6. Bodyguard Baru

Suara bariton itu berhasil membuat gadis bermata sayu terlonjak kaget, lalu mengusap dadanya pelan. Kemudian, tersenyum kikuk sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal dengan langkah tertatih-tatih menghampirinya.

"Assalamualaikum, Pah!" ucap gadis tersebut sembari mencium punggung tangan papahnya dengan hormat.

"Azkia! Kaki kamu kenapa, Nak? Katakan sama Papah, apa yang terjadi? Dan siapa yang melakukan ini sama kamu? Katakan! Biar anak buah Papah yang memberikan pelajaran sama orang itu!" berondong lelaki memakai kaus oblong putih dengan celana hitam, setelah menjawab salam. Kumis yang mulai lebat itu membuatnya semakin terlihat dewasa.

Irwan memperhatikan penampilan putrinya dari bawah sampai atas. Sepatu olahraga putih yang menjadi kecokelatan, celana training hitam yang robek bagian lutut, baju hitam menjadi tak karuan, terdapat beberapa noda pada bagian paha dan rambut kuci kuda yang berantakan dengan wajah yang sudah terlihat lesu.

Salahnya juga, karena membiarkan putrinya lari sore sendiri. Padahal, biasanya ia akan mengirim anak buahnya untuk menjaga sang putri semata wayang. Namun, ia lupa karena saat Azkia meminta izin lari ke taman, dirinya tengah sibuk dengan pekerjaan dari kantor.

"A-anu ... Pah. Tadi ...." Azkia mulai menceritakan kronologisnya.

Saat ia akan istirahat duduk di kursi taman, mendadak tangannya ditarik preman dan menyeret paksa dirinya menuju jeep hitam di parkiran. Namun, seorang pemuda berhasil menyelamatkannya.

"Pemuda? Siapa dia?" tanya Irwan sembari memapah putrinya untuk menaiki tangga menuju kamar.

Azkia mengigit bibir bawahnya, tak mungkin dirinya menjawab bahwa lelaki tersebut adalah dosen muda menyebalkan itu. Bisa-bisa besar kepala dia saat mengetahui dirinya dipuji.

"Ya sudah, kalau kamu tidak mau jawab. Tapi ... Papah akan mencarikan bodyguard untuk kamu! Tidak ada penolakan!" ucap Irwan tegas setelah membantu putrinya duduk di atas kasur.

Ruangan serba biru itu menjadi saksi bisu pertumbuhan gadis bermata sayu tanpa kasih sayang seorang Ibu. Namun, papahnya selalu menjadi orang tua tunggal yang tidak pernah membiarkan Azkia kekurangan apa pun. Contohnya kamar ini, kamar tersebut di design khusus untuk putri semata wayangnya.

Kamar serba biru. Ranjang biru tua, seprai biru muda dengan bunga-bunga mawar bertaburan, warna dinding biru muda serta semua peralatan yang ada di kamar Azkia berwarna biru. Lemari, sofa yang berada di sudut kamar, laci, lampu belajar lengkap dengan meja dan kursi, lampu tidur, gorden, semuanya berwarna biru. Paduan biru muda, biru tua, biru cerah dan biru pias membuat kamar tersebut terasa damai.

Azkia menghela napas berat. "Memangnya harus ya, Pah?" ujar gadis bermata sayu itu mendongakkan kepala menatap sang papah yang berdiri di hadapannya.

Irwan tersenyum. "Harus. Papah enggak mau terjadi apa-apa lagi dengan putri kesayangan Papah," ujarnya sambil mengusap kepala sang putri pelan dan penuh kasih sayang.

***

Burung-burung berkicauan, mentari telah menyapa bumi dengan sinar yang menghangatkan suasana. Cuaca pagi yang cukup bersahabat.

Gadis bermata sayu itu tengah sibuk memilih gaun mana yang akan ia pakai ke kampus siang ini. Jam kuliah masih satu jam lagi, tetapi dirinya sudah sibuk menyiapkan penampilan. Begitulah seorang Azkia, putri tunggal seorang pengusaha dengan barang-barang kekinian dan brandid yang enggan penampilannya kekurangan apa pun.

"Pokoknya warna baju gue jangan sampe sama lagi dengan si Tuan Angin menyebalkan itu!" ujar gadis bermata sayu sembari melihat dua gaun di tangannya.

Ia bingung antara memilih gaun merah muda atau biru muda yang ada di dua tangannya. Akhrinya, setelah memilih beberapa gaun dalam satu jam dan memutuskan antara gaun merah muda atau biru muda yang akan ia pilih selama setengah jam, pilihan Azkia jatuh pada gaun biru muda dengan aksen brokat pada bagian pinggang hingga di bawah lutut.

Make up natural ia poleskan, bibir yang tipis ia polesi dengan lipstick merah muda. Kemudian, tangannya terulur menempelkan jepit pita senada dengan gaun di bagian atas telinga kanan.

Gadis bermata sayu itu menatap pantulannya di depan cermin. Sepatu haigheels hitam tiga senti, gaun biru muda di bawah lutut dengan aksen brokat senada pada bagian pinggang hingga bawah lutut, serta kalung dan anting mutiara kesayangannya. Rambut hitam sepinggang sengaja ia uraikan.

Akan tetapi, senyumnya memudar kala melihat plaster di lututnya. Beruntung gaun yang ia kenakan menutup lutut, sehingga tidak terlalu mengganggu penampilannya.

"Permisi, Non Kia ...," ucap wanita paruh baya memakai baju bunga-bunga cream berlengan pendek dengan rok hitam. Tubuhnya yang gemuk membuatnya semakin terlihat ke ibuan.

"Iya, Bi?" ujar Azkia setelah mempersilakan Bi Ijah masuk.

"Sudah ada seseorang yang menunggu Non di bawah," ujarnya sambil mengulum senyum.

"Siapa?" tanya Azkia seraya mengambil tas ransel hitamnya dan segera memakainya di belakang punggung.

"Katanya bodyguard untuk Non Kia, Tuan yang memerintahkannya ... Non," tutur Bi Ijah, lalu meminta izin untuk kembali ke dapur.

***

Kelas telah usai beberapa menit yang lalu. Gadis bermata sayu itu kini sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan barunya. Netranya melihat kesana-kemari menunggu sang bodyguard barunya menjemput di parkiran kampus.

Tiba-tiba gerimis datang, beberapa tetes air mulai turun dari langit. Buru-buru Azkia lari ke arah trotoar untuk berteduh. Kesya dan Rani sudah pulang lebih dulu karena keduanya ada acara keluarga. Benar-benar hari yang menyebalkan baginya.

"Ck, ke mana sih, itu bodyguard baru! Baru hari pertama, udah terlambat jemput!" gerutu Azkia sambil mendengkus kesal.

Tetesan air mulai banyak, hujan semakin lebat membuat beberapa orang juga berteduh seperti Azkia. Beruntung, bukan hanya dirinya yang masih berada di kampus.

Azkia bernapas lega, setidaknya ada banyak orang yang bernasib sama sepertinya. "Awas aja bodyguard!" ucap gadis bermata sayu itu menatap hujan yang sudah lebat.

Suara dehaman berhasil membuyarkan fokus Azkia dan membuatnya menoleh ke samping. Tampak sosok pemuda berlesung pipit dan beralis tebal tengah berdiri tak jauh darinya. Kemudian, Azkia melirik ke arah para siswa lain yang sudah menjaga jarak dengan sosok tersebut pertanda dia adalah sosok yang sangat disegani oleh orang-orang.

"Nih, handuk kamu kemarin ketinggalan," ucapnya sembari menyodorkan handuk putih kecil ke arah Azkia dengan pandangan lurus ke depan.

Gadis bermata sayu itu menatap handuk kecilnya yang berada di tangan pemuda menyebalkan itu. Ia ingat, kemarin saat tubuhnya di tarik paksa oleh preman, handuk kecilnya jatuh entah kemana.

Lantas, Azkia segera mengambilnya kemudian membuang pandangan. "Thanks," ucapnya pelan. Antara malu atau gengsi saat mengucapkan kata-kata tersebut.

"Untuk?" tanya Azka dengan posisi masih menatap guyuran hujan.

"Pertolongan dan handuk ini," ucap Azkia ketus. Lelaki yang berdiri tak jauh di sampingnya itu membuatnya kesal. Sudah tahu banyak siswa, ia malah berpura-pura tidak mengerti. Dasar Tuan Angin menyebalkan! Ujar Azkia dalam hati.

"Cie ... Pak Azka sama Azkia janjian ya, bajunya?" celetuk salah satu siswi berkacamata bulat tak jauh dari posisi Azka dan Azkia.

Azkia membola, lalu melirik dosen muda tersebut. Benar, baju mereka sama. Lelaki tersebut memakai kemeja biru muda, celana hitam lengkap dengan peci hitam yang setia tersemat di kepalanya.

"Jangan geer! Saya memang suka biru muda," peringatnya sebelum Azkia membuka suara.

Baru saja Azkia akan membalas ucapan dosen muda menyebalkan itu, tetapi ia urungkan saat mendengar suara yang mendekat ke arahnya.

"Non ... maaf, terlambat," ucap seseorang dan membuat Azkia menoleh.

Tampak perempuan dewasa memakai seragam serba hitam itu tengah memegang payung menghadap Azkia.

Benar, bodyguard pilihan papahnya adalah perempuan tersebut. Irwan tak ingin Azkia berduaan dengan lelaki asing, maka dari itu dirinya mencarikan bodyguard perempuan. Selain untuk menjaga putrinya, bodyguard bernama Lara itu pasti akan menjadi teman baik Azkia meski umur mereka terpaut lima tahun.

Azkia menatap Lara dengan tatapan yang susah di artikan, lalu mengangguk seakan mengerti apa yang bodyguard itu katakan. Ia tahu, Lara bodyguard berkulit putih bak bule dengan rambut pirang itu jago bela diri. Mungkin itu sebabnya Irwan sang papah memilihnya untuk menjaga dirinya.

"Hari ini saya maklumi, karena hari pertama. Tapi kalau besok terlambat, jangan harap masih bisa menjadi bodyguard saya!" peringat Azkia.

"Ayok, pulang!" perintah Azkia kemudian berjalan mendahului Lara menuju parkiran di mana mobilnya berada.

Hujan telah reda beberapa menit yang lalu saat Lara datang menghampiri Nona mudanya. Mendadak lapangan parkiran yang Azkia pijak terasa licin hingga membuatnya kehilangan keseimbangan.

"Aaaa!" jerit Azkia saat merasa dirinya akan terjatuh, tetapi bukan lapangan yang keras. Ia merasa jatuh ke dalam pelukan seseorang.

Azkia membuka mata sayunya pelan, tampak sosok laki-laki tampan. "Lo ...."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top