14. Ambisi
Aqila segera mendekat ke arah Ale berdiri, cukup panik hingga membuka tas untuk mencari apa yang dibutuhkan Ale. Marvel yang juga dalam posisi kecewa seketika pasrah, menghampiri Aqila dan Ale untuk melihat apa yang terjadi sebenarnya. Menatap wajah Ale yang memucat membuat amarah Marvel sirna.
"Le, mulai kejang lagi, ya?"
Ale menggeleng.
"Jujur Ale, jangan bikin kami khawatir," sela Marvel menggertak Ale.
"Ini sepertinya hanya kram biasa, habisnya kalian berantem sih ya aku pura-pura kejang."
"Ngomong apaan, sih, suer ya bikin takut aja," Aqila merapikan tas yang sempat dia bongkar.
"Nggak lucu, Ale," sahut Marvel dengan wajah masamnya.
"Emang nggak lucu, aku cuma mau minta maaf karena sebiji Ale acara kalian jadi berantakan, tolong maafin, ya!" perintah Ale dengan senyum sinisnya. "Takut aja kalau nggak dimaafin kejangku kambuh, di sini jauh lo dari rumah sakit," Ale mulai menakut-nakuti.
Nampak pasrah dan sedikit takut, Aqila dan Marvel menjawab dengan kompak. "Iya, kami maafin, Ale!"
"Mantap, kalian kompak, semoga langgeng abadi selamanya, ya," doa Ale untuk sepasang kekasih yang sedang merajuk.
"Aamiin ..." sahut Marvel cepat berharap doa itu terjaga sepanjang waktu.
Di sisi lain Aqila harus sependapat dengan doa sahabatnya itu, walau di hati paling dalam cintanya masih untuk Ale. Diam merupakan jawaban terbaik untuknya.
"Udah baikan, to? Yuk pulang!" ajak Ale bergandengan tangan Aqila dan marvel. "Berantem itu wajar biar hubungan makin dekat, jangan kayak aku dan Brenda jarang ketemu jarang berantem, takutnya nanti langsung nikah muda aja."
Kali ini Aqila kembali memaksakan diri sependapat dengan ucapan sahabatnya. "Aamiin," pekiknya lirih, walau hati terasa sakit.
***
Harta, tahta, wanita kerap muncul sebagai simbol keabadian dunia. Hal inilah yang mungkin dianut oleh Marvel, terlihat kalem penuh wibawa nyatanya Marvel memiliki keinginan kuat menjadi siswa terbaik nomor satu di sekolahnya, pastinya melalui jalan menjadi ketua OSIS. Tidaklah mudah, tetapi juga tidak sulit. Namun, jika dari awal memiliki banyak kawan, untuk meraih prestise tertinggi di jajaran siswa, tidaklah sulit.
Brenda merupakan salah satu kunci untuk dapat meraih tahta itu, tetapi tidak mudah untuk menjalin kerjasama sebab Brenda tidak begitu menyukai dunia sekolah. Di otak Brenda yang ada hanya karier dan untuk urusan pendidikan itu nomor sekian, dia beranggapan cantik adalah kunci meraih karier cemerlang dan Brenda telah mendapatkannya, saat ini. Tidak ingin menyerah begitu saja, Marvel memutar otak untuk mendekati Ale dan mengajaknya mengandeng Brenda sebagai tim suksesnya, nantinya setelah Marvel dapat menduduki posisi ketua OSIS akan banyak keuntungan yang didapat.
"Jadi, kamu mencalonkan diri menjadi ketua OSIS?"
"Benar Ale, aku berharap kita bisa bekerjasama," ucapnya manis dengan sedikit bumbu muslihat.
"Pastinya aku dan Aqila akan membantumu semaksimal mungkin," Ale bangga dengan apa yang menjadi impian Marvel.
Marvel mendekatkan posisi dirinya lebih dekat dengan Ale. "Aku sangat berharap Brenda bisa ikut dalam pesta demokrasi sekolah kita dan pastikan dia menjadi tim kita."
Ale merasa sedikit tidak nyaman dengan apa yang diungkapkan oleh Marvel. "Aku nggak bisa menjamin juga lo, Brenda tidak begitu menyukai dunia politik di sekolah, dia lebih suka dunia fashion," jelas Ale memberikan pengertian.
"Tolong ... tolong aku, ini mimpiku sejak masuk SMA ini," meraih tangan Ale untuk mengepal bersama tangannya. "Aku ingin membuat perubahan lebih baik lagi di sekolah kita."
"Oke, tapi aku nggak janji, ya, cuma aku usahain aja biar Brenda bisa memahami situasi ini."
Marvel belum mau menyerah dengan cepat. "Satu lagi, kalau aku jadi ketua OSIS semua akan kembali kuhidupkan. Misalnya esktra MIPA dan modelling serta masih banyk yang lain, itu sangat menguntungkan kalian bukan?"
Ale tersenyum tipis, berpikir apa yang Marvel ucapkan ada benarnya juga. "Akan aku usahakan, tunggu kabar baiknya aja."
Marvel mengangkat kedua jempol tangannya tanda sepakat dengan apa yang Ale ucapkan.
Tidak ada lagi waktu untuk menunggu, Marvel dibantu beberapa kawan baik dari kelasnya, mereka terus melakukan gerilya. Kali ini menemui Aqila dan Sava untuk diajaknya menjadi tim suksesnya dalam pesta demokrasi sekolah yang segera berlangsung tidak lama. Tanpa diminta Aqila dan Sava serta merta mendukung Marvel yang bagi mereka Marvel sempurna tiada duanya. Ini langkah yang baik melalui orang-orang terdekatnya langkahnya menduduki kursi tertinggi di jajaran siswa SMA Nusantara akan segera terwujud.
"Qil, kamu adalah kekasihku sekaligus tim sukses untuk memangkan pemilihan ketua OSIS tahun ini," ucap Marvel matap menatap mata Aqila.
"Tidak ada alasan untuk tidak mendukungmu, aku, Sava, dan Ale akan jadi orang-orang yang mendukung setiap langkahmu," kata Aqila meyakinkan kekasihnya.
"Iya Vel, aku yakin kamu bisa menjadi yang terbaik," tambah Sava memupuk percAqila diri Marvel untuk maju dalam pesta demokrasi pemilihan ketua OSIS.
"Thank's ... beruntung banget aku bisa kenal kalian."
Kebanggaan terpancar jelas di wajah Aqila yang kagum kekasihnya memiliki mimpi mulia. Aqila membayangkan jika Marvel kelak menjadi ketua OSIS dipastikan waktu bersamanya akan banyak berkurang, tetapi Aqila akan memakluminya karena tugas dan kewajiban yang dipegang oleh Marvel sangatlah berat.
Setiap Aqila bertemu dengan siapa saja entah di kelas, kantin, perpustakaan, kamar mandi, kopsis, hingga lapangan olah raga, garda terdepan untuk kampanye demi kesuksesan dalam ajang pemilihan ketua OSIS adalah Aqila dan Sava. Mulutnya yang manis semanis kembang gula membuat para siswa seakan terbuai oleh ucapan-ucapannya.
"Marvel adalah sosok yang sempurna, udah baik, sabar, pintar, dan peduli sesama," ujar Aqila meyakinkan beberapa siswa yang sedang menikmati bakso di kantin Mang Dadang.
"Apalagi sebentar lagi Mervel mau ngadain kegiatan baksos, nonton film bersama di sekolah, dan kegiatan keren lainnya, kurang apa coba?" tambah Sava berusaha meyakinkan siswa-siswi tersebut.
"Kurang kasih traktiran ke kita aja nih," sela salah seorang cewek yang terkenal tomboi.
"Jangan salah, nanti waktu ada acara baksos juga ada acara bazar makanan, kalian bisa makan sepuasnya di sana," sahut Aqila terus memasang senyum tiga jarinya.
Beberapa siswa yang mendengarkan pengumuman itu merasa tercerahkan. Menyambut baik niatan yang akan Marvel lakukan. Namun, beberapa siswa merasa ada kenjanggalan yang terselubung.
Seorang cowok mantan pengurus OSIS ikut bersuara. "Bentar deh, bukankah kegiatan bazar makanan berasal dari dana patungan kelas lalu tiap kelas membuat makanan khas yang unik nan menarik untuk dijual?"
Aqila dan Sava tersenyum sedikit menahan malu.
"Berarti sama saja bohong, makan makannya sendiri. Itu bukan gratis namanya," serbu cewek-cewek yang terkenal bermulut selicin oli.
"Gitu, ya? Doain aja semoga Marvel dapat warisan dari tetangganya biar bisa traktir semua manusia yang ada di sekolah ini," sanggah Aqila mengandengan tangan Sava untuk diajaknya pergi meninggalkan kantin yang mulai tak kondusif.
***
Pulang sekolah Ale mengajak Brenda untuk berjumpa pasalnya sudah lama mereka tak bertemu hanya tugas-tugas Brenda yang selalu menyapanya. Brenda memutuskan untuk menyetujui ajakan Ale keluar menikmati udara siang dan membicarakan beberapa hal penting yang pernah Ale ceritakan via chat.
Ale mengandeng Brenda berjalan menyusuri danau belakang sekolah dengan masih memakai seragam sekolah yang mulai terlihat lusuh. Ale sangat senang bisa bertemu Brenda walau saat Ale membutuhkan kekasihnya itu, pasti Brenda beralasan sibuk banyak pemotretan. Ale berusaha memahami apa yang menjadi impian Brenda, sabar adalah kunci menjaga hubungan agar tetap berjalan seimbang walau tak sama.
"Aku dengar Marvel maju sebagai calon ketua OSIS, ya?" Brenda membuka percakapan.
"Iya, aku dapat mandat darinya."
"Mandat?" tanya Brenda tertawa mendengarkan apa yang Ale ucapkan.
"Iya, dia minta tolong agar kamu jadi bagian dari tim suksesnya untuk memenangkannya dalam pemilihan ketua OSIS."
"Apa aku dapat keuntungan?" Brenda selalu bersikap realistis pada kenyataan yang ada. "Kalau nggak ada keuntungan untukku, lebih baik jangan ajak aku."
Ale mengela napas panjang memasang wajah melas. "Tapi marvel kekasih Aqila, Aqila itu sahabatku jadi kita harus saling membantu."
"Di dalam kamus hidupku tidak ada namanya saling membantu jika tidak menguntungkan," Brenda meninggikan nada suaranya.
"Kok gitu, sih?"
"Mungkin aja aku nggak sebaik apa yang kamu kira," Brenda merasa tak nyaman dengan apa yang Ale sampaikan dari pada menimbulkan amarah Brenda mencari alternatif pembicaran lain. "Kita bahas yang lain aja, yuk!"
"Mau bahas apa?" Ale menatap tajam kedua bola mata berkornea coklat milik kekasihnya.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top