1. Murid Keramat

Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah setelah dua minggu para murid mendapatkan libur semester mereka. Di awal tahun ajaran baru sekolah memang selalu ada junior-junior yang memakai beberapa atribut untuk melakukan masa orientasi mereka di sekolah. Tentu saja penampilan mereka para junior terbilang lucu. Mereka memakai pita warna-warni di rambut mereka. Tak hanya itu mereka juga memakai topi yang terbuat dari anyaman dari bambu. Di hari-hari pertama masuk sekolah, terutama murid yang baru, junior kelas sepuluh banyak yang diantarkan oleh orangtua mereka. Jadi tak heran jika di depan gerbang sekolah terjadi kemacetan. Terlebih sekolah yayasan Harapan Bangsa ini adalah salah satu sekolah favorit di kota Semarang.

 Vicky Bachtiar, seorang pria yang terkenal badung di seantero yayasan sekolah Harapan Bangsa duduk di atas motornya yang ia parkirkan di depan gerbang sekolah. Setiap hari entah mengapa dirinya memang selalu berangkat pagi hanya untuk memperhatikan satu persatu murid sekolahnya ini. Dirinya memiliki beberapa pengikut setia yang memiliki hobi yang sama seperti dirinya, yaitu menindas para kaum lemah di tempatnya bersekolah ini. Berkat kebadungan dan kemalasannya ini dirinya sampai menghabiskan hampir lima tahun hidupnya hanya untuk meraih kelulusannya di SMA.

"Heh, Vicky! Kamu apa nangkring di atas motor begitu?! Bukannya diparkirkan di dalam terus masuk ke kelas kamu?!" Vicky berdecak malas saat seorang guru BK menyapanya sepagi ini.

"Kenapa sih, Pak?! Lagian ini juga belum waktunya bel masuk sekolah. Masih ada lima belas menit!" Bukannya menuruti ucapan gurunya, Vicky malah mulai membangkang.

"Kamu kalau dikasih tahu sukanya ngeyel terus ya?! Kamu mau kalau tahun ini kamu nggak lulus?! Mau sampai kapan kamu menjadi murid di sekolah ini?! Nggak malu apa kamu itu jadi murid keramat di sekolah ini?!" Guru mana yang tak naik pitam kala muridnya selalu membantah dirinya. Sebagai guru BK yang kerap menangani kasus Vicky, Widodo pun sudah ingin menyerah. Entah dengan cara apa lagi dirinya menggembalakan murid keramatnya ini ke jalan yang benar.

Mendengar omelan Widodo, Vicky pun membuang wajahnya ke arah lain. Namun saat itu tak sengaja dirinya melihat sesosok bidadari cantik yang mungkin saja baru kabur dari khayangan. Dan sekarang ini bidadari cantik itu sedang berjalan ke arahnya. Bukan ... bukan berjalan ke arahnya, melainkan berjalan melewatinya. Tatapan matanya terus mengarah ke arah gadis yang telah berhasil menyita perhatiannya itu. Tanpa ia perdulikan ada Widodo yang sedang memberinya ceramah panjang lebar. Bahkan ceramah Widodo ia jadikan soundtrack kekagumannya pada gadis bagaikan bidadari yang baru saja berjalan melewatinya itu.

"Aku mau masuk. Bawa motorku ke dalam." Vicky bicara pada teman-teman pengikutnya dengan tatapan yang masih lekat menatap gadis itu. Ia bahkan mengabaikan Widodo dan berjalan masuk meninggalkan guru BK-nya yang masih ceramah itu.

"Heh, Vikri!" Tentu saja Widodo geram melihat kelakuan salah seorang murid favoridnya itu. Ia berkacak pinggang dan melotot menatap punggung Vicky yang semakin menjauh.

"Namanya Vicky, Pak Wid. Bukan Vikri." Salah seorang teman penganut Vicky mengkoreksi ucapan Widodo.

Widodo sontak membalikkan tubuhnya menghadap para pengikut Vicky. "Tahu apa kamu tentang Vikri dan Vicky, heh?! Masuk sana!" Widodo berseru seraya mengacungkan jari telunjuknya ke arah pintu gerbang sekolah.

"Iya, Pak." Semua pengikut Vicky mengendarai motor mereka memasuki area sekolahan.

"Dasar anak-anak badung!" gerutu Widodo.

"Selamat pagi, Pak Widodo ...."

"Yaa ... selamat pagi. Waduh ... pada cantik-cantik semua. Tahun ajaran baru belajarnya semakin giat ya." Mendadak Widodo menjadi ramah saat beberapa murid cantik menyapa dirinya.

Seorang perempuan berseragam guru seperti dirinya mengendarai motor memasuki gerbang sekolah. "Bu Flo ...." Dengan senyum yang merekah, Widodo pun langsung berjalan tergesa memasuki gerbang sekolah. Ingin menghampiri wanita pujaan hatinya.

Di dalam, Vicky sudah berhasil mengejar gadis yang sudah berhasil menyita perhatiannya itu.

"Hai, Cantik. Kenalan dong." Vicky mengulurkan tangan kanannya dengan niat jika uluran tangannya ini bisa disambut oleh gadis di hadapannya ini.

Gadis itu pun mau tak mau menghentikan langkah kakinya karena tepat di hadapannya telah berdiri seorang pria yang menurutnya sangat asing. Dari penampilan pria itu dirinya sudah tahu jika pria di hadapannya ini adalah seniornya. Hal itu terbukti dengan wajah pria itu yang terlihat lebih tua dari dirinya. Ditambah lagi pria di hadapannya ini juga tak memakai atribut aneh seperti dirinya.

"Namaku Vicky Bachtiar. Orang terkeren dan terpopuler di sekolah ini. Kamu nggak akan menyesal kalau bisa jadi pacar aku." Dengan sangat percaya dirinya Vicky mengucapkan kalimat tersebut tanpa perduli apakah gadis yang ingin ia ajak berkenalan ini akan ilfil ataukah tidak.

"Aku Putri, Mas. Permisi." Gadis bernama Putri itu pun berjalan menghindari Vicky. Ia tahu bahwa pria seperti Vicky ini tak baik untuk ia ajak berteman.

"Eh, tunggu dulu dong!" Vicky kembali menghambat langkah Putri yang hendak mencari kelasnya.

"Masa kenalannya cuma begitu? Bisa kenal dekat sama aku ini sebuah kebanggaan loh, asal kamu tahu," ucap Vicky.

"Iya, Mas. Tapi aku mau buru-buru masuk mau lihat pengumuman kelas aku letaknya di sebelah mana," sahut Putri ramah. Ia tak boleh asal ketus karena ia belum tahu bagaimana karakter dari lawan bicaranya ini. Lagi pula pria di hadapannya ini juga hanya ingin berkenalan dengannya tanpa berbuat hal yang kurang ajar dan hal yang melampaui batas.

"Kalau begitu aku antar sampai kamu nemu kelas kamu," ucap Vicky.

"Nggak usah, Mas. Aku bisa sendiri. Lagian kelasnya pasti nggak akan hilang, jadi nggak usah dicari." Putri sedikit menangkapi dengan kalimat yang sedikit nyeleneh karena ia ingin segera pergi dari hadapan pria bernama Vicky ini.

"Eh ... ini ada apa kok masih kumpul-kumpul di sini, Vikri?!"

Vicky dan Putri menolehkan kepala mereka ke asal suara. Ternyata suara itu berasal dari suara Widodo.

"Loh kamu murid baru ya?" tanya Widodo.

"Iya, Pak," sahut Putri.

"Cantik sekali ... suaranya juga halus. Kamu pasti anak rumahan ya?" Widodo mulai mengomentari Putri menurut pandangannya. Murid yang ia ajak bicara pun hanya tersenyum menanggapi kalimatnya. Ia memang selalu ramah dan halus jika berhadapan dengan murid perempuan yang kalem dan tak badung.

Vicky berdecak malas mendengar kalimat pujian yang guru BK langganannya ini ucapkan untuk Putri. "Pak Widodo ini kalau sama perempuan ganjennya minta ampun." Suara Vicky lirih, namun masih jelas terdengar sampai indra pendengaran Widodo dan Putri.

"Diam kamu!" Mata Widodo langsung melotot berbarengan dengan suaranya yang mengelegar menyuruh Vicky untuk diam.

Diam-diam Putri pun tersenyum melihat keakraban antara guru dan murid itu.

"Ayo saya antarkan kamu sampai ke kelas. Saya peringatkan sama kamu, janga mau didekati sama Vikri—"

"Nama saya Vicky, Pak," Vicky memotong kalimat Widodo karena ia merasa risih jika nama yang orangtuanya berikan untuknya dengan segala macam syukuran saat ia lahir dulu, kini malah diganti sesuka gurunya yang sama sekali tak pernah ramah kepadanya ini.

"Diam kamu! Tahu apa kamu perbedaan Vicky sama Vikri?!" Widodo kembali meninggikan nada bicaranya saat membalas ucapan Vicky.

Sontak saja Vicky langsung terdiam. Ia tak ingin bila guru kesayangannya ini semakin mempermalukan dirinya di hadapan gadis pujaannya yang baru.

Widodo kembaali menatap Putri. Suaranya ia rendahkan saat akan bicara dengan murid barunya ini. "Dia ini adalah murid keramat di sekolah ini. Sudah dua kali dia nggak naik kelas. Total sudah ada empat tahun dia menjadi murid sekolah ini. Kalau tahun ini dia lulus, berarti totalnya lagi menjadi lima tahun. Tapi kalau tahun ini dia nggak lulus, maka tambah lagi satu tahun, menjadi enam tahun. Enam tahun! Coba kamu bayangkan saja. Dia ini sekolah SMA tapi waktunya seperti sekolah SD. Mengerikan!" Widodo mengangkat dua tangannya di udara dengan enam jari yang ia tunjukkan ke arah Putri.

Vicky merasa jika Widodo merusak reputasinya di hadapan gadis incarannya. Ia pun memutar otaknya agar guru BK-nya ini segera pergi. Tiba-tiba saja ia melihat seorang guru cantik yang tengah berjalan menuju ruang guru.

"Bu Flo! Ini Pak Widodo godain murid baru yang cantiknya katanya ngalahin Bu Flo!"

Mata Widodo melotot sampai hampir lepas saat mendengar kalimat Vicky. Rekan kerjanya di sekolah ini yang bernama Flo adalah perempuan pujaan hatinya sejak dulu sebelum mereka sama-sama menjadi guru di sekolah ini. Lengan kirinya ia apitkan untuk memiting leher Vicky.

"Diam kamu! Kamu ikut saya ke ruang BK." Widodo mendesis seraya terus memiting kepala Vicky. Ia membawa Viacky menjauh dari ruang guru, karena ruang BK berada sedikit jauh dari ruang guru.

"Aduuhh ... ampun banget, Pak. Tadi saya hanya bercanda, Pak!" Vicky berusaha meloloskan dirinya dari cengkeraman maut guru BK kesayangannya ini.

"Kamu mau coba-coba main-main sama saya rupanya ya." Desis Widodo dengan tetap terus menggiring Vicky untuk masuk ke ruangannya.

Sedangkan dari kejauhan Putri tersenyum melihat tingkah konyol antara guru dan murid itu. Ia pun tak ingin lagi ambil pusing, lalu memilih untuk meneruskan langkahnya menuju ke papan pengumuman di mana sudah ada banyak murid yang mengerubungi papan pengumuman itu sejak tadi. Ia harus segera sampai di kelasnya untuk mencari bangku yang kosong yang bisa ia tempati. Lagipula sekolah ini adalah tempat baru untuknya, teman-temannya juga baru, maka dari itu ia juga perlu kembali menyesuaikan diri dan berkenalan dengan teman-teman barunya.

***





Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top