26
Azkia menatap nanar kedua lelaki yang sudah berjabat tangan, salah satunya mengucapkan janji sakral tanpa beban. Air matanya luruh begitu saja tanpa diminta, sesak semakin meronta-ronta dalam dada. Ia menahan isaknya sekuat mungkin agar tak terdengar oleh siapa pun. Kemudian, tangannya terulur mengusap jejak air di pipi dengan pelan.
Hancur sudah harapannya selama ini, rusak sudah mimpinya. Ia tak mempunyai kesempatan apa pun lagi agar bisa mendapatkan hati dosen mudanya itu. Kata orang, selama janur kuning belum melengkung, ia masih bisa menikung. Namun, kini kata-kata itu sudah tak berarti lagi. Lelaki yang selama bertahta pada relung hati, sudah resmi menjadi suami orang dan itu, bukan dirinya.
Tak kuasa menahan tangis, bahu Azkia bergetar hebat. Isak serta sesenggukan yang sedari tadi ia tahan, sudah ke luar dengan bebas. Tangisnya pecah seraya menutup wajah dengan kedua tangan.
Semua orang yang tengah mengaminkan doa, terkejut mendengar tangisan histeris dari seorang gadis. Kemudian, Azkia di kelilingi oleh orang-orang dan bertanya alasan gadis itu menangis.
Azkia terus saja menggeleng, ia tak mampu mengucapkan apa pun. Bibirnya kelu karena hati yang sudah patah melihat Azka ijab qabul menghalalkan Azrani sang sahabat. Ingin mengatakan yang sejujurnya, tetapi ia tak mempunyai hak apa pun.
“Enggak! Aku nggak papa! Pergi kalian!” ujar Azkia di sela-sela tangisnya.
Irwan yang melihat putrinya histeris, segera memeluk gadis itu erat. Namun, Azkia menolak keras dan mendorongnya hingga menjauh. Sekarang, ia tak menginginkan apa pun dan siapa pun. Hatinya sudah hancur tak bersisa. Cintanya kandas, harapanya pupus, apa lagi yang bisa ia harapkan?
Azrani berusaha menggapai posisi sahabatnya yang duduk di atas kursi roda, tetapi semakin jauh ia menjangkau, tubuhnya semakin melorot dari brankar sambil terus memanggil Azkia.
“Kia ... Kia ...,” panggilnya dengan suara pelan dengan tangan berusaha menggapai tubuh gadis tersebut.
Akan tetapi, Azkia tak menggubris itu semua. Ia menghiraukan panggilan dari siapa pun. Telinganya sudah tertutup oleh kecewa yang hadir pada hati dengan sesak semakin memicu air mata tuk terus ke luar dari telaga.
“Pergi kamu! Aku benci!” bentak Azkia tanpa menurunkan kedua tanganya dari wajah.
Azrani tak ingin menyerah, ia terus saja berusaha menjangkau posisi Azkia hingga tak memperdulikan dirinya sendiri. Yang terpenting adalah sahabatnya, Azkia. Ia ingin tahu, apa alasan gadis itu menangis histeris.
“Azrani!”pekik Azkia saat menurunkan tangannya dan melihat Azrani jatuh dari brankar.
***
Hai, hai! Ada yang nunggu spoiler Tuan Angin dan Nona Hujan, gak? Sebenarnya, gak ada niat buat spoiler. Tapi berhubung belom kelar ini event, jadi aku post deh. Kasian sama yang udah rindu Azka dan Azkia juga, hee.
Kalian penasaran gak, sama kisah kelanjutan Tuan Angin dan Nona Hujan? Hihi, udah bisa di list dari sekarang kok. Alhamdulillah udah banyak temennya, nih. Banyak? Ya, bagiku lebih dari satu itu banyak, hee
Dor! Apa yang akan terjadi? Siapa yang ngira Azkia jadi pengantin pengganti? Hihi, temukan jawabannya dalam buku. Yuk, order! ❤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top