Truly Lies
[Silakan langsung mampir ke Karyakarsa kataromchick untuk membaca lengkapnya, ya. Cerita ini udah tamat dan berjumlah 5 chapter dengan total 51 halaman. Pakai kode voucher yang tersisa untuk dapet potongan harga 🥰]
Sukma yakin bahwa dia sudah dipermainkan dalam sebuah hubungan. Hubungan yang dirinya sendiri yang memulainya dengan begitu gegabah. Sikap gegabah yang hanya didasari insting untuk bertahan hidup.
Dia sudah tahu setiap risiko yang akan dihadapinya. Namun, tidak ada risiko yang tidak bisa menyakitinya. Sukma merasakan luka. Luka yang dibuatnya sendiri dengan bodohnya.
"Kamu ketemu dengan mantan istri kamu lagi, Mas?"
Pertanyaan Sukma tidak dijawab oleh pria itu. Seperti biasa, Sukma akan diperlakukan tidak ada jika membahas mengenai mantan istri suaminya itu. Mungkin memang suaminya itu tidak ingin membahas mengenai masa lalunya dengan Sukma. Mungkin niatannya adalah supaya Sukma tidak merasakan sakit hati. Namun, setiap kali pria itu menghindari pertanyaan mengenai mantan istrinya itu, Sukma merasa lebih sakit hati.
Adjie mengambil air dingin di dalam lemari pendingin. Pria itu meneguknya langsung dari botol, tanpa peduli bahwa Sukma paling tidak suka dengan hal seperti itu. Sukma tidak suka jika ada orang minum di botol tanpa memindahkannya lebih dulu ke dalam gelas. Namun, untuk kasus kali ini, Sukma tahu bahwa suaminya sengaja melakukan hal yang tidak Sukma suka karena ingin mengalihkan pertanyaan perempuan itu.
"Mas, kalo memang kamu ketemu dengan mantan istri kamu karena ada anak diantara kalian. Kenapa kamu nggak bawa Niken di pertemuan kalian itu? Kamu tahu Niken demam seharian ini? Apa mantan istri kamu itu tahu bahwa anaknya aku urus dengan baik?"
"Apa kamu membahasnya karena kamu ingin dilihat sebagai ibu tiri yang baik?"
Sukma tertegun dengan balasan Adjie.
"Ingin dilihat ibu tiri yang baik? Aku nggak sedang membahas hal seperti itu. Aku ingin tahu untuk apa kamu ketemu dengan mantan istri kamu tanpa Niken? Kalo dia khawatir Niken nggak aku urus dengan baik, harusnya kamu membawa serta Niken. Supaya mantan istri kamu bisa melihat sendiri dengan matanya bahwa aku nggak melakukan hal keji ke Niken—"
"Nggak ada hal seperti yang kamu tuduhkan itu. Ranita nggak memikirkan hal itu. Dia nggak mencurigai kamu menjadi ibu tiri yang jahat. Otak kamu aja yang terlalu berpikiran buruk mengenai Ranita."
"Kalo bukan semua itu yang terjadi. Untuk apa kalian ketemu di belakang? Kamu bahkan nggak peduli dengan kondisi Niken yang sedang demam. Aku hubungi kamu untuk membawa Niken ke klinik sama-sama, tapi kamu nggak kunjung angkat panggilan itu!"
Adjie mengikis jarak mereka berdua, pria itu memeluk Sukma, memberikan ketenangan. Namun, Sukma sama sekali tidak merasakan ketenangan. Yang ada justru pikirannya semakin kemana-mana. Sebab aroma tubuh suaminya dipenuhi dengan parfum wanita lain. Wanita yang Sukma yakini adalah mantan istri dari suaminya itu.
"Sukma, berhenti untuk berpikiran macam-macam. Nggak ada yang perlu kamu cemaskan antara aku dan Ranita. Dia hanya membutuhkan seseorang untuk mengukuhkan keputusan yang akan diambilnya."
Sukma yang mual menghirup aroma pakaian suaminya dengan cepat menjauhkan diri. Ditatapnya sang suami dan bertanya, "Keputusan apa yang membutuhkan pendapat kamu, Mas? Kamu bukan suaminya."
"Iya, aku memang bukan suaminya lagi. Tapi aku ini ayah dari anak Ranita. Niken adalah putri kamu. Yang ditanyakan oleh Ranita adalah bagaimana pendapatku mengenai kekasihnya yang sekarang ini. Dia bilang bahwa kekasihnya sudah berniat untuk menikahinya."
"Itu bagus. Apa yang membuatnya ragu sampai harus menanyakannya ke kamu?"
Adjie tampak menghela napasnya dengan berat.
"Ranita ingin aku memberi pendapat, bagaimana tanggapan Niken kalau dia menerima lamaran kekasihnya itu."
Sukma ketar ketir dengan apa yang akan dirinya tanyakan dan jawaban apa yang akan dirinya dengar dari sang suami.
"Lalu, apa yang kamu katakan sebagai pendapat?"
Kejujuran adalah yang Sukma inginkan. Namun, jika kejujuran hanya membuatnya sakit hati berulang kali ... apa dia masih mau mendengarnya?
"Mas??" tuntut Sukma.
"Sejak awal aku melihatnya dengan kekasihnya itu, aku tahu nggak ada niatan pria itu untuk dekat dengan Niken. Aku nggak bisa membiarkan anakku mendapatkan ayah tiri yang nggak bisa tulus menerima dan menyayanginya."
Sukma menghela napasnya begitu berat kali ini. Dia tidak mengerti kenapa suaminya masih saja ikut campur dalam setiap keputusan yang mantan istrinya ingin lakukan. Dan juga, kenapa mantan istrinya itu terus melibatkan Adjie dalam hidupnya? Apa Ranita ingin menunjukkan pada Sukma bahwa kendali Adjie masih pada wanita yang melahirkan Niken itu?
"Kalo pun ayah tiri Niken nggak baik, apa dengan adanya aku sebagai ibu tiri dan kamu ayah kandungnya nggak cukup? Aku menyayanginya, begitu juga kamu. Niken bahkan nggak pernah menanyakan mamanya. Yang Niken cari adalah aku, Mas. Kenapa kamu memperumit semuanya?"
"Sukma, orangtua tiri dan orangtua kandung berbeda. Niken mungkin nggak pernah lagi menanyakan mamanya, tapi Niken tetap butuh ibu kandungnya."
Itu adalah kalimat yang teramat menyakitkan bagi Sukma. Seolah mengatakan bahwa Sukma selamanya hanya akan menjadi orang luar bagi anak Adjie.
Sukma yang sudah tidak ingin digempur dengan segala rasa sakit hati memilih untuk mundur dan meninggalkan Adjie yang berusaha memanggilnya, tapi tidak berusaha mengikutinya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top