1. This Is My Victory, Isla
Terkadang aku berpikir, mengapa orang-orang ini begitu sabar hidup di dalam lingkungan sempit. Dibatasi barrier sehingga kami dilarang sejengkal pun menyentuh dunia luar tanpa izin dan alasan yang jelas. Wilayah kami, para Omega adalah wilayah dengan luas yang paling sempit dibandingkan bangsa lain, yaitu Alpha dan Beta.
Walau pastinya ada suatu waktu untuk kami diperbolehkan keluar dari sangkar ini, tapi aku benar-benar tidak sabar dan penasaran bagaimana luasnya sisi lain bumi. Dari buku atau situs di jejaring internet yang aku baca, kehidupan Alpha dan Beta jauh lebih canggih dari pada kaum kami. Jelas saja, karena kami, kaum omega lebih mengandalkan aliran sihir dibanding teknologi, sehingga sering dicap sebagai bangsa yang ketinggalan zaman.
Mau itu teknologi atau pun sihir, keduanya benar-benar sukses membuatku terkagum. Dunia ini benar-benar penuh dengan misteri dan banyak hal yang belum kuketahui, maka dari itu, aku ingin mencaritahu.
Aku memandang kesal pada kamera pengintai yang terpasang di setiap sudut kota. Kerajaan Omega memang sangat ketat karena kami adalah kaum yang paling diincar oleh bangsa lain. Dengan aura mencolok, paras menakjubkan, serta sihir yang mengalir dalam tubuh kami bak sungai yang tak kunjung surut membuat tak sedikit bangsa lain terobsesi pada kami.
Oh, mungkin aku sedikit berlebihan. Karena mereka, para wanita tua itu selalu menyumpali otak kami dengan kisah mengerikan macam itu. Seolah-olah kami adalah makhluk lemah yang tak berdaya. Dari informasi yang kutahu, dunia di luar sana tak seberbahaya itu. Banyak omega dewasa yang menetap di luar wilayah dengan mate- nya.
Aku orang yang penuh dengan rasa penasaran. Semua informasi kucaritahu sendiri karena aku tidak suka bertanya pada orang lain. Jika orang lain bilang malu bertanya, sesat di jalan, namun aku berbeda. Untuk apa bertanya jika bisa mencaritahu sendiri. Aku memiliki otak dan akal yang cukup untuk tak dibodohi orang lain.
"Miyuki!" Aku menoleh saat namaku dipanggil dengan cukup keras oleh Isla, temanku yang sangat berisik. Aku hanya mengangkat alis, enggan untuk menjawab.
"Kau lagi apa?"
"Mengerjakan sesuatu," jawabku dengan malas.
"Jangan bilang kau mau kabur lagi!" Aku tak menjawab karena apa yang dia katakan benar adanya. Aku sedang menunggu tempat ini sepi dan menembak kamera pengintai dengan pistol sihirku.
"Miyuki! Apa kau tidak kapok telah dihukum cambuk empat kali berturut-turut? Hanya kau yang keras kepala dan dihukum sebanyak itu."
"Tidak. Asal aku tidak dieksekusi mati saja," jawabku enteng.
Isla menghela napas berat. Aku tahu sikapku buruk, aku juga heran mengapa Isla sangat tahan akan diriku. Ya, itu sebabnya aku selalu bersama Isla atau sering tertangkap sedang sendirian.
Isla menjentikkan jari dan menatap mataku lurus. Beberapa omega keluar dari balik dinding dengan pistol sihir ditangannya. Mereka adalah pengawas kerajaan yang bertugas untuk memantau dan membawa pelanggar hukum yang keras kepala sepertiku ke tempat tahanan. Aku menoleh pada Isla yang menatapku dengan cengiran di wajahnya. Sial. Dia mengejekku.
Bagus. Sekarang aku akan menjadikan ini hukuman kelima dan membuat rekor baru. Sangat jenius, Serena Miyuki! Cih, jenius sekali!
"Nona Serena Miyuki? Ikut kami ke ruang tahanan."
"Baik."
Tak ada pilihan lain selain menurut. Kalau aku membantah dan kabur bisa-bisa kepalaku hilang dari tempatnya. Merepotkan sekali. Aku hanya ingin keluar sebentar saja.
Aku dibawa ke ruang bawah tanah pada sudut kota. Tentu saja tempat ini menjadi mimpi buruk bagi setiap orang, termasuk aku. Gelap, hampa, sunyi, seperti rumah hantu pada film horor yang sering Isla tonton.
Para pengawas itu membuka salah satu jeruji besi, lalu mengunci tanganku pada borgol yang tersambung rantai dan tertancap kuat pada dinding yang lumayan tinggi hingga membuat kakiku tergantung beberapa inci di atas tanah. Hanya tinggal menunggu beberapa detik hingga petugas kerajaan yang akan mencambukku datang.
Tik, tok, tik, tok. Aku menggoyang-goyangkan kakiku yang tak menyentuh tanah, lalu mendongakkan wajah melihat seorang wanita dengan raut sangar dan cambuk ditangannya.
"Kau lagi?" ucapnya dengan nada tak suka dan sedikit hinaan.
"Yo. Hai!" sapaku membuat perempatan imajinasi tercetak pada dahinya. Langsung saja dia mencambuk bagian pinggangku. Ah, salahku membuatnya lebih emosi dari biasanya.
Dia terus mencambukiku dengan sekuat tenaga dan raut puas. Seharusnya petugas kerajaan yang bertugas mengeksekusi tak boleh terlibat emosi dengan tahanan. Melihatnya saja aku sudah tahu kalau dia mudah diprovokasi.
Aku mulai meringis kesakitan saat cambukannya semakin terasa kuat dan cepat, sementara si petugas semakin merasa senang. Seharusnya hukumanku tiga ratus cambukan, tapi aku tak yakin kalau petugas satu ini menghitung sudah berapa banyak yang ia layangkan pada tubuhku.
"Sudah kapok akan kesalahanmu, bocah?" Ia berhenti mencambuk di hitungan ketiga ratus empat puluh lima. Ya, lebih beberapa puluh cambukan.
"Sakit sekali, bukan?"
"Hm. Sakit," ucapku parau.
"Rasakan itu dasar bocah keras kepala!" Setelahnya ia hanya tertawa mengejek dan keluar dari sel tahananku.
"Hanya bercanda." Aku mendengus menggumamkan ejekan. Dia pikir sudah berapa banyak rasa sakit yang tubuhku terima. Luka, sayatan, atau hal kecil macam itu tak akan membuatku kapok. Maaf saja, tapi seperti yang kau bilang, aku ini keras kepala.
Setelah tak melihat tanda-tanda petugas lewat, aku menarik kedua tanganku hingga rantainya putus. Dengan langkah mengendap-endap, aku keluar dari tempat busuk itu.
Maaf, tapi aku bukan anak baik yang langsung menurut ketika diperintah. Kalau ingin membuatku mematuhimu, maka coba saja buat aku menyerah.
Langit sudah menenggelamkan mentarinya. Hanya cahaya rembulan yang tersisa, cukup untuk menuntun jalanku pada pintu kebebasan.
Aku berlari dengan langkah yang senyap. Dengan lincah melewati gang-gang kecil dengan dinding sempit sebagai rintangan. Memanjat, lalu berlarian di atas atap-atap rumah milik omega lain. Dengan sigap pistol kukeluarkan lalu mengalirkan aliran sihir dari pusatnya, tepat di jantungku. Ketika aku merasakan aliran sihir di pergelangan tanganku, aku mengubahnya menjadi bentuk sulur tanaman, menembakkannya melalui pistol sihir pada kamera pengintai yang terpasang dan tersembunyi di sudut-sudut bangunan sehingga lensanya tertutupi.
Aku tak perlu khawatir akan tertangkap kamera saat sedang melakukan aksi kriminalku ini. Karena tentu saja aku mengincar titik buta kamera.
Ini dia saat yang kutunggu. Aku berada di depan perbatasan dimana barrier begitu kuat terpasang. Aku harus cepat karena mereka akan langsung sadar dengan kamera yang tiba-tiba hilang pengawasan.
Aku menutup mata, berusaha berkonsentrasi dengan aliran sihir yang mengalir pada tiap-tiap sel, nadi dan pembuluh. Ketika sihir sudah diujung jari, aku menyentuh barrier sehingga aliran sihir pada barrier itu tak berpengaruh padaku saat aku melewatinya.
Seketika aku merasakan sedikit kejutan listrik saat tubuhku menembus barrier. Aku membuka mata dan melihat hutan lebat yang sangat gelap. Tentu saja, Miyuki bodoh! Ini malam hari.
Aku berjalan dengan petunjuk yang kulihat dari peta hologram. Menurutnya, sekarang aku sedang berada di tengah hutan Wisteria yang dimana bukan termasuk wilayah Omega.
Aku menyeringai. Maaf saja, Isla. Kali ini aku yang menang.
A/N :
Hai guys! Gimana? Penasaran kelanjutannya? Keep reading, ya!
Maaf kalau ada kesalahan penulisan atau tata kebahasaan. Bisa dikasih saran, ya. :)
Sekian di chapter satu. Ditunggu ya chapter 2 nya.
Jaa ne, minna-san!
Sweet regards,
Waifu Mas Levi :)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top