44 | QUITE INTENSE

Konten Dewasa? Udah diaktifin.

Peringatan di deskripsi kalau cerita ini mengandung bahasa dan adegan serba dewasa? Udah dikasih tau juga.

Jadi, adek-adek readersku tersayang... bagi yang usianya di bawah 19 tahun, tolong kebijaksanaannya dalam membaca, ya.

Sekiranya nggak nyaman, jangan diterusin. Cari bacaan sesuai umur kalian :)

Dan buat para readersku yang udah memenuhi kualifikasi sebagai orang dewasa secara mental, jiwa, dan raga. Silahkan menikmati.

Yang jomblo, nggak usah ngenes.

Yang punya pacar, jangan dilampiasin ke pacar. Inget dosa, woi!

Bagi yang punya suami, oke... umm... kalo baper masih aman, lah.

Jangan lupa bacanya sambil mojok.

***

"Sejak kapan lo suka gue?" Tanya Mia agak tak sabar.

Miko membawanya ke pelataran parkir. Tak banyak orang di sini. Obrolan mereka tak akan dipedulikan oleh siapa-siapa.

"Lumayan lama." Miko memandang sekeliling sambil memasukkan kedua tangan ke saku belakang celana.

"Lo nggak pernah keliatan suka sama gue." Mia mengernyit heran.

"Emang nggak pernah ditunjukkin."

Sekarang Mia menggaruk leher. "Gue udah nikah, Mik." Ujarnya sebelum menunjukkan cincin kawin yang melingkar di jarinya.

Meskipun Miko sudah mengantisipasi kabar ini, ia tetap merasa kecewa. Hatinya terasa lebih sakit daripada yang diantisipasinya. "Kapan?"

"Tadi siang."

"Sama om bule itu?"

Mia mengangguk. "Lo nggak ada kesempatan." Ujarnya to-the-fact.

"Iya tau. Dari sebelum kamu nikah memang udah nggak ada kesempatan."

"Kok nggak pernah bilang?"

"Kamu punya pacar terus. Sekalinya jomblo, pulang-pulang malah dijodohin. Waktuku nggak pernah tepat." Akhirnya Miko berhasil memandang Mia. "Nggak usah terlalu dipikirin!" Lanjutnya ketika mendapati ekspresi Mia sekarang serius.

"Gimana nggak mikir, nyet? Gue nggak mau kehilangan lo. Maksudnya, kita tuh udah berteman dari kecil terus tiba-tiba begini. Gue khawatir lo nggak enak hati sama gue, ato kebalikannya."

Miko mengangguk singkat, "Masuk akal. Tapi aku nggak begitu. Ngakuin perasaan kayak tadi itu sebenarnya keputusan paling spontan yang pernah aku lakukan. Sekaligus jadi garis start buat mulai move on."

Mia memandangi Miko, memperhatikan setiap gurat ekspresi kecewa di wajahnya. "Sori ya, Mik." Ia merasa sedih. Padahal bukan dia yang habis ditolak.

Miko tersenyum, "Aku yang harusnya minta maaf. Habis ini kamu pasti ribut sama dia."

Sebuah lengan besar tahu-tahu sudah mengelilingi bahu Mia. Ia tak perlu menoleh untuk tahu siapa pemilik lengan itu.

"Belum selesai?" Tanya Aiden datar.

"Sudah." Miko menegakkan tubuh lalu menepuk lengan Mia pelan sebelum kembali ke dalam kafe. "Yang langgeng. Aku masuk dulu." Baru berjalan beberapa langkah, ia menoleh lagi. "Hari ini nggak usah bayar!" Serunya.

Aiden memandang Mia yang kini sedang memperlihatkan ekspresi kosong. "Jangan panggil saya om lagi. Nggak akan ada yang anggap saya suami kamu kalo terus-terusan dipanggil begitu." Aiden berjalan lebih dulu ke mobil.

Mia memandangi kafe milik Miko agak lama sebelum akhirnya berjalan mengikuti Aiden. Sekarang kepalanya agak bingung, dan perasaannya tak nyaman.

***

Sejak mereka pergi dari kafe Miko, menghadiri acara syukuran, sampai kembali lagi ke hotel, Aiden tak mengajaknya bicara. Mia juga tak berniat membuka pembicaraan lebih dulu. Tubuh dan pikirannya agak lelah. Kalau bisa, malam ini juga ia ingin kembali ke Surabaya lalu tidur di rumahnya sendiri. Kemudian ia ingat kalau sekarang dia bukan gadis single lagi. Dia punya suami.

Sayang, suaminya lagi ngambek.

Mia menghabiskan waktu sangat lama di kamar mandi. Kebanyakan waktunya digunakan untuk memikirkan panggilan apa yang cocok untuk Aiden. Cowok itu sudah tidak mau dipanggil dengan sebutan 'om' lagi. Padahal Mia sudah terlanjur nyaman dengan sebutan itu.

Pintu kamar mandi diketuk dari luar.

"Amelia? You okay?"

Mia buru-buru menjawab, "Iya. Lagi ngeringin rambut." Padahal sejak tadi dia hanya melamun sambil duduk-duduk di atas toilet. Begitu memastikan Mia baik-baik saja, bayangan Aiden menghilang dari depan pintu kamar mandi.

Cewek itu bangkit agar bisa mematut diri di depan cermin. Ia ragu dengan penampilan ini. Di depan cermin itu, Mia mengenakan lingerie sutra hitam yang dibawakan oleh Rara. Ia tidak merasa seksi atau cantik malam ini. Hatinya terlalu galau untuk dapat memuji diri sendiri.

Panggil Mia penipu karena telah berbohong tentang haidnya.

Dia memang masih haid dua hari yang lalu. Namun sekarang sudah tidak lagi. Ia berbohong pada Rara dan Aiden karena merasa panik sendiri. Bagaimanapun, ini adalah pernikahan yang tiba-tiba. Mia tak menyiapkan apa-apa, termasuk mengantisipasi malam pertama dengan suaminya.

Lingerie sutra yang diberikan oleh Rara ini berbahan amat pendek. Belahan dadanya rendah sampai perut. Untung payudara Mia tidak kecil-kecil amat. Lekukannya masih bisa membuat Aiden panas dingin. Ia tak merasa perlu untuk mengenakan bra. Tak ada alasan khusus selain karena praktis saja.

Bagian bawah gaun tidur ini dihiasi banyak renda. Jujur saja, Mia merasa agak geli dengan bahannya. Sekarang ia bisa membuktikan kata-kata Ullie kemarin kalau mengenakan lingerie tidak senyaman kelihatannya.

Rambut Mia diikat ke atas dengan gaya asal-asalan, ia sengaja menyisakan beberapa helai rambut agar dapat kesan berantakan yang seksi. Wajahnya bersih dari polesan make up. Aiden sering bilang kalau ia suka wajah natural Mia. Mari kita berikan saja malam ini.

Parfum beraroma lembut sudah ia semprotkan sedikit ke titik-titik nadi di tubuhnya agar tidak terlalu kentara kalau Mia bekerja amat keras untuk tampil sempurna. Setidaknya demi Aiden.

Jantung Mia sudah hampir melompat keluar. Ia gugup sekali.

Setelah memantapkan hati dan niat, akhirnya ia keluar dari kamar mandi.

Aiden masih menekuri laptop di pangkuan saat Mia berdiri canggung di ujung tempat tidur. Cowok itu tidak mengangkat kepala. Ia sibuk dengan pekerjaannya.

Bagaimana sekarang?

Apakah Aiden masih bad mood gara-gara pengakuan Miko tadi sore?

Apa Mia harus membanting laptopnya agar mendapat perhatian suami sendiri?

Terlalu ekstrim rasanya. Jadi Mia hanya berdeham pelan.

Aiden langsung mendongak. Mulutnya sedikit membuka begitu melihat penampilan Mia. Cowok itu melepaskan kacamata yang dikenakannya lalu lanjut memandangi Mia dengan kedua mata membulat. Kalau Mia tidak salah lihat, tatapan Aiden lebih mirip tatapan lapar.

Apa ini berhasil?

"Are you going to sleep like that (Kamu mau tidur pakai baju begitu)?" Suara Aiden rendah dan serak.

Mia mengangguk.

"Why (Kenapa)?" Tanya Aiden lagi.

"Karena... AC-nya kurang dingin?" Mia terdengar ragu.

"Kamu tau efeknya ke saya, kan?"

Mia mengedikkan sebelah bahu, tak berani memandang Aiden.

"Kamu sengaja?"

Mia menggigit bagian dalam pipinya, "Mungkin."

"Kamu bohong tentang period?"

Cewek itu masih berdiri canggung seraya menelan ludah. "Sorry." Bisiknya. Sekarang telinganya hanya mampu mendengar suara degup jantungnya sendiri. Detaknya sudah gila sekali.

Tanpa mengalihkan pandangan dari Mia, Aiden menutup laptop lalu meletakkannya di atas nakas. Begitupun dengan kacamata dan hpnya. Ia turun dari ranjang untuk menghampiri Mia. Napas Mia tercekat seiring dengan langkah suaminya yang makin mendekat. Satu tangan Aiden terulur untuk meraih pinggang Mia yang ramping.

"Padahal saya masih kesal." Aiden mendekatkan wajahnya agar bisa menghirup aroma tubuh yang paling disukainya ini.

"K-kenapa?" Mia tidak tahu mengapa ia terbata.

"Temanmu menyatakan perasaan tadi sore. Saya nggak suka." Kini ia menarik tubuh Mia agar bisa menempel pada tubuhnya sendiri.

"Miko temen saya sejak kecil. Meskipun saya kaget, saya nggak bisa kesal lama-lama ke dia." Hati Mia mendadak sedih saat mengingat pengakuan Miko. Temannya itu bukan tipikal cowok yang mudah jatuh cinta. Jika dihitung-hitung, selama ini Mia hanya pernah melihat Miko dekat dengan dua orang cewek. Tidak pernah sukses jadi pacar. "Dia nggak berperasaan. Padahal selama ini Andari suka sama dia." Mia juga tak pernah membayangkan bakal merasakan peliknya cinta segitiga selama hidup. Untung dia sudah menikah, jadi tak ada alasan baginya untuk merasa gelisah atau khawatir Andari akan membencinya.

"Hmm." Aiden tidak benar-benar mendengar kalimat Mia barusan. Dia sibuk mengendus dan mengecup bagian belakang telinga Mia. Kedua tangannya membelai rusuk cewek itu naik turun, makin merasa bersemangat karena gesekan halus kain sutra yang jadi pembatas antara kulit sang istri dengan telapak tangannya.

Salah satu tangan Mia terangkat untuk menyisir jari-jarinya di antara rambut Aiden.

"Saya nggak bohong tentang virginity. Saya nggak ada pengalaman sama sekali." Gumam Mia. Tapi suaranya cukup keras di telinga Aiden.

"Saya juga nggak berpengalaman dengan seseorang yang masih virgin. I'm excited to be the first and the last for you (Saya senang karena jadi yang pertama dan terakhir buat kamu)." Bisik Aiden.

Jantung Mia berdebar makin kencang. Jika mungkin, rongga dadanya pasti ikut-ikutan berdegup saat ini.

"Kamu cantik sekali, chéri." Lanjut Aiden.

Mia tidak tahu bagaimana harus merespon pujian itu sementara lidah Aiden berada di bawah telinganya. Dia bahkan tak tahu jika efeknya akan seperti ini. Tubuhnya sudah seperti agar-agar. Kaki-kakinya tak berguna untuk menopang tubuh. Ia berpegangan pada pundak Aiden untuk sekedar mempertahankan keseimbangannya.

Astaga, Mia memang lemah. Baru disentuh sedikit kepalanya sudah pusing.

Tiba-tiba Aiden mengangkat tubuhnya. Kali ini bukan dengan meletakkannya di atas bahu macam karung beras seperti sebelum-sebelumnya. Ia digendong di depan, seperti pengantin. Tidak lama, karena Aiden sudah meletakkannya di atas tempat tidur. Bagian bawah gaun tidurnya tersingkap sedikit. Aiden menyentuh kakinya, dari tungkai menuju ke atas.

"Seberapa sukapun saya dengan baju ini, saya tetap lebih suka kalau kamu telanjang." Aiden bertumpu pada satu lengan di atas tempat tidur. Tangannya yang lain masih membelai tubuh Mia.

Cewek itu menggigit bibir bawahnya. Ia merasa seakan hampir meledak hanya dengan berada di atas tempat tidur bersama Aiden. Berada di ruangan yang sama. Menghabiskan malam yang sama.

"Oh, don't do that (jangan lakukan itu)." Ibu jari Aiden melepaskan bibir bawah Mia yang tadinya berada di antara gigi. "Saya nggak konsentrasi kalau kamu melakukan itu." Lanjutnya memberi penjelasan. Tatapannya masih berada di bibir Mia.

Mia memberanikan dirinya untuk menyentuh ujung kaos yang Aiden kenakan, berniat melepaskannya. Tapi tangannya lebih dulu ditahan oleh cowok itu.

"Kamu harus tanggung jawab." Ujar Aiden tiba-tiba.

Dahi Mia berkerut bingung.

"Just stay still (Jangan bergerak). Saya akan memuaskan diri saya dengan tubuh kamu. Itu resikomu karena sudah menggoda saya begini."

Mia baru akan merespon ketika tiba-tiba bibir Aiden melumat bibirnya tanpa ampun. Ciuman Aiden sangat menuntut. Mia kewalahan. Tubuhnya sudah lemah oleh gairah. Kalau bisa diibaratkan, satu-satunya bagian tubuh yang masih bisa melakukan fungsinya dengan maksimal hanya paru-paru karena membantunya bernapas.

Aiden melepaskan ciumannya. Ia menatap Mia dengan ekspresi tidak setuju. "I told you to stay still (Sudah saya bilang untuk jangan bergerak)." Ia memegangi pergelangan tangan Mia yang tadinya menjelajah ke dalam kaosnya. "Hands up (Tangan di atas kepala)." Perintah Aiden. Meskipun bingung, Mia tetap melakukannya. Kini kedua tangannya ada di atas kepala. "You move, punishment awaits (Kamu bergerak, maka hukuman menanti)."

Mia mengerjapkan mata. Otaknya sudah berkabut. Dia tidak tahu bagaimana cara merespon perintah Aiden.

Perlahan gaun tidurnya disingkap ke atas. Aiden sengaja tak sampai melepasnya. Gaun itu nyangkut di kepala. Aiden memposisikan gaun tidur Mia agar bisa menutupi kedua matanya. Sekarang Mia tak bisa melihat apapun selain remang-remang cahaya kamar yang tembus melalui kain gaun tidurnya. Tangannya masih berada di atas kepala. Ia tak berani melanggar perintah Aiden gara-gara ancaman hukuman tadi. Tubuhnya terekspos. Di depan Aiden, ia hanya mengenakan celana dalam warna hitam yang kontras dengan kulitnya yang kuning langsat, serasi dengan lingerie.

"You'll get a reward for your obedience (Kamu akan dapat hadiah karena kepatuhanmu). Understood (Mengerti)?"

Mia tak menjawab. Ia hanya bisa mengangguk. Tubuhnya sudah menegang karena antisipasi. Cemas dengan apa yang akan dilakukan Aiden padanya.

Bibir Mia dicium lagi. Cewek itu tak membalas ciuman Aiden dan hanya membuka sedikit mulutnya agar Aiden bisa melakukan apapun dengan lidahnya. Napas Mia sudah tercekat di tenggorokkan hanya karena ciuman ini. Ia merasakan kulitnya disentuh. Dari pinggul menuju tulang rusuk. Tak berhenti sampai di situ, sentuhan Aiden juga membelai payudaranya yang tak terlindung apapun.

Cowok itu melakukan segala hal dalam satu waktu.

Ia mencium dan meremas payudaranya sekaligus.

Ciuman Aiden turun menuju rahang, leher dan dadanya. Ia tak benar-benar mencium. Hanya kecupan ringan untuk menandai perjalanannya menuju payudara. Mia terkesiap lagi karena mulut Aiden sudah mengelilingi puncak payudaranya, menghisap. Puncak satunya dibelai dan sesekali dipijat oleh tangan Aiden yang lain sebelum dilumat juga secara bergantian. Lidah Aiden menggodanya.

Ini terlalu intens. Mia tak diperbolehkan bergerak. Jadi ia menahan keinginan untuk berteriak kencang-kencang.

Mia kira siksaannya akan berhenti sampai di situ. Ternyata tidak.

KREKK

Dalam satu hentakan, Aiden berhasil merobek celana dalamnya dari samping. Gesekan panas bahan celana dalam dengan permukaan kulitnya terasa nikmat menyiksa. Sungguh, dia tidak tahu kalau rasa kain dirobek bisa sesensual ini.

Sekarang tubuh Mia terekspos tanpa terkecuali. Mia merasa jadi persembahan untuk Aiden.

Mia mendengar Aiden menggumamkan persetujuannya. Tubuh Mia tak lagi disentuh. Ia mengerang sedikit karena membutuhkan kontak dengan tubuh Aiden. Mia menahan protesnya dengan menggenggam kain yang menutupi matanya kuat-kuat.

"Please..." Mohon Mia lirih.

Aiden terkekeh senang. Dia puas dengan respon Mia.

Mia merasakan tempat tidur bergerak sedikit. Aiden tak lagi ada di ranjang. Entah apa yang dilakukannya.

"I'm not gonna do anything to you because this is our first time (Saya tidak akan melakukan apapun padamu karena ini kali pertama kita)."

"N-not gonna do anything?" Ulang Mia ngeri.

Gairahnya sudah di ubun-ubun begini, Aiden tidak tanggung jawab?

Maksudnya bagaimana?

Mendadak ia merasakan bibir Aiden yang basah menciumi pahanya. Kedua tangan Aiden menahan kedua tungkai Mia agar tetap terbuka lebar. Tidak. Maksudnya makin lebar.

"Merde, tu es vraiment très belle (Sial, kamu cantik sekali)." Gumam Aiden pelan.

Mia mengerang ketika paha bagian dalamnya dicium dan dihisap. Itu pasti akan meninggalkan tanda. Bukannya rasa sakit, tubuh Mia justru menggelinjang sebagai respon. Dia ingin Aiden berhenti menyiksanya. Antara berhenti atau dilanjutkan, Mia bingung harus memilih yang mana. Akhirnya ia hanya bisa membisikkan permohonannya.

"Please, please..."

"Keep begging (Teruslah memohon). I'll give you what you want (Saya akan berikan yang kamu mau)."

Sekarang Mia hampir terisak. Perasaan ini benar-benar terlalu intens. Mia tidak tahu bagaimana cara mengatasinya.

Belum sembuh dari siksaan barusan, sekarang Mia merasakan kewanitaannya disentuh.

"Oh my God." Mia bergumam seperti sedang merapal doa. Dia tidak tahu apakah tubuhnya berhasil bertahan setelah malam ini.

Aiden menahan kedua kakinya tetap terbuka lebar saat Mia berusaha menutupnya. Sekarang ia merasakan bagian kewanitaannya disentuh oleh sesuatu yang basah dan hangat. Rasanya aneh, asing, dan nikmat sekaligus. Mia tidak lagi menahan desahan serta lenguhan yang keluar dari mulutnya. Dadanya terangkat ke atas. Siksaan Aiden masih berlanjut dan tak nampak tanda-tanda akan selesai.

"Please..." Permohonan Mia sudah bercampur dengan isakan. Sebulir air mata keluar di pelupuk matanya. Ia menjerit ketika mulut penuh dosa Aiden mengigit kli*orisnya.

Mia menurunkan tangan dan kain yang menutupi kedua matanya. Kini ia bisa melihat kepala Aiden berada di bawah tubuhnya, sedang menikmati apapun yang sedang dilakukannya.

"Om Aiden." Bisik Mia nelangsa.

Mendengar namanya disebut, Aiden mengangkat kepala. Ia tersenyum tipis. Sambil merangkak ke atas, Aiden mengecup paha, perut, dan dada Mia.

Mia baru menyadari kalau Aiden sudah tak mengenakan pakaian apapun. Tak ada pembatas di antara mereka. Mia mengikuti tatapan Aiden yang nampak lapar di matanya sebelum menarik tubuh cowok itu agar ia bisa mencium bibirnya. Mia bisa merasakan jejak dirinya sendiri dari bibir dan lidah Aiden.

Ini benar-benar terasa tabu. Tapi Mia menyukainya.

Aiden memposisikan pinggul Mia agar berada di tempat semestinya. Mia merasakan tubuhnya hancur lebur saat tiba-tiba tubuh bagian bawahnya dimasuki. Ia tak mengantisipasi rasa sakit yang menghempasnya secara mendadak. Mia terisak dan air mata tiba-tiba bercucuran keluar. Ia memejamkan mata kuat-kuat.

"I'm sorry, chéri (Maaf, sayang). The pain will be eased soon (Rasa sakitnya akan segera hilang). Trust me (Percayalah), okay?" Bisik Aiden. Suaranya terdengar amat serak. Ia sendiri sedang bertahan sekuat tenaga agar tidak menyakiti Mia. Perang melawan hasrat sendiri tidak semudah yang dipikirkan. Tubuh Mia begitu nikmat. Aiden belum pernah merasakan nikmat yang seintens ini selama hidupnya.

Mia mengangguk. Ia sudah memasrahkan tubuh dan jiwanya pada Aiden.

Bibirnya dicium lagi oleh Aiden. Kali ini lebih lembut. Leher dan dadanya dibelai penuh perasaan. Tangan Aiden yang lain masih menahan pinggulnya, mencegahnya bergerak agar tak semakin sakit. Tubuh bagian bawah mereka membatu. Aiden memberi kesempatan pada tubuh Mia agar terbiasa dan menerimanya. Lewat sentuhan lembut dan bisikan penuh rayuan, sekarang Mia merasa lebih baik. Tubuhnya mulai terasa nyaman meski ada benda asing di dalam dirinya.

"Shall I move on (Saya boleh lanjut)?" Aiden berbisik tanpa suara. Ia berjuang keras untuk tidak makin menyakiti istrinya.

Mia memberanikan diri untuk membuka mata. Perlahan ia tersenyum, lalu mengangguk.

Aiden mencium bibirnya lagi. Ia bergerak perlahan untuk menemukan ritme yang cocok dengan tubuh ringkih Mia. Kedua tangan Mia terangkat untuk berpegangan pada lengan bagian atas Aiden. Ia menekan jari-jarinya ke kulit Aiden. Cewek itu bisa merasakan bibir Aiden tersenyum di depan bibirnya selagi pinggulnya masih bergerak.

"That's your reward (Itu hadiahmu)." Bisik Aiden sebelum mencumbunya lagi.

***

Besok lagi ya....

Selamat malam, selamat istirahat readers sayang XOXO

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top