2. Your mate?
Sinar rembulan memasuki sela-sela pepohonan yang tinggi dan rimbun membuatku sedikit lega walaupun dengan penerangan yang minim. Akar-akar pohon yang besar dan mencuat dari dalam tanah sering kali hampir membuatku tersandung. Nyanyian burung hantu berpadu dengan jangkrik membuat suasana hutan tak begitu sunyi.
Mataku masih terus terpaku pada peta hologram yang menunjukkan posisi dan tempat tujuanku. Kota Abensberg. Aku sudah mencari informasi mengenai kota itu sejak dulu. Aku sangat tertarik dengan kota yang satu ini.
Ternyata berjalan tengah malam di hutan itu mengasyikkan juga. Sangat tenang tanpa ada satu pun hal berisik yang mengganggu pendengaran. Omong-omong tentang berisik, aku jadi teringat pada Isla. Bagaimana, ya ekspresinya saat mengetahui aku berhasil kabur?
Aku jadi terbayang dengan wajah kesalnya yang menurutku sangat lucu. Isla sangat mudah dipengaruhi dan diprovokasi sehingga aku sering menggodanya jika sedang bosan. Tawa kecil menyembur dari mulutku. Aku merasa kalau ia sedang mengomel sendiri saat ini. Maaf saja Isla, kalau kau ingin berteman denganku, kau harus siap menghadapi sikap burukku.
Sudah lama aku berjalan, tapi belum sampai juga. Aku sedikit menyesal sekarang. Seharusnya aku mencuri kuda saja di kerajaan. Kalau aku menggunakan sihir, energiku akan cepat habis dan aku akan kelelahan.
Malam semakin larut dan kakiku mulai sakit. Perutku juga lapar dan tenggorokanku kering. Pokoknya aku harus cepat sampai di kota Abensberg.
Berjalan dan terus melangkah, aku memaksakan kakiku untuk terus bergerak karena aku tak tahu apa yang akan menungguku di hutan ini kalau tidak cepat. Tidak, aku tak takut dengan hantu, tapi bisa saja pembunuh bayaran ada di sekitar sini atau bisa jadi prajurit kerajaan nekat mengejarku sampai sini. Kondisiku sedang tidak baik untuk menghajar dan melukai seseorang.
Mataku berbinar saat melihat peta hologram yang menunjukkan kalau tempat yang kutuju tidak jauh lagi. Tinggal beberapa langkah lagi dan aku akan sampai di ujung hutan ini.
Yap, sebentar lagi dan tinggal beberapa hitungan langkah lagi. Eh, tunggu. Aku lupa memakai jubah bertudung milikku. Bisa gawat kalau mereka tahu kalau aku omega. Aku mengeluarkan orx milikku lalu mengambil sebuah jubah berwarna hitam. Orx adalah sebuah kantung sihir yang dimana penggunanya, yaitu para omega bisa menempatkan barang apapun tanpa dibatasi jumlahnya ke dalam orx ini.
Jubah sudah terpasang, aku terus berjalan hingga mencapai ujung hutan. Aku tersenyum puas. Ini dia, Kota Abensberg. Kurasa sekarang mataku tampak berbinar melihat pemandangan kota yang tampak damai. Persis seperti deskripsi di sebuah blog yang aku baca di internet.
Lampu-lampu gedung, toko, atau kafe menerangi tiap sudut kota. Malam hari pun kota ini tak tampak sepi, beberapa orang masih terlihat beraktivitas, toko-toko masih buka, beberapa orang yang masih terlihat bersantai di kafe. Omong-omong tentang kafe, perutku kembali berbunyi.
Namun naasnya saat aku membuka orx, aku baru sadar kalau aku tidak membawa uang sepeser pun. Mana ada tempat makan yang gratis selain rumah sendiri. Aku menghela napas, sepertinya aku akan menjadi gelandangan di sini.
Aku berjalan sesuai petunjuk peta hologram menuju taman. Kupikir aku bisa beristirahat atau bahkan memejamkan mata sejenak untuk mengistirahatkan seluruh aktivitas tubuhku.
Aku tersenyum melihat orang-orang di kota ini yang tampak bahagia. Tersenyum, tertawa ringan bersama teman. Ada juga pasangan yang sedang saling tatap penuh cinta. Ah, aku jadi iri.
Malam saja seramai ini, bagaimana kalau siang hari? Aku tak sabar menantikan hari esok. Mungkin saja akan ada orang baik yang memberikan sedikit makanan padaku nanti. Yah, kuharap.
Aku mulai memasuki taman. Ada juga ya taman seindah ini di tengah kota. Kota Abensberg ini memang menakjubkan.
Melihat bangku di sudut taman, aku langsung mendudukkan diri di sana. Rasanya sangat melelahkan. Tapi aku benar-benar tidak menyesal telah kabur sampai ke tempat ini. Kota Abensberg memang luar biasa! Suasana malam harinya benar-benar membuat nyaman.
Angin sepoi-sepoi hampir menerbangkan tudung kepalaku dan membelai lembut pipiku. Mataku mulai berat, mendatangkan kantuk yang luar biasa tak tertahankan. Setelah itu aku benar-benar tertidur dengan damai.
--------------------
Burung-burung berkicau, meninggalkan jejak melodi di pendengaranku. Tiupan angin dan bunyi embun yang jatuh pada selembar daun ikut menjadi alarm yang membangunkanku.
Aku melihat ke sekelilingku. Sejenak aku merasa kaget, hingga sadar kalau semalam aku kabur dari wilayah omega, pergi ke kota Abensberg, dan tertidur di taman.
Matahari sudah muncul dari ufuk timur. Meninggalkan semburat jingga menandakan sekarang waktu fajar. Sekelilingku sepi nan sunyi, membuat bunyi perutku terdengar jelas. Aku lapar.
Aku melangkah keluar taman dan terkejut melihat situasi yang ramai, berbeda sekali dengan di taman. Awalnya kupikir semuanya tiba-tiba berubah jadi nokturnal.
Aku berjalan dengan riang, membuat jubahku terayun-ayun oleh langkahku. Mataku terasa menampakkan binarnya saat aku sampai di sebuah tempat yang ternyata adalah tempat para pedagang dengan deretan stand yang menjajakan makanan ataupun aksesoris. Ternyata di sini masih ada tempat yang menurutku sedikit kuno untuk abad dua puluh dua ini. Kupikir di sini akan lebih banyak vending machine atau mesin-mesin efisien lainnya.
Rasanya liurku hampir menetes melihat makanan yang sangat menggiurkan berderet seperti hendak menggodaku-- tidak. Lebih tepatnya mengejekku yang tidak punya uang ini.
Yah, sudah lah. Daripada rasa laparku meluap-luap, lebih baik aku pergi melihat yang lain. Mataku teralih pada satu stand yang menjual aksesoris cantik.
"Wah, Nona. Beli lah apa yang kau suka. Ah! Sepertinya gelang ini cocok untuk tangan lentikmu itu." Penjual itu mulai mempromosikan dagangannya. Ah, seandainya dia tahu aku tak punya uang aku tak yakin dia akan bersikap seramah itu.
Aku hanya menggelengkan kepala dan lanjut berjalan hingga keluar dari deretan stand itu. Rencananya hari ini aku akan berkeliling kota. Mungkin aku hanya akan menahan rasa laparku. Beberapa hari tak makan aku tak akan mati, bukan?
Aku berjalan dan melihat seorang lelaki dengan jaket hitam berjalan berlawanan arah denganku sedang menatapku terus-menerus. Ada apa dengannya? Apa dia tahu kalau aku adalah omega?
Aku mencoba mengabaikannya, namun saat aku benar-benar berpapasan dengannya, ia berhenti dan memegang pergelangan tanganku.
"Tunggu." Aku refleks mendongak, menatap ke wajahnya. Namun entah kenapa tangannya menimbulkan sensasi yang benar-benar tak bisa kudeskripsikan dengan baik. Seperti ada rasa nyaman dan hangat yang merasuki tubuhku.
"Siapa namamu?"
Aku terkesiap mendengar suaranya kembali mengudara memasuki indera pendegaranku.
"Huh?" Aku refleks menjawab dengan bingung. Ah, Miyuki! Kau malah seperti orang bodoh!
"Aku rasa kau mendengarnya."
"Maaf, bisakah kau melepaskan tanganku?" Bukannya menurutiku, dia malah makin mengeratkan genggamannya pada pergelangan tanganku. Dasar sialan.
"Tidak sebelum kau memberitahuku namamu." Dia benar-benar kurang ajar. Baru bertemu, seenak hatinya menggenggam tangan orang, lalu menanyakan nama? Apa ini modus penipuan baru? Kurasa tak mungkin.
Aku menghela napas pelan. Sangat pelan hingga aku rasa dia tak mendengarnya. Dengan sesopan mungkin aku menjawab, "setidaknya jangan di sini."
"Baiklah, ikut aku." Ia menarik tanganku menuju arah aku datang tadi. Dan benar saja, ia mengajakku duduk di sebuah bangku taman tempat dimana aku ketiduran semalam.
"Beritahu aku."
"Baiklah Tuan, bersabar lah sedikit," ujarku yang masih saja bersabar atas tingkah lelaki itu.
"Sebelumnya lepaskan dulu tanganmu, aku tidak akan kabur. Janji."
Dan ia melepaskan genggaman tangannya dengan sangat perlahan seolah-olah tidak rela melakukannya.
"Kau bukan orang jahat, kan?" tanyaku dan ia menggeleng sebagai jawabannya. Dasar aku, mana ada orang jahat yang mengaku. Tapi dari raut wajahnya, orang ini dapat dipercaya.
"Baiklah, namaku Serena Miyuki. Panggil saja Miyuki. Kau?"
"Alvaro. Alvaro Mackenzie."
"Senang berkenalan denganmu."
"Bisakah kau membuka tudungmu?"
Aku menoleh dengan cepat atas permintaannya itu. "Kenapa?"
"Aku hanya--" kata-katanya terputus membuatku mengangkat alis heran hingga ia melanjutkan,
"lupakan saja."
Aku mengernyitkan dahi bingung. Dari raut wajahnya sepertinya ia ingin sekali melihat wajahku. Apa ia sebegitu inginnya? Aku jadi sedikit tertarik. Ah, lupakan itu Miyuki!
"Apa kau sangat ingin?" tanyaku. Jarang-jarang lho aku mau melakukan permintaan orang lain.
"Ya." Wow, jawaban yang sangat mantap.
"Kenapa kau sangat ingin tahu?" tanyaku lagi yang masih sedikit menaruh rasa curiga.
"Lakukan saja, aku hanya ingin melihatnya. Kau terlihat begitu mencurigakan di wilayahku." Baiklah ... ternyata kami saling mencurigai. Eh, tunggu. Wilayahnya? Aku sedikit membelalakkan mata, terkejut dengan perkataannya barusan.
"Wilayahmu? Apa kau pemimpin di sini?" tanyaku memastikan apa yang ada dipikiranku sekarang.
"Ya," jawabnya singkat. Aku menutup mulut tak percaya. Jangan sampai aku membuat masalah dengan orang ini.
"Baiklah. Aku akan membukanya." Aku mulai membuka tudungku yang perlahan menampakkan rambut pirang panjangku hingga sepenuhnya menampilkan wajahku.
Aku menoleh ke arah Alvaro yang melihat ke arah wajahku lurus-lurus. Aku hampir saja tersenyum geli.
"Hei, kenapa kau melamun? Aku tahu aku cantik. Tapi tak usah memandangku sebegitunya," ujarku dengan tingkat percaya diri selangit.
"Sedang apa kau di sini?" Mengalihkan pembicaraan, huh? Tapi kemudian aku tersenyum, karena ini menyangkut tentang hal yang kuinginkan, yaitu kebebasan.
"Aku sedang melihat-lihat dunia luar. Karena duniaku sangat ketat. Kami bahkan tidak diperbolehkan untuk keluar dari wilayah. Seperti domba dalam kandang." Aku berhenti berbicara, mengambil napas sejenak, kalau melanjutkan, "Dan aku berhasil lolos dari suatu hal yang membuatku mati bosan dan berakhir di sini melihat-lihat segala sesuatu yang belum kuketahui."
"Kau sudah bertemu dengan mate- mu?" Entah kenapa ia menanyakan hal itu. Langsung saja aku menggeleng.
"Belum, untuk saat ini aku tidak terlalu memikirkannya sepertinya. Tapi jika Moon Goddess berbaik hati mendatangkannya langsung padaku tanpa harus kucari, aku benar-benar berterimakasih."
"Kau tahu kan kalau para Alpha sangat bisa mengenal dan langsung mengetahui mate- nya walau baru bertemu satu kali? Wolf dalam diri mereka pun langsung mengaum dengan keras."
"Ya, aku tahu itu," jawabku. Aku pernah membaca hal itu di internet dan buku.
"Kau akan merasakan sensasi aneh apalagi saat kau bersentuhan." Aku mengangguk atas pernyataannya. Entah kenapa aku jadi teringat saat ia tiba-tiba menggenggam tanganku. Sensasi itu ... benar-benar nyata.
"Dan aku merasakan hal itu denganmu."
"H-huh? Kau ... apa?!" Aku langsung berteriak kaget saat ia berkata begitu. Aku? Dan dia?
"Ya, kau adalah mate- ku."
A/N :
Waaa Abang Varo udah muncul niii. Gimana gaes? Tetep baca dong ya. Semakin jauh chapter-nya InsyaAllah semakin seru :)
Tetep baca dan vomment terus:)
Jaa ne, minna-san!
Sweet regards,
Waifu mas Shouto sekaligus Dewi gledek,
Fal ⚡
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top