19. Hati Memanas

Raut wajah Brenda terlihat lebih serius ketika Aqila balik bertanya padanya. "Aku paham benar, tanpa kamu beri tahu."

"Jangan sok tahu!" Emosi Aqila tidak bisa dikendalikan, semua seakan menyudutkannya atas apa yang terjadi pada sahabatnya.

"Seandainya, waktu bisa diputar dan Ale berterus terang dengan kondisinya, ini tidak akan pernah terjadi, Qil."

"Nyalahin aku?"

"Nggak."

Situasi memanas antara Brenda dan Aqila memiliki pandangan tentang situasi yang saat ini mereka alami. Sava, Rado, dan Marvel hanya bisa mengikuti alur cerita tanpa ikut berargumen. Aqila merasa Brenda terlalu jauh mencampuri urusan sahabatnya, dirasa Brenda adalah pahlawan yang mengerti tentang segala sesuatunya tanpa bisa dibantah. Brenda terus bersuara demi orang yang ada di hatinya.

"Qil, jangan kayak gitu, niatnya Brenda itu baik," sela Marvel mendukung Brenda. "Brenda yang memberikan pertolongan pertama, dia paham benar tentang kondisi yang terjadi pada Ale di sekolah."

"Iya, jika tadi aku memutuskan untuk tetap sekolah, Ale tidak akan kejang dan masalah ini tidak akan serumit saat ini," ujar Aqila terus menyalahkan dirinya sendiri.

Sava sebagai sahabat paham benar apa yang sedang berkecamuk di hati Aqila. "Nggak ada yang nyalahin kamu, Qil."

"Bukan waktunya menyalahkan, kita harus bersikap cerdas, menerima dan menjalani apa yang sudah terjadi. Semua anak sudah tahu tentang kondisi Ale yang sebenarnya, bukan saatnya kita menutupi lagi, tapi memberikan pemahaman jika apa yang terjadi pada Ale bukan salahnya, itu bukan aib yang harus terus ditutupi." Panjang lebar Rado menjelaskan untuk membuat suasana lebih kondusif, berharap agar semua mampu merangkul dan saling menguatkan, bukan saling menyalahkan.

Rado pernah di posisi Ale, di mana dia harus berjuang dengan sedikit kekuatan yang dimiliki. Banyak stigma negatif yang dulu pernah menyapanya saat awal-awal kecelakaan dan mengharuskan kakinya cacat hingga saat ini, bahkan lebih parah lagi Rado harus mengubur mimpinya untuk menjadi pemain basket profesional dengan kondisi kakinya yang tidak lagi prima. Beruntung Ale masih memiliki banyak kawan yang bisa merangkulnya dan keluarga yang sangat menyAqilanginya, tidak ada alasan untuk Ale menyerah.

"Tugas kita saat ini bersama-sama menjaga Ale sebisa mungkin membuat dia tetap dalam kondisi aman jangan sampai memicu epilepsinya," ucap Brenda tulus dari hatinya.

"Benar kata Brenda, kita sama-sama jaga Ale," tambah Sava meyakinkan.

"Enggak akan kami meninggalkan Ale, apa pun yang terjadi. Kamu adalah adik yang hebat, sejauh ini ingin terus melindungi sahabatnya agar terlihat tampak normal dan baik-baik saja." Marvel mencoba menguatkan kekasihnya untuk terus berpihak kepadanya.

Bongkahan gunung es dalam hati Aqila mulai mencair. Kekuatan dari orang terdekat mampu menyadarkan Aqila dengan apa yang selama ini dia lakukan bukanlah perbuatan yang sepenuhnya benar. Dia mulai bisa menerima masukan untuk kebaikan Ale, hanya demi sahabatnya egonya mampu dia pendam, demi senyum Ale semua akan Aqila lakukan.

Brenda memeluk Aqila mengucapkan maaf yang teramat dalam atas apa yang terjadi selama ini. "Maaf jika aku cukup cuek, bahkan tak mau tahu dengan konsisi Ale. Mulai sekarang, aku janji akan selalu ada di sisinya, aku akan mengubah sikap dan perilakuku untuk menebus segala kesalahan pada Ale," ucap Brenda lirih lalu melepaskan pelukannya.

Aqila tida bisa menahan tangisnya lebih lama lagi. Kelopak matanya menjerit, menumpahkan air mata yang terus dia jaga, berharap tidak tumpah di depan teman juga kekasihnya. "Benar, ini bukan waktunya kita lemah dan terus bersembunyi dari dunia, kita akan bersama berjalan dengan Ale untuk terus melihat terus tersenyum." Aqila bangkit dari sofa, mencoba memberikan semangat untuk dirinya sendiri.

Sava, Brenda, Rado, Marvel ikut bangkit dari tempatnya terduduk, tanpa aba-aba mereka saling berpelukan untuk terus menguatkan. Semua yang terjadi sudah menjadi garis yang harus dijalani. Tidak ada alasan untuk menyerah, karena manusia diciptakan sebagai pemenang kehidupan.

Dari balik pintu kamar, Ale terduduk di lantai, menyandarkan kepalanya ke pintu, untuk mengikuti tiap alur cerita tanpa celah, ada air mata yang tidak bisa dia sembunyikan. Ale sangat bersyukur memiliki orang terdekat yang terus mendukungnya tanpa melihat seperti apa kondisinya saat ini.

***

Hari-hari Brenda lebih baik dari yang lalu. Dia memutuskan untuk fokus sekolah dengan mengerjakan semua tugas-tugasnya tanpa meminta bantuan Ale lagi. Brenda ingin membuktikan dirinya mampu untuk menjadi cewek pandai seperti yang Ale inginkan. Saat ini modelling dia gunakan sebagai selingan, hanya di akhir pekan, selebihnya dia fokus sekolah dan ingin terus bersama dengan Ale dalam setiap langkah.

Brenda menjadi aktif dalam segala organisasi di sekolah. Dia bahkan merelakan banyak waktunya untuk mengedukasi teman-temannya untuk mengerti dan paham perihal epilepsi. Langkahnya kongkrit untuk mengubah dirinya yang lalu menjadi Brenda yang baru dan lebih baik untuk peduli sesama. Tidak ada lagi kamus cuek dan ingin mendapatkan untung dari segala yang dia jalani, saat ini dirinya mencoba berdamai dengan masa lalunya untuk menjadikan masa depannya sesuai dengan apa yang menjadi mimpinya.

Beberapa teman cewek Brenda menghampirinya ketika dia duduk di bangku sambil memainkan ponselnya. "Maaf ya Brenda, beberapa waktu ini kami menjauh darimu." Salah seorang perwakilan meminta maaf.

"Nggak apa-apa, itu wajar terjadi kok, aku juga nggak marah."

"Aku baru tahu, kalau epilepsi atau ayan itu adalah kondisi yang dapat menjadikan seseorang mengalami kejang secara berulang, ini berarti buka aib atau kutukan," ucap seorang cewek berambut sebahu.

"Emang benar, epilepsi bukan aib atau kutukan, jadi jangan takut."

"Apa lagi yang kamu tahu tentang penyakit itu?" Kali ini seorang cewek dengan mengenakan jaket jeans ikut membaur.

Brenda menyambut baik apa yang menjadi rasa penasaran dari teman-temannya. Dia ingin memahamkan teman-temannya tentang kondisi ODE yang sebenarnya."Kejang itu salah satu ciri utama epilepsi lo, yang terjadi saat timbul impuls listrik pada otak melebihi batas normal dan kondisi itu menyebar ke area sekelilingnya, sehingga ada sinyal listrik yang tidak terkendali pada dirinya."

"Serem banget, ya," sahut teman sebangku Brenda.

"Iya, seram karena sinyal itu juga terkirim ke otot, jadi menimbulkan kedutan hingga kejang berulang kali," ucap Brenda terus memahamkan.

"Apa epilepsi itu menular?"

Brenda tersenyum, "Nggak, jangan sampai berpikir kalau busa yang keluar dari mulut ODE bisa membuat kita terkena epilepsi juga."

Aqila yang mengetahui sikap Brenda telah banyak berubah berusaha ikut merasa senang. Sejujurnya dalam hati Aqila masih ada rasa tidak percaya, jangan-jangan Brenda hanya pencitraan, tetapi sudah banyak juga yang Brenda lakukan untuk kebaikan Ale, tidak sepantasnya Aqila memiliki rasa buruk itu, namun hati kecilnya terus memberontak melihat kebaikan yang Brenda tampilkan seakan semua palsu.

Di sisi lain, Aqila mulai terbuka akan penyakit yang diderita oleh sahabatnya, tidak lagi menutupi atau tersinggung saat yang lain ingin mengulik lebih dalam mengenai epilepsi. Namun, tidak berjalan mulus dengan hubungan Aqila dan Marvel mulai terlihat renggang. Ada jarak nyata yang terlihat. Kesibukan Marvel sebagai ketua OSIS sukses membuat mereka banyak kehilangan waktu berdua. Aqila mencoba memahami Marvel agar mampu menerima segala kebaikan dan kekurangannya, tetapi itu sangat sulit, jika bayang Ale terus hadir dalam benaknya.

"Qil, maaf ya nanti kita cancel dulu acara nontonnya."

"It's okay, habiskan seluruh waktumu untuk jabatan barumu dan aku akan menghabiskan waktuku untuk bersama yang lain."

"Maksudnya?"

"Dulu sebelum kamu jadi ketua OSIS, rasanya seluruh waktumu tercurah untukku, tapi aku malah sering mengecewakanmu, aku lebih sibuk dengan Ale. Sekarang setelah aku yang mencoba memahamimu, memberikan banyak waktuku untukmu, kamu sok sibuk dengan organisasimu," pekik Aqila meninggikan suaranya.

"Berarti adil dong, Qil?"

"Adil banget," sahut Aqila cepat tanpa rasa ragu.

"Kamu berubah, sejak Ale lebih dekat dengan Brenda, jangan-jangan kamu cemburu."

"Wajar dong cemburu, Ale lelaki kedua yang sangat memahamiku setelah papaku, dan sekarang lebih dekat dengan cewek yang aku nggak tahu kebaikannya pencitraan atau memang baik dari hatinya," ungkap Aqila tak mampu menahan emosinya.

"Cukup, jangan lanjutkan lagi!" Perintah Marvel tidak ingin emosi Aqila semakin menguasai dirinya.

Tanpa menjawab, Aqila pergi meninggalkan Marvel yang masih bingung dengan sikap kekasihnya itu. Benar adanya, akhir-akhir ini memang ada yang berbeda dengan Aqila. Terkadang dia baik, terkadang dia berubah menjadi sosok yang berbeda.

Di rumah, Ale dan Brenda sedang asyik menonton film bersama di ruang keluarga, mereka tidak tahu jika Aqila telah datang. Tidak ingin menganggu, Aqila masuk ke kamarnya tanpa membuat gaduh. Namun, suara canda Ale dan Brenda menembus dinding kamarnya. Tidak berdaya, Aqila hanya duduk di atas kasurnya dan mulai membayangkan jika hubungan Brenda dan Ale terus membaik, hal ini akan membuat dirinya dalam situasi sulit. Pikiran buruknya mulai hadir, Aqila membayangkan jika nanti Brenda mengambil Ale dari sisinya, itu mungkin akan membuat dirinya kehilangan arah walau tujuan awalnya kembali ke masa sekolah hanya untuk mengubah takdir Ale.

"Aku benci situasi ini, aku lelah harus selalu bersikap baik, melihat Brenda semakin dekat dengan Ale membuat hatiku terbakar," gumam Aqila lirih merebahkan tubuhnya dalam belaian selimut tebal.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top