4. A Choice With No Regret

Sudah cukup lama aku dikurung dalam penjara busuk ini. Dan selama itu pula Mykael atau siapa pun namanya itu sering mengunjungiku. Tapi aku sudah cukup muak melihat wajahnya.

Penjara ini dapat menetralisir sihirku yang berarti sihir apapun yang kukeluarkan takkan mempan dan takkan membantuku untuk keluar dari sini.

Selain itu sudah cukup banyak omega yang diculik dan disiksanya sebelumku. Rasanya tiap melihat torehan luka yang tercetak jelas di kulit mereka, rasa benciku semakin menumpuk terhadap si Mykael sialan itu.

Setiap waktu yang kulakukan hanya meringkuk, melamun, atau memikirkan bagaimana cara keluar dari sini. Aku benar-benar bosan di sini. Bagaimana dengan Alvaro? Apa ia sedang mencariku? Kuharap begitu.

Namun aku masih heran saja, kenapa Mykael sampai sekarang tidak menyiksaku seperti yang lain? Apa rencananya? Apa ia sedang menyiapkan sesuatu yang baru yang lebih menyiksa?

Aku tak masalah jika aku yang disiksa. Toh aku sudah kebal dengan segala rasa sakit itu. Tapi bagaimana jika mereka, Omega yang lain yang akan disiksa? Aku tak tega melihat luka dan mendengarkan kembali melodi rintihan yang keluar dari mulut mereka.

Aku bukan sok kuat atau sok berani. Hanya saja ... rasanya hatiku lebih sakit melihat orang sebangsaku dihina dan diinjak-injak oleh orang lain dibandingkan dengan diriku sendiri. Aneh, ya? Tapi perasaan aneh itu lah yang membuatku jauh lebih kuat dan berani. Perasaan simpati dan ingin melindungi.

Perlahan ada sesuatu yang seolah melingkupi hatiku. Semakin lama semakin kuat. Dan aku tahu, hal itu yang membuatku bertahan sampai saat ini. Tekad. Tapi tekadku sudah terlanjur menguat sehingga jadi terkesan nekad.

Dan yang paling penting saat ini adalah keluar dengan membawa kabur seluruh omega yang ada di sini. Mykael itu benar-benar sakit jiwa. Dia menyiksa para Omega hanya untuk kesenangannya. Dasar gila!

Tak lama derik pintu terdengar, cahaya merengsek masuk beserta seorang lelaki yang dari tadi aku hina dalam hati. Mykael. Melihat wajahnya saja aku sudah ingin menonjoknya.

Ia menghampiri dan menatapku yang tentu saja aku balas dengan tatapan tajam penuh kebencian. Ia malah menaikkan salah satu sudut bibirnya, membentuk sebuah seringai yang harus aku akui sangat cocok di wajah sialannya itu.

"Ada apa? Terpesona?" Aku menaikkan sebelah alis ketika ia bertanya dengan penuh percaya dirinya. Oh, ia membuatku ingin muntah.

"Hah? Ayolah! Jangan membuatku tertawa!" ucapku dengan diiringi tawa menghina.

"Kau orang pertama yang berani menghinaku seperti itu," ucapnya dengan wajah datar.

"Kalau begitu beri aku penghargaan." Aku menyeringai senang melihat wajah kesalnya. Kalau membuat orang jengkel, aku adalah jagonya.

"Serena Miyuki. Apa kau tak pernah diajari tata krama?" Ho ... karena terlalu kesal ia tak tahu harus menjawabku bagaimana. Hah! Aku menang kali ini, dasar sialan!

"Tanya saja pada dirimu yang tak tahu malu menyiksa bangsa lain yang bahkan tak menyentuh kulitmu satu jengkal pun!"

"Tch. Mulutmu perlu dijahit."

"Hooo ... silakan saja, dasar sialan! Kau yang pertama mengajakku berdebat!"

"Aku hanya bertanya awalnya. Kau yang membuatku jadi berdebat dan menghabiskan waktu berhargaku untuk meladeni ocehanmu!"

"Dengar! Kau yang mengoceh!"

"Tch. Cerewet. Menyebalkan. Merepotkan." Dia berani mengataiku begitu, padahal dia sendiri yang repot-repot menculik dan mengurungku di sini.

"Kalau kau risih, kenapa kau tidak membebaskanku saja, dasar bodoh!"

"Kau mau mati, ya?" tanyanya sebal. Aku hampir tertawa melihat perempatan imajinasi tercetak di dahinya. Dia lucu juga.

"Tidak, tuh."

"Kalau begitu diam!"

"Terus untuk apa kau kemari? Bukannya ingin berbicara padaku?"

"Tch. Dasar wanita menjengkelkan."

"Lelaki sialan! Kau itu sangat sialan!"

"Kau mau kusiksa, hah?"

"Sebenarnya aku tak peduli kalau kau menyiksaku. Asal kau membebaskan seluruh Omega yang lain." Ia terdiam sebentar mendengar pernyataanku. Yah, kupikir aku bisa mencari jalan keluar sendiri nanti. Tapi para Omega itu sedang terluka, mereka pasti mengalami trauma yang parah. Dan yang pasti mereka takkan berani keluar dari sini karena takut ketahuan dan kembali disiksa.

"Kenapa?"

"Apanya yang kenapa?"

"Kenapa kau sangat peduli pada mereka daripada dirimu sendiri?" Cih. Pertanyaan merepotkan. Aku menghela napas dan menatapnya dengan raut cemberut.

"Bagaimana, ya?" tanyaku pada diriku sendiri, lalu melihat ke langit-langit sambil berpikir.
"Aku sendiri bingung. Tapi entah kenapa hatiku sangat sakit melihat mereka begitu menderita. Mungkin karena mereka satu bangsa denganku? Selain itu, yah, aku benar-benar tak peduli jika kau menyiksaku. Sungguh, aku hanya ingin mereka bebas. Satu pikiran dan perasaan ketika aku melihat mereka. Aku ingin mereka bebas dan bahagia."

Dia masih terdiam dan menatapku seolah memintaku melanjutkan perkataanku. Aku mengambil napas dan kembali melanjutkan.

"Aku bukan ingin menjadi pahlawan seperti di komik atau novel. Aku tidak sekuat Saitama atau sebaik Midoriya. Aku juga tak sesemangat Naruto dan seloyal Levi. Tapi aku mempunyai satu hal yang membuatku memiliki kekuatan untuk bertahan. Aku masih memiliki tekad yang cukup kuat untuk membela mereka. Bahkan jika aku mati ditanganmu, aku tak akan menyesal. Ada banyak pilihan dihidupku. Tapi aku memilih membuat jalanku sendiri. Sebuah pilihan dimana tidak ada sesal."

Aku tak sadar kalau aku sudah terlalu banyak mengoceh. Mykael menatap mataku lurus-lurus dengan mulut yang masih saja terbungkam. Begitu pun aku yang sudah tak lagi berbicara. Untuk beberapa waktu, kami saling diam, menimpa sunyi dengan senyap.

Aku mengelus belakang leherku. Sedikit malu untuk ujaran panjang lebar yang kusampaikan. Aku melihat ia membuka mulut seperti ingin berbicara, namun kembali ia urungkan. Tangannya terkepal, lalu ia membuang muka.

"Tch." Kata terakhir yang ia ucapkan sebelum berbalik dan pergi meninggalkanku dengan sebuah atmosfer aneh yang ia ciptakan.

A/N :

Hai gaes :) lanjut terus y bacanya, jangan bosen dulu dongg :(

Ikutin terus ya. Oke. Sip.

Babay dulu. Besok ketemu lagi.

Jaa ne, minna-san!

Sweet regards,
Killua's gurl and Dewi Gledek,

Fal ⚡

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top