3. °Hari yang baru°
***
Sirenna berdiri didepan cermin, penampilannya rapi, rambut tergerai denga make up yang natural senada dengan warna kulit wajahnya. hari ini adalah hari yang di tunggu-tunggu, kemarin dia baru saja mendapat balasan email, dari kantor tempat dia melamar kerja, setidaknya meski bukan seorang sarjana, Sirenna lulusan SMK yang setara dengan tamanan para D3. Pembelajaran di sekolahnya lumayan tinggi, sudah mempelajari website, PHP, Mysql, java , dan basis data lainnya, termasuk tentang word, tentang scrip html dan lain-lain, setidaknya itu bisa sedikit menjadi bekal bagi Sirenna di dunia bisnis, pernah dulu waktu masa prakerin di dunia industri dia berhasil merakit sebuah hanphone dan beberapa laptop, padahal jurusan yang dia kuasai adalah rekayasa perangkat lunak (RPL), tapi dia juga mampu ikut bergabung bersama anak-anak TKJ-Axio.
Sirenna tahu, dengan sedikit kemampuan yang diapunya, dua mampu bekerja di kanto-kantor besar, cewek itu juga mahir dalam menggunakan Blender, salah satu aplikasi yang bisa mendesain sebuah bangunan balok, seperti; rumah, apartement, atau gambar karakter yang bergerak disebut robot, hasil jerih payahnya untuk menguasai semuanya, kini bisa dia nikmati. Jika dia di minta untuk mendesain sebuah apartemen ataupun rumah, dia akan sangat bersedia denga senang hati.
"Rena.." Vita memasuki kamar Sirenna, perampuan memandang Sirenna dengan sorotan mata tak senang, ada rasa bersalah dalam dirinya yang kian terus menggerogoti hati, membuat dia larut dalam rasa bersalah yang kian membuncah.
Vita duduk di pinggiran ranjang Sirenna, perempuann itu menjatuhkan pandangan ke dasar lantai, menundukan kepalanya yang sudah tak tegap.
"Maafin ,Ibu. Harusnya, kamu sekarang ini bisa kuliah, bukan malah bekerja dan menganggung ekonomi keluarga."
"Ibu, ibu ngomong apa sih? Aku itu nggak masalah, Bu. Kuliah ataupun nggak, aku seneng kok bisa kerja bantu ibu." Sirenna memegang kedua bahu Vita dengan lembut, dia menjongkok menggenggam kedua tangan Vita yang sedikit mesikakan bekas kuka tusukan, cewek itu menyentuh dengan pelang telapak tangan, Vita.
"Selama ini, ibu udah berusaha buat membiayai aku. Ibu kerja banting tulang buat sekolahin aku, memenuhi kebutuhan aku denga tangan ibu sendiri, membuat aku sama kayak mereka, tanpa kurang apapun, sekarang apa yang ibu fikirin?"
Sirenna menatap nanar wajah Vita yang di tetesi air mata pilu, membuat Sirenna merasa nyeri yang teramat, baginya setiap tetesan air mata yang di tumpahkan Vita, adalah penderitaan terberat dalam hidupnya.
"Ibu, nggak usah merasa bersalah. Harusnya ibu seneng, sekarang aku bisa dapat kerjaan bu. dan itu artinya, giliran aku yang harus bahagiaiin ibu. Inget, kita udah lama hidup tanpa ayah, dan saat ayah memilih pilihannya, di saat itu juga ibu udah tunjukin, kalau ibu udah jadi wanita paling hebat yang pernah aku kenal." Suara Sirenna mulai berat, dia terasa tercekat menyebut posisi lelaki itu.
Vita belum mampu bersuara, tapi Sirenna bisa melihat, air mata Vita semakin deras keluar, seolah berlomba-lomba menyeruak membasai pipi yang kering.
"Aku butuh semangat dari ibu, jadi ibu nggak harus nangis kaya gini, air mata ibu, bikin aku itu lemah."
Vita mengerti, di haphsnya ahr mata itu denga gerakan cepat, memaksa otot-otot pipinya untuk bekerja, Vita tersenyum sarkartis, membalas genggaman tanga Sirenna yang lebih dulu menggenggamnya.
"Maafin, Ibu. Kamu tau? Kunci kesuksesan itu adalah sebuah kejujuran, dan ibu harap, dimanapun kamu bekerja, kamu harus jujur." Vita mengelus pipi Sirenna, sayang. Dia tahu, Sirenna saat ini butuh penguatan, dan dia akan memberikannya dengan lebih untuk Sirenna.
"Iya, bu. Aku tau..." Sirenna memekuk pinggang Vita erat, menenggelamkan wajahnya di perut Vita, tempat yang selalu membuat dia nyaman.
***
"Dasar! Benar-benar perempuan sinting!" cowok itu terus mengumpat, sumpah serapah tercelus ratusan kali dari bibirnya, hari ini benar-benar hari tersial baginya, sudah jatuh gara-gara kelakuan OB yang tidak bertanggung jawab, harus bertemu dengan perempuan aneh dengan gaya selangit, sombong tingkat akut.
"gara-gara dia, laptop gua gak bisa nyala, padahal semua persentasi meeting ada disini, mana gua gak punya, copyannya! Gua bilang apa sama papah nanti, bisa-bisa jabatan gua benar-benar dibikin turun" pria itu menjenggut rambutnya frustasi, sebelumnya ia belum pernah melihat perempuan itu, bahkan kemarin belum ada cewek itu, sampai akhirnya dia mengerti, ini semua terjadi karena papah nya sendiri.
"Pasti cewek sinting itu karyawan baru, dan pasti papah yang sembarangan pilih orang buat kerja disini, ini nggak bisa dibiarin, dia harus gua pecat!" Pria itu mengangguk mantap, sangat yakin dengan keputusannya, sorotan matanya tajam, berkilat-kilat dan tidak main-main, dia paling tidak suka dengan orang yang ceroboh, apalagi tidak tau malu dan tidak punya otak untuk meminta maaf.
"Elvan, kamu kenapa masih disini?! 30 menit lagi kita itu meeting! Papah nggak mau tau, kamu harus pimpin meeting itu" lugas Tio, dia berjalan mendekati Elvan yang mulai kalang kabut, mata Tio menatap Elvan dengan tatapan mengintimidasi.
"Kamu kenapa?" tanya om Tio yang mulai bersungut-sungut, "Papah jangan salahin, aku. Laptop ini nggak bisa nyala. Dan ini semua gara-gara cewek sinting itu"
Kening itu berkerut, tidak paham dengan ucapan yang tercetus dari mulut Elvan, anak itu tidak bisa main-main, jika meeting ini gagal mereka akan mehilangan ratusan juta, bahkan puluhan miliar, para client yang ingin bekerja sama pasti akan mengundurkan diri, men-cap perusahaan mereka sebagai perusahaan yang tak disiplin bahkan kinerja yang mereka sama sekali tidak baik.
"Apa maksud kamu?!"
"Tadi, aku ketemu sama karyawan baru, perempuan. Dan dia yang udah bikin laptop ini jatoh dan akhirnya nggak bisa nyala"
Tio menggeleng pelan, menatap bengis pada Elvan yang mengarang cerita, menurutnya ini salah Elvan, dan tidak seharusnya anak laki-laki itu memancing emosinya di situasi genting seperti ini.
"Maaf pak, permisi" perempuan berbaju bluss putih dan rok hitam pendek itu berdiri di lawang pintu, di sampingnya berdiri perempuan yang tidak asing di mata Elvan, aaahhh.... Dia, cewek sinting yang sudah menimbulkan ke kacauan ini.
"Ya, ada apa, Ros" Tio memandang Rossa sejenak, mengenyampingkan amarah yang menggelegar di hatinya.
"Ini pak, Nona Sirenna. Yang akan menggantikan Nona Salmi sebagai sekretasis bapak Elvan"
Elvan membelalak, perempuan itu yang akan menjadi sekretarisnya? Satu ruangan bersama perempuan itu? Ia tidak bisa lagi mendefenisikan bagaimana hari-harinya jika harus nergabung dengan perempuan ceroboh itu.
"Pah? Nggak salah? Dia yang udah bikin laptop aku rusak. Jadi papah harus pecat dia!" ucap Elvan cepat, membuat kedua mata Sirenna mmbelalak kaget, 'ya ampunn, ternyata dia anak bos..' Sirenna memicing masam, takut-takut dia dipecat.
"Mmmm saya akan bertanggung jawab" ucap Sirenna lugas, lantas dia berjalan mendekati Elvan, mengambil laptop yang ada di meja Elvan. "Saya janji, bakal bikin benda ini menyala lagi."
"Nggak usah main-main!"
"Saya serius, saya cuman butuh beberapa obeng, bapak punya?"
Tanpa banyak protes, Elvan lantas mengambil obeng yag ada di dalam laci meja, memberikan benda itu kepada Sirenna, "yakin bisa? Yang ada makin hancur." Sirenna hanya diam, membiarkan pria itu terus memprotes, sementara Tio yang tau kemampuan Sirenna memilih diam, menikmati pemandangan di hadapannya, saat gadis itu dengan lugas membongkar alat elektronik itu. Sirenna tersenyum, ternyata permasalahannya terdapat pada kabel LCD yang lepas, pantas, laptop itu tidak bisa menyala.
Dengan gerakan cepat. kini, lapuop itu sudah kembali menyala, Tio berdevak kagum, gadis itu menyelamaykan perusahannya, dia pantas bergabung di perusahaan ini.
"Nih, nyala kan?"
"Oh.. Oke." jawab Elvan singkat, lantas dia mengambil laptop yang sudah bisa menyala, meninggalkan ruangan itu, waktunya tidak banyak, dia harus segera meeting.
"Hah?" Sirenna bernafas lewat mulyt, lelaki itu sama sekali tidak bisa berterima kasih, tidak adakah kalimat yang lebih tolol dari pada itu? Dasar sombong!
Hati Sirenna berkoar-koar, kalau bukan boss nya, pasti Sirenna sudah membungkuskan air comberan lalu di tumpahkan di baju laki-laki itu.
"Oke, Sirenna. Kamu kenapa masih disini? Temanin Elvan," Ucap Om Tio, Sirenna mengangguk mantap, dilangkahkan kakinya meninggalkan ruangan itu, ini adalah hari yang naru, dia harus pandai berbisnis. Melupakan masa lalu yang mencuak, berjalan kedepan, menikmati proses hidup yang akan dia lalui, Sirenna siap. Apapun yang akan terjadi kedepannya, dia akan menjadi perempuan yang lebih kuat, melukapan kalau dia pernah menjadi wanita lemah.
****
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top