ENAM BELAS
"Rohman enggak jadi ke sini."
"Dia ke mana, sih?" tanya Asha setelah menyeruput jus jeruk.
"Tadi dia ketemu temen kampusnya yang belajar di tempat lain terus diajakin main futsal karena kurang orang." Info Lukman lebih lanjut.
"Oke, kalo Akbar?"
"Gak tahu. Telepon gue enggak diangkat."
"Jadi kita nge-date nih ceritanya."
Dalam mimpi lo, ejek Lukman dalam hati. Sebenarnya Lukman ingin segera meninggalkan tempat ini jika kedua temannya memang tidak jadi datang dan kenapa mereka tidak memberitahu dirinya dan Asha lebih awal? Seandainya saja seperti itu, kan, Lukman tidak perlu bertengkar dengan Asha dan dia bisa menjelajah Pare untuk memuaskan hobi memotretnya.
"Kita balik sekarang," pinta Lukman saat turun dari gazebo lalu meraih kameranya.
"Tunggu sebentar. Siapa tahu Akbar lagi ke sini. Mendingan kita sarapan dulu, kalo ditunda-tunda bisa sakit gue."
Setelah mengatakan isi hatinya Asha langsung membuka bungkusan ketan dengan taburan bubuk kedelai di atasnya. Asha lebih menyukai menu yang ini dibandingkan dengan ketan dengan susu kental manis itu sendiri karena menurut Asha rasanya jadi terlalu manis. Melihat Lukman yang mematung Asha kembali berkata, "Tapi ... kalo lo mau balik duluan enggak apa-apa, Luke. Mungkin lo mau hunting foto di tempat lain."
"Terus lo gimana baliknya?"
"Tedi yang jemput gue."
"Kakak lo jauh-jauh dari Surabaya ke Pare cuma buat jemput lo dari sini." Lukman menunjuk tanah di bawahnya dengan jari telunjuk kemudian jari itu menunjuk ke arah pintu keluar dan berkata, "Ke camp lo."
Ini cewek serius? Gila. Bola mata Lukman melebar, dia tidak percaya Asha setega itu pada sepupunya sendiri.
"Lo neting terus kalo sama gue. Gue enggak setega itu sama Tedi, apalagi dia kakak kesayangan gue. Gue emang mau ke Surabaya makanya enggak bawa sepeda."
Asha melihat jam tangan di pergelangan tangannya sambil mengeluarkan alat makan lipat dari dalam tasnya. Hampir pukul sebelas, Tedi sebentar lagi sampai. Sekitar pukul sembilan Tedi mengirim pesan singkat 'OTW' jadi menunggu di sini sendirian tidak masalah untuk Asha. Banyak hal bisa dilakukan Asha saat menunggu seperti memetik jambu untuk Tedi, bermain games di ponselnya atau bergosip dengan papahnya di telepon.
"Oh." Lukman jadi bimbang. Meninggalkan Asha di sini sendirian atau tidak? Kasian juga jika dia ditinggal, tapi kalau tetap di sini entah apa lagi yang akan terjadi. Sampai saat ini Lukman belum menurunkan tingkat kewaspadaannya pada Asha karena sering terjadi hal tak terduga saat bersama gadis itu.
"Kalo mau pergi jangan lupa bawa ketan susunya. Gue enggak mungkin sanggup abisin sepuluh porsi."
"Ya lo juga beli enggak kira-kira."
"Gue tuh terlalu teliti, Luke. Gue beli sepuluh porsi setelah mempertimbangkan kapasitas perut kalian."
"Jadi lo mau bilang kalo cowok itu rakus." Lukman tidak suka dengan tuduhan sepihak Asha. Apa dia tidak bisa melihat betapa atletis tubuhnya? Rohman dan Akbar juga tidak bisa dibilang gemuk meskipun tubuh mereka lebih gempal dibanding Lukman.
"Fakta. Kaum pria seperti kalian porsi makannya lebih banyak dari kami." Asha menanggapi dengan santai nada tidak suka Lukman. Asha terlalu malas berdebat hal tidak penting dengan pria di depannya, karena itu sejak memeberikan es krim Asha lebih hati-hati dalam memilih kata. Lagi pula dia sudah melampiaskan kekesalannya jadi untuk apa memulai babak baru adu argumen dengan Lukman.
Lukman naik kembali ke atas gazebo, mengurungkan niatnya untuk meninggalkan Asha sendirian. Benar yang dikatakan Asha, dirinya sering lupa waktu saat mencari objek foto. Tidak mungkin Lukman mau menghabiskan ketan susunya di atas sepeda tanpa sendok dengan tangan kotor. Lukman lupa dia tidak membawa cairan pembersih kuman.
Setelah meminta cairan pembersih tangan ke Asha Lukman segera menyambar bungkus ketan susu. Dalam sekejap Lukman menghabiskan dua bungkus, tapi perutnya belum merasa puas. Tanpa peduli dengan tuduhan Asha sebelumnya dia membuka ketan susu ketiga. Wajar saja dia lahap seperti ini karena waktu sarapan Lukman sudah lewat satu setengah jam.
Tahan ... tahan, jangan komen apapun.
Asha menyembunyikan senyum di wajahnya dengan telapak tangan saat menyaksikan betapa lahapnya Lukman menghabiskan tiga porsi ketan susu dalam waktu singkat. Asha sendiri saat ini sedang menikmati porsi kedua ketan susu. Satu es krim, segelas jus jeruk dan dua porsi ketan susu sanggup ditampung oleh perutnya.
"Alhamdulillah," ucap Lukman setelah meminum jusnya lalu dia bersandar ke dinding gazebo. Gue keliatan rakusnya tadi, tapi kenapa dia enggak komentar. Tumben.
"Eh!" Lukman segera membuka matanya saat Asha tanpa permisi meletakkan tas selempang ke pangkuannya. Padahal Lukman sedang bersantai, setelah makan tiba-tiba saja dia mulai mengantuk.
"Gue mau petik jambu dulu buat Tedi. Jagain tas gue. Jangan ditaro di sembarang tempat! Cuma di pangkuan lo doang."
Hah! Ini cewek lebay banget padahal tas doang, tapi kalo enggak lebay bukan Asha namanya. Seketika Lukman ingat perdebatan mereka tentang lipstik saat sarapan di warung Bu Tien.
"Lo denger atau enggak, Luke?" Asha kembali bertanya ketika tidak ada jawaban dari Lukman. "Hei!" Kali ini Asha mengguncang tangan Lukman
"Iya. Astaga, gue belom budeg," sahut Lukman kesal karena tidurnya terganggu. Setelah itu Lukman kebali menutup matanya. Terserah gadis itu ingin melakukan apapun, bebas. Yang penting jangan ganggu Lukman yang ingin tidur.
"Ya makanya jawab. Apa susahnya sih bilang iya doang."
Setelah mengatakan itu Asha berlalu sambil membawa kantung plastik pembungkus ketan susu, ketan susu yang belum habis bisa ditaruh di keranjang sepeda Lukman. Sedangkan Lukman kembali memejamkan mata.
Tiba-tiba angin berhembus membawa aroma yang membuat siapa pun menahan napas. Bau dari kolam ternak lele yang sempat menyapa hidung mereka di pintu masuk terbawa sampai ke belakang. Mereka tidak menyangka bau jeroan ayam yang dijdikan pakan lele itu bisa menyebar sampai sini jika dibawa angin.
Hoek
Asha menutup mulutnya dengan telapak tangan. Berusaha menahan makanan yang melawan gravitasi dalam tubuhnya. Angin sialan! Bau banget. Asha mengeluarkan seluruh isi perutnya karena tidak tahan.
Hoek ... hoek
Lukman kembali terjaga saat mendengar seseorang mengeluarkan isi perutnya lalu menutup kupingnya dengan kedua tangan. Padahal dia berhasil melewati serangan bau amis dengan menahan napas dan ketika ingin melanjutkan tidurnya malah mendengar suara paling menjijikan di dunia. Lukman paling tidak tahan dan akan ikut mual jika mendengar suara orang muntah.
Siapa sih yang muntah? bikin gue mual aja?
Karena tidak tahan Lukman membuka mata hendak mengambil headset di saku celananya. Jika dia terus mendengar suara itu bisa ikut muntah. Lukman menegakkan badannya sambil terus memegang tas warna pink sesuai dengan perintah Asha. "Headset gue di mana? Kayaknya tadi udah dimasukin. Masa ilang lagi?" gumam Lukman saat tidak menemukan benda itu di kedua saku celananya.
Saat berdiri mencari headset Lukman melihat Asha sedang membungkuk, kedua tangannya sibuk menyibak rambut panjangnya ke belakang. "Dia kenapa lagi?"
Hoek ... hoek
"Jadi yang muntah itu dia?"
Lukman mendekati Asha dengan wajah merah menahan mual. Dia terpaksa mendekati gadis itu karena khawatir, seandainya saja Lukman tidak mengenalnya dia pasti meninggalkan tempat ini secepatnya dan masa bodoh dengan siapa pun yang membuatnya mual. Lukman memalingkan wajah saat tiba di belakang Asha. Dia sengaja menjaga jarak, berdiri di tempat yang menurutnya aman dan tidak perlu melihat benda menjijikan itu.
"Lo kenapa, Sha?" Dengan terpaksa Lukman maju dua langkah lebih dekat supaya bisa menepuk bahu Asha pelan dengan botol air mineral. "Nih."
"Sana! Balik ke gazebo."
"Bukannya bilang terima kasih. Malah ngusir." Lukman segera menjauh karena kesal. Percuma saja pengorbanannya menahan mual, mendekati gadis itu karena khawatir. Karena kesal juga Lukman meletakkan tas Asha begitu saja di gazebo. Dia mengutuk kebodohannya karena menuruti perintah Asha untuk menjaga tas itu. Bahakan dia sampai membawanya ke mana -mana.
"Tas gue!" Asha mengomel melihat tasnya tergelak begitu saja ketika tiba di gazebo.
"Percuma gue khawatir sama lo. Lo cuma khawatir sama tas." Lukman tak habis pikir dengan Asha. Wajah gadis itu pias, tidak ada lagi rona kemerahan di wajahnya seperti tadi pagi dan yang dia pedulikan adalah tasnya itu. Tas pink yang menurutnya norak.
Asha tidak mempedulikan ucapan Lukman malah memeriksa dengan seksama tas pink kecilnya, takut ada kerusakan di sana. "Untung enggak rusak." Kemudian Asha bersandar sambil menutup mata, badannya terasa lemas dan lega di saat bersamaan.
"Muntah-muntah abis makan, lo bulimia atau ... hamil?"
***
Alohaaaaaa
Setelah sekian lama alhirnya TiP update lagi. Semoga kalian suka.
Jangan lupa vote & komen
See you!
Di depan TV
Bae
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top