SEPULUH
***
"Lo bohongin gue ya, Ted? Lo bilang di tempat ini santai gak ada placement test. Santai dari mananya?! Hampir seminggu otak gue gak ada santai-santainya," cerocos Asha menumpahkan unek-uneknya di telepon.
Lembar demi lembar hapalan bertambah setiap hari, vocab, idiom, tenses you name it. Sampai-sampai tempurung kepala Asha rasanya mau pecah karena semua hal tadi berjejalan di kepalanya. Asha merasa tidak enak ke teman-temannya di kelompok vocab karena selama kelas itu berlangsung Asha yang paling banyak diam jika tidak mau disebut bodoh. Untung saja ada Lukman si jago hapalan di kelompok mereka sehingga sampai hari ini mereka bebas dari hukuman.
"Asha sayang, lo belom ngerti juga ya kenapa liburan di sana? Gue sengaja supaya lo sibuk mikir. Jadi bisa lupain semua masalah lo." Tedi menjelaskan dengan tenang pada Asha. Dia tidak menyangka Asha langsung nyerocos saat dia mengangkat telepon gadis itu bahkan Tedi belum sempat mengatakan halo.
Tedi hanya biasa melayani kekesalan Asha dengan sabar, bukan hari ini saja gadis itu tiba-tiba menelepon terus ngomel.
"Terus gimana? Lo mau pulang."
"Ya enggak mau. Belom juga seminggu," jawab Asha dengan nada suara yang lebih tenang.
"Ya udah lo dua minggu aja di lembaga itu. Sisanya tinggal di kosan, ambil satu atau dua kelas sehari jadi lo bisa santai."
"Oke."
"Udah dulu ya, Sha, makanan gue udah dateng. Gak enak sama yang laen. Jangan telat makan, jangan panas-panasan, jangan lupa pake topi, jangan ngambek terus." Tedi kembali mengingatkan Asha sebelum menutup telepon.
"Iya. Udah tahu!"
Lukman menyumpal telinganya dengan musik EDM saat Asha mengomel di telepon karena tidak mau suasana hatinya terjun bebas. Setelah kelas speaking bubar hanya ada Asha dan Lukman di gazebo di belakang Tansu. Asha sengaja menunggu sampai sepi supaya bisa memarahi Tedi di telepon dengan leluasa, tapi Lukman tidak beranjak juga jadi Asha terpaksa menumpahkan kekesalannya saat cowok itu duduk di pojok gazebo sambil menunggu mie rebus pesanannya.
"Lo dengerin apa?"
Tanpa permisi Asha mengambil earphone di telingan kiri Lukman. Lukman terkesiap karena tindakan Asha yang tiba-tiba dan raut kesal terpancar jelas dari wajahnya, menurutnya kelakuan Asha tidak sopan.
"Biasa aja kali gak usah kaget gitu. Emangnya lo gak denger langkah gue?" Lalu Asha menempelkan earphone itu di telinga kanannya.
"Bisa, kan, lebih sopan," tegur Lukman.
"Pantesan aja lo gak denger. Kenceng begini. Kuping lo bisa budeg, Luke." Asha malas menjawab teguran Lukman malah balik menegurnya.
Mendingan gue budeg karena EDM daripada budeg denger lo ngomel.
"Jarang gue liat beginian di Jakarta." Asha bermonolog saat melihat hamparan sawah di hadapannya, bergabung bersama Lukman menikmati semilir angin yang memainkan rambut mereka. Terserah Lukman suka atau tidak dengan keberadaannya, yang penting saat ini Asha tidak ingin sendirian di gazebo. Sebentar saja.
Asha sempat mengutuk siapa pun yang meminta kelas speaking diadakan di Tansu, tapi dia menarik kembali kutukan itu karena bisa berduaan dengan Lukman sekarang. Diamnya Lukman membuat Asha sadar, kehadirannya tidak diinginkan. Meskipun Lukman telah memaafkan Asha atas tragedi kopi, tapi si muka tua masih menjaga jarak dengannya.
Untuk saat ini Asha akan membiarkan Lukman menikmati kesendiriannya. Asha tidak akan memaksa, dia tidak ingin bertindak terlalu cepat dan dianggap sebagai cewek agresif. Masih ada waktu tiga minggu untuk lebih dekat dengan Lukman. Asha menjauh untuk membereskan alat tulisnya lalu kembali camp tiga untuk tidur siang.
"Asha!"
Asha menoleh ke belakang saat seseorang memangggil namanya dengan antusias. Gue salah liat kayaknya. Masa ada Tante Untari di depan gue. Asha mengucek matanya siapa tahu ada debu yang hinggap sehingga dia melihat sesorang wanita yang mirip Untari. Meskipun telah menguceknya beberapa kali tetap saja wajah wanita itu tidak berubah. Malah semakin jelas seiring dengan langkahnya mendekati Asha.
"Mata kamu kenapa, Sha?" Untari mendekat karena khawatir, sejak melihatnya Asha tidak berhenti mengucek matanya.
"Enggak apa-apa," jawab Asha. Akhirnya dia menerima kenyataan jika wanita di depannya adalah Untari. "Tante ngapain di sini?"
"Jenguk kamu. Oh iya. Kenalin anak pertama Tante, Alma." Untari mengenalkan sosok di sampingnya.
Alma mengulurkan tangan lebih dulu dibanding Asha. Otak Asha masih mencerna semua ini. Perasaannya jadi tidak karuan. Kenapa Tante Untari datang pake bawa anaknya lagi. Masa dua lawan satu. Gue ya udah pasti kalah.
Lalu mereka berdua duduk di sisi yang bersebrangan dengan Lukman. Asha sempat berpikir untuk menarik Lukman agar dia ikut ngobrol bersamanya. Jika ada Lukman setidaknya dia tidak setegang ini. Dua lawan dua, kan, lebih asik, tapi sepertinya tidak mungkin. Ini adalah masalah keluarganya, orang asing dilarang ikut.
"Aku pesenin Tansu ya. Kalian mau rasa apa?" Asha menyebutkan menu Tansu yang diingatnya. Daripada dia diam di tengah suasana canggung seperti ini lebih baik dia menghindar dulu untuk mempersiapkan diri. Sepuluh menit pun tidak masalah.
"Jangan. Tante aja yang pesen. Pesennya di depan, kan?"
"Aku gak enak, Tante. Masa Tante yang pesen?"
"Kamu jangan panas-panasan. Nanti mimisan."
Eh! Asha tertegun mendengar larangan Tante Untari. Dia tahu dari mana gue suka mimisan kalo kepanasan. Padahal Asha sudah mewanti-wanti keluarga dekatnya agar tidak memberitahukan rahasia ini pada siapa pun. Asha tidak mau orang lain menganggapnya lemah atau penyakitan.
Pasti dari Papah. Dasar Papah bocor!
Setelah Untari pergi untuk memesan ketan susu Asha berinisiatif memesan minuman dari penjual di sebelah gazebo, tempat Lukman memesan mie rebus. Sambil menunggu minumannya datang Asha mempehatikan Alma yang sedang bersandar di dinding gazebo, sejak tadi dia mengelus pelan pinggangnya kemudian tangannya bergerak ke depan.
"Kenapa, Kak?" Ahirnya Asha mengeluarkan suara karena khawatir melihat Alma yang meringis sambil mengelus perutnya.
"Ga papa, anak gue nendang," kata Alma sambil terus mengelus perutnya.
"Kakak lagi sakit malah ikut ke sini. Gue jadi ngerasa gak enak."
"Gue kan pengen tahu calon adek gue," ucap Alma bercanda untuk mencairkan suasana, tapi tidak begitu di telinga Asha. Asha justru menangkap jika Alma datang untuk menilai dirinya. "Lagian gue gak sakit."
"Lo masih gak setuju kalo orang tua kita nikah?" Kali ini Alma yang bertanya.
Asha tidak menjawab pertanyaan Alma malah balik bertanya, "Kalo boleh tahu kenapa Kakak setuju?"
"Gue sama kayak lo, anak tunggal. Dulu enggak ada masalah, Sha, karena gue dan suami gue tinggal sama Mamah di Jakarta, tapi sekarang beda. Nyokap sendirian di sana karena gue ikut suami yang pindah tugas ke Magetan. Mamah gak mau diajak karena ada usaha di Jakarta. Awalnya tiap bulan gue yang ke Jakarta, tapi semenjak gue hamil malah dia yang bolak-balik ke Magetan. Gue gak tega liat nyokap sendirian, Sha."
Asha tidak sempat menjawab pertanyaan Alma karena Untari datang dengan enam porsi ketan susu. Rasanya tidak pantas dan terkesan mengusir jika Asha mengatakan jawabannya di depan Untari lagipula itu adalah pertanyaan Alma. Asha sendiri yakin Untari tahu alasan mengapa dia tidak merestui hubungannya dengan Ari, papahnya Asha.
Saat mereka menikmati ketan susu Lukman telah menghabiskan mie rebusnya lalu meninggalkan gazebo. Dalam pandangan mata Asha, Lukman sempat mengangukkan kepala ke arahnya sebelum mengayuh sepedanya.
Seiring berjalannya waktu kecanggungan di antara mereka mencair. Mereka berpisah saat Asha harus kembali ke kelasnya di camp dua pukul satu siang. Untari dengan segala kekhawatirannya ingin mengantar Asha dengan mobilnya, tapi Asha menolak.
"Kalo aku naik mobil, sepeda aku siapa yang bawa, Tante?"
Setelah mendengar alasan Asha dengan berat hati Untari mengijinkannya mengayuh sepeda saat matahari tepat di atas kepala. Sepeda Asha adalah sepeda biasa, tidak bisa dilipat apalagi dimasukkan ke bagasi mobil.
"Bye, Tante, Kak Alma," Asha mengucapkan salam perpisahan. "Enggak usah kawal aku, hati-hati di jalan."
Tanpa sepengetahuan Asha, Lukman mengikutinya dari belakang dengan jarak yang aman agar tidak ketahuan oleh gadis itu.
***
Aku gak tau tahun 2020 masih ada gazebo panggung di belakang Tansu atau enggak. Tahun 2018 tanya ke temen katanya masih ada. Demi kepentingan cerita kita anggap saja masih ada ya.
Di beberapa bab terakhir mucul tokoh baru terus, semoga kalian gak bingung karena di cast cuma ada lima.
Before saying goodbye, vote dan komen dulu guys. Thanks.
Subuh
Bae
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top