Bab 1

Sebuah kisah yang tak terduga terjadi.

Aku harus mengalami perjalanan panjang dan penuh batu sandungan.

Demi menemukan sebuah kebenaran.

****

Suara sirine berbunyi nyaring dan memanggil semua orang yang ada di pos-nya masing-masing untuk masuk ke dalam sebuah ruangan besar dengan nuansa gelap dan serba hitam.

Orang yang berada di sanapun, seluruhnya berpakaian serba hitam dengan kemeja semi formal dan wajah yang sama sekali tak mulus. Ada yang punya bekas goresan pisau, bekas operasi, atau bekas pukulan yang belum sembuh sepenuhnya.

"Semuanya sudah masuk?" bisik seorang pria di bagian depan ruangan yang melihat banyak orang mulai berbaris dengan rapih di hadapannya.

"Satu orang lagi, Tuan!" jawab pria lainnya yang memiliki pangkat lebih rendah.

Wajah pria sangar itu terlihat kesal dan gelisah. Namun dia tak berani melontarkan omelan atau protes yang berlebih pada satu orang yang masih belum datang tersebut. Hanya matanya saja yang terus melihat ke sekitar ruangan dan arlojinya bergantian. Dengan mulut yang sesekali berdecak, juga tingkah yang sama sekali tak tenang.

"Dia sudah datang," bisik pria satunya kembali, setelah kembali dari luar.

Dan bisa dilihat kemudian, dari pintu depan terlihat seorang pria berbadan tegap dengan tinggi hampir dua meter yang memakai baju serba hitam melangkah memasuki ruangan itu.

Tak hanya tubuh tegapnya yang berbalut pakaian hitam. Tapi wajahnya juga ditutup dengan masker tebal berwarna serupa, yang membuat separuh lebih wajahnya tersembunyi di antara masker dan topi. Hanya dua mata tajamnya yang mengkilat yang terlihat bersinar di antara sinar malam itu.

Membuat semua orang di sana mengalihkan perhatiannya pada pria tersebut dan berbisik pada satu sama lainnya.

Sementara yang ada di depan ruangan—Gabriell, memilih untuk menarik napasnya dalam-dalam dan memberi kode agar pintu ditutup dan dikunci sebelum acara dimulai.

"Pemilihan untuk eksekusi malam ini, kita mulai!" ucap Gabriell.

Suasana tempat tersebut langsung berubah semakin mencekam. Terlebih setelah Gabriell memanggil nama dari masing-masing orang yang diminta memasuki satu persatu ruangan yang ada di dalam ruang besar tersebut.

Dimana di sanalah kemudian, semua orang akan tahu apakah umur mereka akan panjang atau keluar dalam wujud tinggal tubuh dan nama saja.

Dorr! Dorr! Dorr!

Suara pistol menggema di seluruh sudut ruangan, bersama dengan teriakan beberapa pria yang kemudian tergeletak dengan darah mengalir begitu banyak dari kepala mereka masing-masing.

"Aaarrgghhh!" Kembali, teriakan itu terdengar kuat.

Tapi arahnya kali ini dari tempat lain yang tak jauh dari lokasi eksekusi pertama.

"Inilah akibat kalau kalian menjual informasi dan berubah menjadi pengkhianat!" kata Gabriell.

Sekarang pria itu tak berdiri sendiri saja dalam ruangan itu. Namun bersama dengan pria yang terakhir datang dengan tampilan misterius tadi.

"Jack ...," panggil Gabriell, "apa kau bisa menyelesaikan semuanya sebelum fajar datang?" tanya Gabriell dengan suara lirih dan setengah berbisik.

"Meragukanku sama saja mencari mati untukmu," ancam pria bernama Jack.

Dan Gabriel yang mendengar ancaman Jack, lantas terkekeh canggung dan bergerak sedikit mendekati pria itu untuk meredakan marahnya sang pembunuh bayaran nomor satu dalam organisasi mereka tersebut.

"Jangan marah, Jack. Aku hanya khawatir padamu." Gabriell berdalih. "Kau tahu, kan, kalau dirimu sudah masuk sebagai DPO di seluruh negeri?" ujar Gabriell lagi dan kini terlihat cukup cemas di hadapan Jack.

"Aku pasti akan kembali dengan keberhasilan. Asal ..." Mata Jack mengarah lagi pada beberapa orang dalam ruangan tersebut yang menunggu untuk diadili.

Jack tak sampai selesai bicara saat Gabriell dengan cepat menanggapi keinginan pria itu.

"Justru itu! Itulah alasan acara malam ini dilaksanakan!" pekiknya. "Untuk menghapus semua manusia tak berguna yang bisa menghalangi jalan kita. Jalanmu, terutama ...," ucap Gabriell kemudian dengan senyum sinis di sudut bibirnya.

Pria itu lantas memberi kode kembali pada orang suruhannya untuk memanggil kloter selanjutnya. Berisi orang-orang yang berani mengkhianati organisasi dan membuat rencana besar mereka pada malam sebelumnya hampir gagal total. Andai Jack, sang pembunuh yang tak punya hati itu tak dengan cekatan mengambil alih peran banyak orang sekaligus dan menyelesaikan misi secara sempurna.

Meski untuk melakukan itu, Jack harus menderita beberapa patah tulang di tubuh tegapnya dan membuat dia harus terbaring selama beberapa minggu di rumah sakit.

Dan di sinilah kemudian Jack melihat Gabriell melakukan eksekusi dengan memotong satu jari dari masing-masing orang dalam keadaan sadar, hingga teriakan mereka begitu keras memekakkan telinga.

Sementara Jack malah tersenyum dan sangat puas dengan semua tindakan itu.

Apalagi ketika dia melihat banyaknya darah yang keluar dari tubuh orang-orang tersebut.

Tapi pemandangan itu hanya menarik perhatian Jack sesaat saja. Sebab setelah dia melihat kloter selanjutnya dieksekusi, kini Jack lebih tertarik untuk pergi ke ruangan khusus yang memang disediakan oleh pihak organisasi untuk dirinya.

Persiapan malam ini harus matang. Semuanya tak boleh meleset atau rencana Jack selama bertahun-tahun akan berakhir sia-sia.

Kamar khusus yang dimiliki Jack dalam gedung itu masih bernuansa gelap.

Tapi berbeda dengan ruangan yang lain. Jack sengaja menaruh banyak poster anime jepang 'detektif conan' di hampir setiap sudut dindingnya. Tak hanya itu, di dalam sana juga banyak senjata serta alat yang bisa digunakan untuk menjadi trik dalam setiap kasus pembunuhan dalam anime tersebut.

Kursi kerja yang besar dengan warna biru gelap dan meja kerjanya juga membuat suasana kamar tampak sedikit berbeda.

Jack kemudian langsung berjalan menuju sebuah lemari kaca besar yang berisi beragam senjata mematikan. Dia mencoba memilih senjata yang akan dia gunakan untuk aksinya malam ini, agar lebih mudah serta cepat dalam melakukan eksekusi.

Tapi baru beberapa saat matanya mengarah ke semua senjata di sana, ponselnya sudah keburu berbunyi dan membuat fokusnya hilang sekejap.

"Kau mengganggu!" ucap Jack begitu dia mengangkat teleponnya.

Entah apa yang dikatakan oleh lawan bicara Jack di sana. Namun pria itu segera mengerutkan kening cukup dalam. Hingga garis alisnya hampir menyatu. Dan dengan cepat, dia memutar arah tubuhnya untuk membuka laptop pribadi yang ada di atas meja, sambil berdecak keras melihat video yang dikirimkan orang tersebut baru saja.

"Aku lakukan sekarang!" kata Jack kemudian.

Hingga tanpa membuang waktu lagi, pria itu mengambil seluruh senjata di bagian sudut kanan atas lemari kacanya. Dan mengenakan masker serta topi yang kembali menutup hampir seluruh wajahnya sebelum pergi keluar dan menuju ke sebuah tempat.

Situasi yang berbeda kini terlihat di dalam ruangan detektif di dalam gedung Kepolisian Scotland Yard, Britania Raya, Inggris.

Gilbert masuk dengan santai sambil menghisap rokok yang disematkan di antara kedua bibirnya. Kedua tangannya penuh dengan berkas yang isinya tentang seorang pembunuh bayaran incaran para detektif selama sepuluh tahun terakhir.

"Ini berkas yang dikirimkan Tuan Greg. Katanya kau ingin mengambil alih kasus ini sepenuhnya," ucap Gilbert.

Tumpukan berkasnya memang terlihat sedikit dibanding dengan berkas dari para pelaku kejahatan lainnya. Sebab tak banyak informasi yang bisa didapatkan oleh polisi dari penjahat yang satu ini. Penjahat yang memiliki spesifikasi khusus sebagai pembunuh dengan nama 'Jack The Ripper' atau JTR.

Oscar—sang detektif hanya melirik sekilas dan kembali fokus pada layak komputer yang juga menampilkan informasi serupa. Hingga matanya membelalak dan tubuhnya seketika menegak, bersamaan dengan informasi yang baru saja masuk ke dalam email-nya.

Pria itu segera berdiri dan menarik tangan Gilbert sambil berteriak pada semua anggota divisinya di sana. "Cepat siapkan kendaraan! Kita akan menangkap JTR!"

Sesuai dengan perintah Oscar, mereka segera berlari dan menghubungi pihak terkait untuk menyiapkan kendaraan. Hingga masing-masing dari tim penyelidik segera masuk ke kendaraan yang sudah terparkir tepat di depan pintu lobby gedung kepolisian.

Disaat yang sama, Jack sudah bersembunyi di balik pintu sebuah ruangan.

Tangannya memegang belati kecil yang masih tersembunyi di balik jaket hitam yang dia kenakan. Hingga ketika terdengar suara seseorang memasuki ruangan tersebut, dengan cepat pula Jack bergerak dan mengunci pergerakan Richard—targetnya malam itu.

Lengan Jack sengaja dibuat mencekik leher Richard dengan belati yang sudah menempel persis di bagian leher pria itu.

"K-kau ...!" Richard membelalakkan mata.

Tak menyangka kalau sang pembunuh sudah datang dan menundukkannya dengan begitu mudah. Sementara di luar sana, sudah dipasang banyak penjaga sekaligus kamera pengawas demi melindunginya dari kejaran orang-orang seperti Jack.

Tak menunggu untuk Jack mengatakan satu kata lagi. Jack segera menekan ujung pisau yang tajam dan berusaha membunuh Richard dalam waktu singkat. Sampai kemudian.

Dorr!

Suara tembakan mengejutkan Jack.

Tak hanya itu, tangan Jack pun terkena gesekan peluru yang menembus dinding, hingga Richard terlepas dari cengkeramannya. Dan urung terbunuh meski darah sudah mengalir dari leher pria tersebut.

"Sial!" Jack yang kesal dan merasa ketahuan, langsung berlari sekuat mungkin.

Dia berusaha menghindar dari kejaran Oscar yang kembali menembakkan peluru ke arah dirinya. Dengan langkah yang cukup cekatan pula, Jack menuju ke jendela untuk kembali ke mobil yang menunggunya di bawah.

Sayang di bawah sudah ada banyak mobil polisi juga yang bersiap menangkapnya.

Namun Jack yang tak punya pilihan lain, memilih tetap nekat terjun dan membuat Oscar sangat terkejut.

"Dia kabur lewat jendela! Petugas yang ada di bawah harus siaga!" teriak Oscar lewat alat komunikasinya sembari dia berlari turun dan meninggalkan Richard bersama Gilbert yang akan mengurus keadaannya sekarang.

Kondisi sangat kacau dan tak terkendali.

Jack yang masih bergelantungan di antara balkon dan jendela rumah Richard sekarang terus dihujani dengan tembakan dari arah bawah oleh para petugas polisi yang berjaga. Hingga dia pun cukup susah payah melindungi diri sendiri dan kabur dari sana. Hingga sebuah mobil sport dengan bagian atap yang terbuka mendadak masuk paksa ke area yang dipenuhi polisi tersebut untuk berhenti persis di bawah Jack berada saat ini.

Dimana hal itu membuat Jack akhirnya melepaskan cengkeraman tangannya dari pagar balkon. Dan membiarkan dirinya jatuh tepat di dalam mobil sport tersebut, yang membawa sang pembunuh untuk kabur dari sana melewati kepungan polisi.

"Kau datang tepat waktu, " ucap Jack memuji Gabriell.

"Ketua yang memintaku datang dan mengawasimu." Gabriell pun menggeber terus mobil sport yang kini membelah jalanan kota London.

Meski berhasil kabur dari rumah Richard dan mengelabuhi polisi. Gabriell justru menemukan fakta bahwa ada satu mobil lainnya yang mengejar mereka begitu sengit.

"Ada yang datang!" serunya, melirik dari spion tengah mobil.

"Jalan saja! Aku yang akan mengurusnya," balas Jack dan mengeluarkan pistol dengan peredam suara dari dalam jaketnya kini.

"Jangan!" Gabriell melarang Jack untuk menembak mobil polisi tersebut.

Jack menoleh dan menatap tajam ke arah Gabriell, seperti mencurigai pria itu dengan tingkahnya yang melindungi petugas polisi tersebut.

"Wajahmu tak boleh terlihat. Kau sudah bisa dikenali kalau kau mengeluarkan kepalamu dari dalam mobil ini!" tegas Gabriell kembali.

Hingga Jack pun mengikuti ucapan Gabriell yang dirasa masuk akal. Dan membiarkan pria itu terus menggeber mobil mereka dengan kecepatan sangat tinggi. Yang malah berakhir dengan terjebak di antara kemacetan parah yang terjadi di sekitaran Jembatan Sungai Thames, London.

Posisi mobil mereka yang hanya berjarak dua mobil saja dari pengejar, membuat Jack tak mau ambil resiko dengan bertahan lebih lama di dalam mobil dan menunggu kemacetannya terurai. Pria dengan topeng dan pakaian serba hitam itu langsung melepaskan sabuk pengaman di tubuhnya dan keluar dari mobil tanpa mengindahkan panggilan Gabriell.

Dia berlari melewati deretan mobil dan di tengah hujan serta kilat yang mendadak muncul. Untuk berlari dan menyembunyikan identitasnya.

Sampai kemudian ... dorr!

Satu tembakan peringatan kembali terdengar. Jack menoleh dan menemukan polisi yang sama, mengejarnya lagi dengan gigih sambil meneriakinya untuk berhenti.

"Berhenti, Jack! Kau tak bisa kabur lagi dari sini!" teriak polisi itu.

Namun Jack tak mau mendengar, dia terus berlari hingga menelusup ke area di bawah jembatan Sungai Thames yang ternyata masih bisa terkejar oleh polisi itu. Namun kali ini, polisi tersebut tak menembak ke udara dan memberi peringatan saja.

Dia malah menembak satu kaki Jack, hingga memaksa pria itu berhenti dari pelariannya akibat terjatuh dan berlutut di atas rerumputan yang berada di pinggiran Sungai Thames.

Dan sang polisi kini kembali menodongkan pistolnya, tepat di kepala Jack yang masih menutup rapat identitasnya.

"Berhenti melarikan diri seperti pengecut!" perintah Oscar—polisi itu.

"Bukan aku yang pengecut," jawab Jack.

Dia tak menghindar lagi. Kali ini dia malah berbalik badan dan berusaha berdiri meski kakinya jadi pincang. Hanya kedua tangan Jack sama sekali tak diangkat, layaknya penjahat pada umumnya.

"Aku bukan pengecut yang akan mengajak gerombolan tikus hanya untuk menangkap satu orang," ungkap Jack lagi.

Dan Oscar berdecak. Dia terkekeh dan terlihat lebih santai walau moncong pistol tetap diarahkan ke kepala Jack yang kini langsung bertatapan mata dengannya.

"Menyerah dan ikut denganku, Jack! Maka aku akan mengusahakan agar kau dapat hukuman yang lebih ringan." Oscar mencoba membujuk Jack.

"Jangan harap!" Jack tak hanya menanggapi perkataan Oscar saja, tapi dia mengeluarkan belati dari balik jaketnya dan langsung menerjang Oscar.

Sampai pria itu akhirnya berhasil menusuk perut Oscar yang kurang waspada, dan membuat pria itu tersungkur ke tanah dengan darah yang mengucur dari perut bagian kirinya.

Perlawanan Jack dan luka pada Oscar, serta hujan deras disertai petir yang turun di sana pun tak bisa menghentikan pertarungan di antara mereka berdua. Sebab Oscar yang refleks melepaskan pistol dari tangannya kini balik menerjang Jack dan berusaha melayangkan pukulan di wajah pria itu.

Tangkisan, tendangan dan pukulan terus dilepaskan oleh keduanya. Ada yang berhasil mengenai wajah, dada, atau bahkan perut masing-masing. Hingga keduanya terlihat babak belur akibat pertarungan tersebut.

Tapi semuanya tak sanggup menghentikan kegigihan keduanya. Yang meski sudah mengeluarkan banyak darah dari tubuh mereka masing-masing, dan bibir keduanya juga sudah robek hingga napas mereka tersengal kuat.

Ada jeda beberapa menit di antara mereka untuk mengambil napas. Oscar sendiri merasakan perutnya sudah mati rasa dan darah semakin banyak keluar, membuat pandangan matanya terasa kabur saat itu. Sementara Jack pun merasa hal serupa di bagian kakinya. Walau kondisinya tak lebih parah dari Oscar.

Dan dengan sisa tenaga yang ada, Jack yang mulai muak dengan pertarungan panjang ini, kembali berdiri dengan sedikit terhuyung dan berlari menerjang Oscar yang ada di pinggiran Sungai Thames.

"Mati kau ...!" teriak Jack yang mendorong Oscar sangat kuat agar jatuh ke Sungai Thames.

Dorr!

Bersamaan dengan itu, Oscar rupanya sudah berhasil mengambil pistolnya kembali dan menembak Jack di bagian dada kirinya. Membuat Jack terkejut dan merasa lemas. Sampai akhirnya, mereka berdua sama-sama terjun dan terjatuh ke Sungai Thames di antara hujan dan petir yang mengguyur kota London malam itu.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top