brenda?"
Aqila mengangguk, "Sampai sekarang aku tetap tidak bisa percaya seratus persen kepadanya, terlebih setelah mendengarkan ucapan darimu, keyakinanku semakin kuat jika Brenda memang hanya pencitraan."
"Udah jangan ngomongin Brenda mulu nanti dia tersedak, makan dulu yuk jagungnya, keburu dingin nanti enggak enak, kayak hubungan kalian," ucap Sava sambil menggigit jagung yang masih panas.
Aqila melirik Sava tajam, "Nyindir aku dan Marvel, ya?"
Sava terus memakan jagung bakar pedas manis tanpa menghiraukan pertanyaan dari sahabatnya. Aqila juga tidak mau mengulik lebih dalam hubungan antara dirinya dan Marvel, terlalu kesal hati Aqila mengingat sikap Marvel yang tidak lagi berpihak kepadanya. Nikmatnya jagung bakar pedas manis pesanannya cukup membuat dirinya bisa merasa lebih baik.
"Qil, maafin, ya!"
Suara yang sangat dia kenal menyapa telinganya. Aqila segera memutar tubuh untuk mencari sumber suara itu. Benar saja ada Marvel di belakangnya dengan wajah memelas. Aqila berusaha tidak peduli, tetapi Sava malah memberikan tempat duduknya untuk Marvel, ini kesempatan dia untuk kembali meluluhkan hati kekasihnya.
"Qil, aku yang sengaja kasih tahu Marvel kalau kita lagi nongkrong di sini," kata Sava dengan rasa takut menyelimuti dirinya.
"Jangan marah, sebenarnya aku yang tanya duluan ke Sava lalu dia kasih tahu kalau kamu ngajak dia ke sini, terus aku nyusul deh." Marvel mengucapkan kebenarannya tanpa ada yang disembunyikan. "Tolong maafin sikapku, ya?"
Sava memasang wajah melas dengan mata berkaca-kaca terus menatap wajah Aqila untuk membantu Marvel mendapatkan maaf dari sahabatnya. Aqila tidak paham lagi dengan apa yang Sava dan Marvel lakukan, ingin hati pergi meninggalkan mereka, tetapi tidak mungkin dia terus-terusan lari dari salah paham terhadap Marvel.
"Dengar ya, aku itu nggak marah kok, cuma aku mau Marvel yang dulu, tanpa jaim dan tanpa sok sibuk dengan banyak alasan yang seharusnya bukan tanggunganmu," ujar Aqila berusaha menahan gejolak dalam dada.
"Iya, aku janji nggak akan menduakanmu dengan organisasiku dan aku enggak akan jaim lagi saat ada di sampingmu."
Sava segera mengambil kelingking tangan kanan Marvel dan kelingking tangan kiri Aqila untuk dipersatukan sebagai tanda janji yang tidak akan teringkari. Melihat tingkah Sava, Aqila kembali tersenyum, disambut Marvel dengan tawa ringannya.
"Gitu dong akur, jangan berantem mulu, nanti putus tahu rasa lo," ledek Sava tertawa lepas.
"Makasih, kamu udah sabar menghadapiku dan tetap setia untuk bersamaku padahal masih banyak cewek cantik di sekolah yang bisa mengeser posisiku dalam hitungan hari."
"Kamu itu beda, nggak ada cewek sekuat dan setangguh sepertimu," puji Marvel meraih tangan kanan Aqila untuk mengecupnya. "Jangan buat aku kecewa ya, Qil."
Tidak ada balasan yang pasti, Aqila hanya mengedipkan kedua matanya. Entah yang akan terjadi esok hari, biarlah menjadi misteri untuk mereka berdua. Tidak ada yang tahu dalamnya hati manusia itu seperti apa, mulut bisa menipu, tetapi hati tidak bisa tertipu oleh alasan apapun. Angin malam ikut menutup tirai kisah cinta Aqila dan Marvel dengan senyum rembulan menyapa bumi, secerah senyum Marvel yang kembali dapat melihat kekasihnya tersenyum.
***
"Beneran ini Brenda?" Seorang siswa dengan penampilan rock terus menatap layar ponselnya dengan serius.
"Sama siapa, ya?" sahut siswa yang lain.
"Aku yakin ini bukan Ale, terus siapa, ya?" tanya seorang siswa yang ikut heboh melihat foto Brenda bersama seorang cowok tersebar luas di grub chat WhatsApp angkatan.
Sejak pagi sekolah telah dihebohkan dengan penampakan foto Brenda dengan seorang yang entah itu siapa. Sebelumnya Brenda sangat anti keluar bahkan jalan dengan cowok, sekalipun itu Ale, sebab Brenda sangat ingin menjaga kariernya tetap stabil tanpa gosip yang dapat menghancurkan namanya.
Aqila yang juga ikut grub angkatan ikut syok mengetahui foto Brenda tersebar luas jalan bersama cowok lain dan itu tidak satu cowok saja. Dia segera mencari Brenda dengan segenap emosi yang menguasai jiwanya, tidak butuh waktu lama ternyata Brenda datang dengan memakai jaket hitam dan masker hitam untuk menutupi sebagian dari wajahnya. Kaget bukan kepalang, Brenda ternyata datang bersama Ale sambil bergandengan tangan, ini kali pertama terjadi sepanjang berbulan-bulan mereka berpacaran.
Tidak peduli akan keberadaan Ale yang terus menempel pada Brenda, Aqila segera meminta penjelasan perihal foto yang tersebar itu. "Tolong jelaskan, ini maksudnya apa?" Tanya Aqila menghentikan langkah Brenda dan Ale.
"Harus ya dijelaskan?" Ale memutar balikan pertanyaan.
Aqila tidak habis pikir dengan apa yang sahabatnya lakukan, sepertinya Brenda membawa efek buruk untuk sahabatnya. "Le, kamu itu udah dibohongi Brenda." Aqila menunjukan foto Brenda dengan beberapa cowok.
"Itu hanya foto, nggak penting untukku," ucap Ale sambil menarik tangan Brenda yang terus terdiam untuk diantarnya ke kelas.
"Kamu akan nyesel, Le!" Teriak Aqila memberikan peringatan.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top