SEMBILAN BELAS

"WOW! Lo yang nyiapin semua ini, Luke?" Asha menatap tak percaya saat Akbar tiba di ruang tamu camp dua dengan dua kantung plastik besar ketan susu.

"Iya."

"Gue enggak nyangka banget. Rencana foto kenangan sukses, ditambah sarapan bareng ketan susu. My morning is perfect. Thanks to you."

Lukman tidak dapat menahan kedutan di bibirnya ketika melihat kebahagiaan di wajah Asha. Asha merencanakan foto bersama hanya untuk membantu Akbar mendapatkan foto Dinda, tapi Lukman menambahkan ide yang luar biasa. Dan ... acara foto bersama berlanjut di camp dua. di mulai dari parkiran sepeda, teras dan ruang kelas.

Pose yang ditampilkan pun lebih beragam. Satu kali berbaris di teras dan kelas selebihnya foto candid. Asha mengirim pesan jika dia akan menyusun semua foto yang diambil Lukman seperti buku tahunan digital. Di mulai dari parkiran sepeda sampai suasana belajar jadi siapa pun yang melihatnya nanti, mereka akan merasa diajak tour ke camp two.

Tadi pagi setelah shalat Subuh Lukman mendapatkan ide untuk memesan ketan susu karena dia yakin anggota kelas yang berjenis kelamin wanita pasti merepotkan jika berhubungan dengan acara foto bersama, dan tebakannya benar 100%. Ketika sampai di banguna tua mereka heboh mengeluarkan tas make up. Hanya Asha yang berbeda sedikit, gadis itu lebih mementingkan mengatur formasi. Dia sama sekali melupakan printilan-printilan yang selalu berhasil membuat rasa percaya diri wanita meroket.

Rasa tidak nyaman berada di bangunan tua membuat Asha melupakan perlengkapan make up yang baru dibeli kemarin. Padahal dia heboh sekali di status WA menunjukkan lipstik barunya. Untung saja gadis itu masih tahu cara untuk menahan diri. Tidak semua barang yang dibeli kemarin dijadikan status dengan judul unboxing branded things. Lukman ingat bagaimana Tedi dengan tegas meminta Asha mencopot semua aksesoris di jari dan lengannya kemarin, bahkan Tedi meminta gadis itu mengganti tas pink kesayangannya dengan tas lain, tapi Asha menolaknya.

"Tas lo kayaknya penting banget. Lo timang-timang terus." Lukman tidak bisa menahan rasa penasaran dalam dirinya.

"Ha ha ha!" Dan Asha tidak bisa menahan tawanya ketika mendengar kata-kata sinis yang digunakan Lukman. "Penting banget."

"Karena harganya mahal?" Lukman masih ingat tumpukan barang branded di jok belakang mobil Tedi. Jadi tidak mungkin, kan, tas yang begitu disayang gadis itu barang KW.

"Walaupun gue suka barang ori, tapi harga tuh yang keseribu buat gue."

"Masa?"

"Iya. Yang paling penting tuh siapa yang kasih. Kalo ori itu bonus buat gue. Lagian ya gue masih punya hati, enggak mungkin gue minta barang yang bikin orang mikir buat jual ginjal."

"Terus dari siapa?"

"Pacar gue."

Lukman tersedak air mineral. Untung saja tidak sampai muncrat. Gila! Buat pacar aja ngasih tas mahal. Baru pacaran doang.

"Gue inget banget kerja kerasnya dia, Luke. Dia sampe kerja di tempat papahnya. Jadi sebagai penghargaan gue buat dia, gue jaga baik-baik dan pake ke mana pun gue pergi."

Pacarnya Asha mati-matian kerja keras supaya bisa kasih benda kesukaan gadis itu. Otak Lukman kembali bekerja keras membuka kotak ingatan di kepalanya. Apa yang udah gue lakuin buat dia? Pantas aja dia enggak sadar perasaan gue. Guenya aja enggak kerja keras untuk menarik perhatian dia.

Yang selama ini Lukman lakukan hanya mendengarkan dia bercerita saat diperlukan, layaknya seorang sahabat. Sahabatnya memang tidak suka barang braded, tapi bukan berarti Lukman tidak tahu benda atau kegiatan yang dia sukai. Pantas saja dia lebih memilih sahabatnya yang lain.

"Kalo lagi kangen bisa gue peluk-peluk kayak gini." Kalimat Asha menarik Lukman kembali dari lamunannya.

"Lo kangen banget sama dia."

"Malem gue mimpiin dia, siang gue mikirin dia."

"Tapi gue enggak pernah liat lo bengong."

"Gue selalu berusaha buat enggak bengong, yaaa walaupun gue jadi harus ngomong terus."

"Pantas." Apa gue juga harus kayak gitu? Ngomong terus. No way! Lukman membuang jauh-jauh pikiran aneh dari kepalanya.

Tidak mungkin Lukman mengikuti cara Asha untuk mengalihkan perhatian. Lebih baik dirinya mencari cara lain seperti jogging, menghapal vocab, mengulang grammar bahkan latihan pronunciation sampai seluruh bagian mulutnya lelah.

***

"Grammar is a breeze." Asha membaca moto di sampul buku materi grammar. "Apanya yang breeze? Susah begini."

Asha membolak-balik buku grammar yang diberikan kepadanya minggu lalu. Dari semua materi yang diberikan, Asha paling malas mengulang grammar karena menurutnya sulit luar bisa. Harus menghapal pola ini dan itu, memperhatikan waktu, beda grammar beda lagi artinya.

Merasa usahanya dalam mengulang materi grammar sia-sia akhirnya Asha menutup buku itu dan lebih memilih untuk tengkurap dia atas lantai. Setelah badannya terasa sejuk baru naik ke atas kasur untuk tidur siang. Matahari di Pare hari ini tak kenal ampun panasnya. Setelah tidur mungkin otaknya bisa berfungsi lebih baik sehingga materi grammar tidak terlalu sulit untuk dipahami.

Berisik banget. Asha mengutuk keributan di bawah yang terdengar sampai ke kamarnya di lantai dua, gadis itu tidak bisa memejamkam matanya sebentar saja. Di ruang tamu camp tiga sedang belajar prnunciation jadi bisa dibayangkan bagaimana berisiknya dan hal itu tidak akan selesai sampai satu jam ke depan. Asha berguling miring dan menutup kedua telinganya dengan bantal. Berharap telinganya tersumbat dan segera terlelap,

Belajar susah, tidur siang lebih susah lagi, keluh Asha dalam hati.

Ping Ping Ping

Notifikasi pesan yang beruntun membuat Asha kembali membuka kelopak matanya. Siapa yang mengirim pesan beruntun di saat yang tidak tepat? Padahal cuma mau tidur siang, tapi ada saja yang mengganggu. Meskipun kesal, tapi Asha bangkit juga dari lantai karena penasaran. Dengan malas Asha merangkak ke atas kasur lalu terlentang di atasnya. Jika tahu akan ada pesan beruntun seperti ini Asha pasti akan membisukan ponselnya.

Asha tak kuasa menahan tawa ketika mengetik berbagai godaan untuk Akbar di WAG grup empat setelah melihat foto-foto yang dikirim Lukman. Dia tidak menyangka Lukman bisa secepat ini mengedit foto, padahal baru tadi pagi mereka berfoto dan yang lebih mengejutkan lagi Lukman berhasil mengabadikan moment candid Akbar dan Dinda, tepat setelah Asha menarik Akbar supaya berdiri di sebelah Dinda.

Di foto itu Dinda sedang menoleh dan tersenyum ke Akbar yang baru tiba di sebelahnya. Pantas saja sejak tiba di bangunan tua Lukman tidak beranjak dari posisinya dan tidak membantu Asha mengatur teman-temannya. Rupanya dia mengawasi mereka dari balik lensa. Hal ini luput dari perhatian Asha karena dia sibuk mengatur posisi dan ketakutan ketika di sana.

Asha : Alhamdulillah, mulai sekarang lo bisa memandang Dinda sampe puas

Asha : Jangan lupa sebut dalam sujud lo, Bar

Setelah puas menggoda Akbar di WAG grup empat Asha segera mencari nama Lukman di aplikasi pesan kemudian mengetik di sana.

Asha : Tadinya gue mau marah karena lo lebih mentingin kamera lo daripada bantu gue

Asha : Ternyata lo malah ngebantu banget. Rencana gue yang tadinya biasa aja jadi luar biasa

Asha : Oke. Sebagai ucapan terima kasih gue mau traktir lo

Lukman : Lo ngajak gue nge-date?

Asha menepuk keningnya sendiri ketika membaca balasan Lukman. Kenapa ajakan Asha selalu disalah artikan sebagai kencan oleh siapa pun? Padahal tidak terlintas hal seperti itu di kepalanya.

Asha : Pengen banget nge-date sama gue.

Asha menggunakan kesempatan ini untuk menghoda balik Lukman. Setelah membaca pesan dari Asha Lukman menghilang begitu saja dari WAG grup empat atau chat pribadi dengan Asha. Satu hal yang Asha ketahui dari Lukman, pria itu selalu menghilang jika kalah atau malas berdebat dengan Asha. Percakapan mereka berhenti tanpa kalimat penutup.

Begitu juga dengan Asha, gadis itu mengunci ponselnya dan kembali mencoba untuk tidur. Asha tidak ingin hubungannya dengan Lukman kembali ke titik nol atau minus karena Lukman tersinggung. Dengan susah payah Asha berhasil mendapatkan maaf dari Lukman sampai akhirnya menjadi teman. Yeah ... meskipun terkadang lidah apinya Lukman sering menggelitik titik amarah Asha, tapi itu semua bisa diperbaiki. Rasanya lebih mudah memperbaiki daripada kembali memulai dari awal, kan?

Tunggu hadiah dari gue, Luke. Gue yakin lo pasti happy.

***

Tumben banget bisa update siang. Yippi.

Vote before you leave and i'd be happy if you put something on the comment below.

Thanks

Di atas kursi
Bae

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top