Chapter 4
"Aruji, atas alasan apa Anda meminta saya untuk membawa bayi ini?" tanya Mikazuki dengan tangan kirinya yang menggendong bayi perempuan. Sementara tangan kirinya memegang pedangnya sendiri.
"Kau pasti paham ini, Mikazuki Munechika. Setiap pemimpin tidak akan bertahan lama. Cepat atau lambat, mereka akan digantikan oleh generasi muda," jelas Aruji yang membantu Mikazuki menyelamatkan bayi itu.
Ditemani rembulan, Mikazuki menatap bayi itu tertidur pulas dalam gendongannya. Padahal, sebelumnya ia seperti menangis ketakutan.
Pipinya yang chubby, bibirnya yang kecil, cukup imut untuk ukuran bayi. Bahkan, Mikazuki pun sempat terpesona pada manik merah darah dari bayi ini.
"Biar aku bawa dia," ucap Aruji dan mengambil alih sang bayi dari Mikazuki.
"Aruji, aku ada satu pertanyaan untukmu."
"Katakan saja, Mikazuki."
"Apakah sejarah akan berubah jika bayi itu diambil?"
Aruji pun tersenyum. "Setiap orang memiliki keunikan dalam dirinya. Masing-masing dari mereka akan menunjukkan keunikan itu disaat yang tepat."
"Aruji ingin mengatakan bahwa bayi ini istimewa?"
"Ya. Dan ... Mikazuki, aku ingin kau tetap bersamanya dan menjaganya sampai kapanpun."
Mikazuki tersenyum lebar. Manik bulan sabutnya tampak lebih indah dimalam hari.
"Jika itu keinginan ...."
"Tidak, Mikazuki. Aku ingin kau menjaganya bukan atas keinginanku. Tapi dari hatimu sendiri. Aku yakin, Kashuu juga sudah mengajarkan hal ini padamu."
'Dari hati ... ya ....," batin Mikazuki.
Tiba-tiba saja, tubuh Mikazuki lemas. Dirinya sudah tidak tahan untuk menghadapi ribuan pasukan pengubah sejarah, meskipun bantuan datang. Karena berdasarkan gerak-geriknya, mereka memang mengincar kehancuran pedang rembulan ini.
"Mikazuki!"
"Mikazuki!"
"Mikazuki-sama!"
Satu-persatu touken danshi yang sudah menyelesaikan misi pun telah datang ke lokasi yang menjadi titik pusat berubahnya sejarah. Mereka menyerukan pedang rembulan ini agar tetap bertahan.
Bruk!
Mikazuki terduduk di tanah. Pandangannya mulai buram.
"Maafkan aku, Aruji," gumamnya.
"Mikazuki, ini bukan saatnya untuk menyerah!" teriak Kashuu. "Aruji masih percaya pada kemampuan mu! Aruji masih membutuhkanmu!"
'Apakah memang Aruji masih membutuhkan pedang tua sepertiku?'
Tiba-tiba saja, seorang pria albino dengan pakaian putih berdiri dihadapannya. "Hey, Mikazuki. Ini bukan saatnya terlihat lemah. Kejutan baru saja dimulai, tahu."
"Bukankah dia Tsurumaru Kuninaga?" tanya Midare.
"He ... siapa yang memanggilnya!?" tanya Yasusada.
"Mikazuki, minum ini," ucap pria bersurai hijau yang memberikan ramuan pada Mikazuki.
"Ichi-nii," gumam awataguchi lainnya.
Seketika, kelopak bunga sakura mengelilingi Mikazuki. Tubuhnya yang lemas kini kembali bertenaga. Bahkan, luka-luka ditubuhnya pun telah hilang. Rasanya, dia kembali seperti sedia kala.
"Terimakasih, semuanya," ucap Mikazuki dengan senyuman khas nya.
"Ichi-nii!" panggil para awataguchi.
"Senang bertemu dengan kalian, adikku," balas Ichigo sembari membantu adik-adiknya melawan para pasukan pengubah sejarah yang tiada hentinya bermunculan.
Namun, berkat bantuan yang dikirim oleh Neko adalah touken danshi bertipe tachi, ootachi, dan yari, mereka mudah dimusnahkan dalam waktu singkat.
"Wuih! Akhirnya selesai juga," ucap Tsurumaru sembari memasukkan pedang ke sarungnya.
"Ichigo, jika kau disini, apa yang terjadi dengan Aruji?" tanya Sengo dengan tatapan memaksa.
Ichigo hanya diam. Ia menatap adik-adiknya lalu mengalihkan pandangannya pada Mikazuki.
"Kita harus kembali. Aruji sudah menunggu kita."
*****
"Menyingkir!"
"Haaaa!"
"Ih!"
Serangan demi serangan Neko lancarkan bersama ketiga tantou yang baru saja hadir. Akita Toushiro, Aizen kuniyoshi, dan Sayo Samonji.
"Hahahaha! Mau sampai kapanpun, kau tidak akan bisa membunuhku!" tegasnya.
"Neko-san, mundur saja ke ruangan Aruji. Kami akan menangani ini," ucap Aizen.
"Tidak! Sekali lagi, aku tidak akan mundur," ucap Neko.
"Siapa yang menjaga kamar Aruji?" ucap Sayo dengan nada tenang.
"Tidak!" tegas Neko.
"Akita, ikut aku!"
Namun akhirnya, Neko dan Akita juga pergi yang membuat para pasukan itu mengikuti dirinya. Ia memang pergi, tapi tidak ke ruangan Aruji. Melainkan pergi ke halaman depan honmaru untuk mencari ruang.
"Neko, terimakasih sudah menahan sampai sejauh ini," ucap Tsurumaru.
Satu-persatu pasukan pengubah sejarah yang mengepung honmaru mulai menghilang. Dan kini, peperangan ini dapat dilakukan dengan mudah.
Neko yang sudah kelelahan pun akhirnya bisa bernafas lega. Hanya saja, ia baru bisa merasakan jika pelindung di kamar ayahnya telah menghilang.
Brak!
Tampak sesuatu yang besar terlempar dari tempat tinggi. Beberapa pasukan pengubah sejarah dan para touken danshi pun terdiam saat melihat Mikazuki yang melakukannya.
"Aku sudah bilang sebelumnya, bukan? Lepaslah sandalmu jika ingin masuk kemari," ucapnya.
Neko sempat tersenyum lega. Namun, ia menangkap pasukan pengubah sejarah memanfaatkan hal itu untuk melukai salah satu tantou yang sudah bersamanya setelah Ichigo pergi.
"Akita!" Neko mendorong Akita hingga pedang tantou itu jatuh.
Zleb!
Neko terdiam saat sebilah pedang menembus tubuhnya. Tidak ada rasa perih. Dan saat pedang itu ditarik, tubuhnya terasa mati rasa. Perutnya terasa tercabik-cabik, bahkan darah mulai mewarnai pakaian miko nya.
"Neko!"
"Aruji!"
Para touken danshi menyerang secara brutal. Kecuali untuk Yagen. Meskipun ia lelah, ia menghampiri Neko untuk melakukan penyelamatan pertama.
"Neko, bertahanlah," ucapnya. Neko yang mulai lemas pun menggenggam tangan Yagen dan memberi isyarat seolah-olah dia akan baik-baik saja.
"Neko, tapi ...."
"Aruji, maafkan Akita," ucap Akita dengan wajah sedih.
Dengan matanya yang sayu, Neko menatap Akita. "Tidak masalah. Ini bukan salah Akita. Ini salahku karena tidak memperhatikanmu."
Yagen semakin tidak tega melihat gadis yang telah menyelamatkan adiknya harus meregang nyawa seperti ini. Dengan bantuan touken danshi lain, ia menerobos area peperangan untuk masuk ke laboratoriumnya.
Sementara itu, Mikazuki juga tampak menahan amarah. Ia sudah siap menghabisi pimpinan pasukan pengubah sejarah yang telah menghancurkan honmaru seperti ini.
"Mikazuki."
"Iya, Aruji?" ucap Mikazuki sebelum terjun ke lapangan.
"Aku sangat senang bisa bertemu denganmu. Meskipun ini saat-saat terakhir, aku merasa jika aku ...."
"Aruji. Aku menjagamu dengan sepenuh hati. Dan hal itu juga akan aku teruskan untuk generasi Aruji yang lain," jawab Mikazuki yang berusaha tegar.
"Hahahaha, aku tahu kalau aku bisa mengandalkan mu, Mikazuki."
"Ah, kau bisa mengandalkanku kapanpun, Aruji."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top