2. °Terluka°


Daniel gusar duduk ditempatnya, telinganya begitu panas mendengarkan cerita gadis disampingnya, setiap utaian kata yang yang tercetus dari bibir Sirenna, kian menohok dadanya, terperosok pada kenyataan yang tak sejalan, merasa menjadi orang paling kejam yang menghancurkan mimpi orang yang di cintai. Tapi, dia tidak bisa berbuat apa-apa, dia benar-benar terlalu pengecut.

Disampingnya Sirenna mengukir senyum, gadis itu menikmati kebersamaan mereka, percakapan kecil terus terutai dari bibir tipisnya, membuat Daniel melemah, tidak sanggup mengatakan hal yang akan segera merombakkan mimpi Sirenna.

Semua mimpi yang akan ia rubuhnya denga  waktu sekejab, Daniel layu, dia menangis didalam hati, perempuan ini terlalu istimewa, dia tidak layak untuk disakiti. Lelaki itu menghirup udara sebayaknya, mencoba untuk tenang, tapi, dia tetap tidak bisa. Lidahnya kelu untuk sekedar mengucap maaf.

"Ren, menurut kamu, arti sebuah perpisahan itu apa?"

"Perpisahan?"

Daniel mengangguk pelan, otaknya terus bekerja, tidak bisa membayangkan bagaimana terlukanya Sirenna setelah ini, semua keputusan dan hatinya sangat kontradiktif.
Berada pada pilihan yang sangat memberatkan, melepas orang terkasih, atau membangkang seorang wanita yang sudah  berjasa dalam hidupnya, ini tidak hanya melukai hati Sirenna, tapi juga hatinya, harus rela melepas kebahagiaannya demi rasa patuh pada ibunya.

"Perpisahan menurut aku adalah sesuatu yang tidak pernah kita inginkan, tapi dibakik itu aku sadar, perpisahan itu terjadi karena tidak adanya kemampuan untuk mempersatukan, kita harus bisa, mempersiapkan diri, kapanpun dan dimanapun saat kita melalui kata 'perpisahan' , karena dengan kata perpisahan itu kita harus berani melepaskan, dengan ke iklasan, kita bisa melepaskan. Aku sadar, kenapa ayah dan ibu aku berpisah, karena tuhan tau, dia tidak ingin ibu aku terluka, yaa meski dengan aku iklas itu bukan berarti bisa mengubah dan menghilangkan dosa ayah aku"

Daniel menggulum senyum, wajah kegelihasan mulai terpahat jelas diwajahnya, kerutan garis itu mulai terbentang dikening lapang Daniel. Cowok itu tidak tahu, apakah nanti Sirenna akan menanggap dengan sama, atau justru dia bersadiwara? Menutupi luka yang akan segera cowok itu tambahkan? Daniel, tau ini salah suatu kesalahan gigantis, tapi dia tidak punya pilihan.

"Ren, kalau seandainya aku melakukan kesalahan, apa kamu mau memaafkan aku?"

Suara Daniel terdengar lamban, berat dan sesak. Dada cowok itu seperti terjepit di antara bebatuan, sangat sulit untuk menghirip oksogen.

Kedua alis Sirenna menyatu, keningnya ikut berkerut. Melihat perbedaan sikap Daniel.

"Kesalahan apa? Kamu kan orang yang selalu selalu bikin aku bahagia, jadi, kamu gak pernah ngelakuin mesalahan apapun"

"Kamu salah, Ren. Kebahagiaa  itu tidak ditentukan oleh orang lain, tapi kebahagiaan itu ada di tangan kita sendiri, kita yang mengatur kebahagiaan itu, bukan orang lain."

"Ma--masud, kamu?"

"Maku minta maaf", cowok itu mencoba mengatur nafasnya. " aku gak bisa buat lanjutin hubungan kita lagi" ucal Daniel pada akhirnya. Sirenna tercenung, sekujur tubuhnya bergetar, kalimat itu bagailan sengatan listrik yang mematikan tubuhnya, Sirenna menggeleng, tidak percaya.

"Aku tau aku salah"

Mata Sirenna memanas, ada yang mengukung dalam hatinya, semua terasa sangat sesak, membuat Sirenna tak mampu untuk bernafas normal.
Detik selanjutnya, Sirenna tersenyum sumir, memaksa otat pipinya tertarik melengkung.

"Kenapa?"

"Sampai saat ini, mamah aku gak bisa merestui kita. Jadi percuma kita melanjulan hubungan kita"

Cowok itu berdiri, beranjak dari tempatnya, kedua tangan lelaki itu tersimpan didalam saku celananya.

"Nggak pa-pa, Deniel. Kalau itu emang keputusan kamu. Kamu boleh pergi"

Daniel melangkahkan kakinya lebar-lebar, dia sudah tidak sanggup berada di tempat ini, bukan karena dia tidak menghargai Sirenma lagi, melainkan sudan tidak sanggup menambah luka Sirenna jika dia harus berbalik.

Daniel tidak menyangka, Sirenna menerima begitu saja keputusan sepihak darinya. Daniel bahkan tak melihat mimik kemarahan yang dipancarkan Sirenna tadi.

Ditempat yang sama, Sirenna menangis. Hatinya begitu terluka, asa ingin memiliki cinta seperti di negri dongeng telah berubah, berubah menjadi dongeng yang begitu menyeramkam, dongeng yang telah dihancurkan oleh sang pangeran.

"Nggak pa-pa, Daniel. Kamu bener, cinta kita emang nggak seharusnya dimulai, sejak awal kita udah sama-sama salah."

Suara Sirenna terdengar lirih, dia ingin marah, ingin berteriak sekencangnya, namun dia tidak mampu, dia terlalu lemah.

***

Sirenna memasuki kamar bernuansa putih, di atas meja tersimpan fotonya bersama Daniel, keduanya tersenyum ramah, sangat persis.

Sekarang Sirenna tahu, cowok itu bukan miliknya lagi, lelaki itu telah meruba status ya menjadi  seorang mantan. Serenna duduk di tepi ranjang, sesuatu terlintas dibenaknya. Dia mengambil Ponselnya, men-slide layar kaca itu, memencet kontak pesan, disana masih tersisa beberapa pesan mesra beberapa hari belakang, ketikan sayang yang kini Sirenna rinduka , captions 😘 yang juga Sirenna rindukan.

Kini gadis itu hanya mampu, menikmati membaca pesan singkat bak membaca kata cinta dari sang penulis cinta.

'Kamu, jelek. Awas besok aku cubit pipi kamu'

'Apa sih sayang, jangan ngambek kaya gitu. Nanti idungnya ilang'

'Iya.. Nanti kalau menikah, kita kalahin gen halilintar, kita bikin 15 anak'

'Biarin. Kita bikin rumah istanya, 15 lantai. Kaya apartement. Setiap anak kebagia  1 lantai'

Sekiranya itulah  beberap pesan singkat yang masih tersimpan di ponselnya.
Keinginan Daniel yang begitu lucu, keinginan memeliki rumah mewah berlantaikan 15, Sirenna tidak bisa membayangkan semegah apa rumah itu jika di dirikan.

Sita masuk ke dalam kamar Sirenna. Dia melihat Sirenna yang menggelugut di atas tanjang, Site bersikerut kening, tidak biasanya Sirenna seperti ini.

"Rena, kamu kenapa?"

"Ibu..., aku nggak pa-pa ibu"

"Terus kenapa kamu nangis?"

"Karena aku seorang perempuan, ibu"

Sita diam, dia mulai mengerti, membiarkan Sirenna untuk larut dalam tangisnya sampai akhirnya, gadis itu mau bercerita.

***

"Mah, semua perpintaan mamah udah aku penuhin. Mamah udah bikin aku jadi orang paling jahat"

Vania berdecak, dia menggeleng remeh, menganggap Daniel terlalu berlebihan. Semua yang ia lakukan itu adalah hal yang paling benar.

"Kamu nggak usah lembek, Daniel. Kaya gitu aja kamu abil hati. Gak usah lah kamu pikirin wanita itu, dia kan bukan siapa-siapa kamu lagi"

Rahang Daniel mengeras, tanggannya terkepal, memperjelas buku-buku ditangannya.

"Tapi, aku cinta sama Sirenna, Mah. Aku tadi liat, gimana ekspresi dia, gimana dia sedihnya, mah. Aku udah sakitin dia"

"Halah, itu kamu aja yang terlau lemah. Bisa aja kan dia itu sok keliatan lemah, biar kamu kasian, sama dia"

"Cukup mah, berhenti mamah jelekin Sirenna, aku udah cukup  buat nurutin semua permintaan mamah"

Daniel melocos pergi begitu saja, engan berdebat dengan Vania yang selalu mema dang buruk sirenna. Daniel mengabaikan teriakan Vania, memintanya untuk balik, melanjutkan perdebatan yang tak akan kunjung habisnya.

Vania murka, dia harus segera mengambil keputusan, menjodohkan Daniel adalah jalan satu-satunya, agar anak itu bisa melupakan kelasihnya.

"Pokoknya mamah gak mau tau, besok kau harus ikut mamah. Kamu harus mamah jodohin!"

Didalam kamar, Daniel menjenggut rambutnya kuat, dia frustasi. Dia sudah terlalu terluka, melepas kan Sirenna secara suka rela, mengikuti permintaan mamah nya, dan sekarang harus menerima perjodohan denga  wanita yang tidam dia cinta, wanita yang tidak dia kenal.

Masih terniang di benak Daniel, pelukan Sirenna  beberapa hati belakangan, senyumnya yang begitu hangat. Dulu, dia selalu mengabaiman Sirenna, sampai ahkirnya gadis itu mampu membuat Daniel tertatik dan jatuh cinta, tapi sekarang dia telah kehilangan.

"Aku kangen, kamu Ren. Aku gak bisa, tapi aku juga gak mungkin kembali gitu aja. Maafin aku"

Isakan kecil kembali terdengar di bibi Daniel, rasanya dia ingin pergi dari dunia ini, dia tidak pantas mendapat maaf begitu saja dari Sirenna, semuanya terbilang begitu mudah. Dia harus di hukum, tidak seharusnya dia begini.

"Kasih aku petunjuk tuhan. Apa yang harus aku lakuin"

Daniel memicingkan matanya rapa-tapat. Benaknya yang diminta untuk melupalan justru malah kontra, otaknya semakin mengingat Sirenna, Dia benar-benar kalang kabut. Keegoisan mamanya harus membuat dia rela menanggung nestapa.

***

Cinta pernah datang mengendap-endap dalam kehidupanku. Lalu, pada detak-detak yang tak aku ketahui sebelumnya, cinta menyergapku dengan sepasang sayapnya yang lembut bagai serpihan awan putih di langit biru. Awalnya aku mengelak, bahwa cinta itu bukan begini. Tapi, semakin aku mengelak, cinta terasa kian erat mendekapku. Melumpuhkanku. Membunkamku dan, menyihirku.

Cinta tak akan pernah mengumumkan kedatangannya. Cinta datang begitu saja menyusup, mengelus-elus sesuatu yang lembut di liang hati, menyebar sampai akhirnya membaur bersama hati, dalam bilangan waktu yang tak terkatakan. Cinta itu masih disini, di hati, sampai nanti dan untuk selama lamanya.

Pada seorang pria yang telah membawaku menapaki cinta, mengenal dunianya yang lenuh cinta,
Tanpa aku sadar, aku terlalu larut dalam buaian mimpi indah, melupakan asa jika aku bisa terluka.
Melupakan nestapa yang mungkin saja mematikanku, sampai akhirnya itu terjadi, aku hatus bisa keluar dari dunia ini, pria itu sama saja seperhi ayahku, meninggalkanku dengan alasan yang begitu terdengar lucu, aku sendiri disini, menanggung nestapa yang begitu pahit untuk ku telan, bahakan tenggorokanku sendiri serasa ingin pecah untuk menelannya, disini, aku memulai kehidupan baru, melupakan kisah cinta yang pernah aku miliki, walau terluka sendiri, aku yakin, suatu hari nanti akan ada kalanya bahagia yang abadi untukku, meski aku sadar, tak selamanya abadi bisa kita miliki, yang jelas disini aku akan berdiri, untuk melangkah tanpa menoleh kebelakang, melihat sesuatu yang bisa menjatuhkanku.
Sekarang. Aku, akan mencari kebahagiaanku.

***
Bersambung.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top