EMPAT PULUH
***
Sejak tiba di camp tiga Lukman tidak pernah melepaskan pandangannya dari Asha. Lukman khawatir dengan temannya karena siang tadi kepanasan dan Asha sedikit berbeda. Selama di Pare Asha sama seperti kebanyakan anak cewek yang tidak memakai make up. Asha sendiri yang mengaku ketika mereka sarapan bersama, selama di Pare dia tidak sempat memoles wajahnya dengan make up, hanya lipstik, sun screen dan maskara jika sempat. Malam ini Asha tampak mempesona dengan sapuan make up tipis di wajahnya, khusus untuk farewell party.
"Lo mau ke mana?" tanya Rohman ketika melihat Asha berdiri.
"Kamar mandi."
"Jangan lama-lama," pinta Rohman. "Bentar lagi mau flash mob."
"Take your time, Sha." Lukman membela Asha.
Sudah sepuluh menit, tapi Asha belum kembali. Lukman berdiri untuk mengecek Asha di kamar mandi karena khawatir. Dia takut terjadi sesuatu yang buruk pada Asha. Ketika sampai di depan kamar mandi Lukman mendapati pintu itu terbuka sedikit. Lukman mengetuk pintu kamar mandi beberapa kali, tapi tidak jawaban atau mungkin kupingnya tidak mendengar jawaban karena riuh dari ruang tengah. Lukman memberanikan diri mendorong pitu itu setelah mengetuk lebih keras, tapi tetap tak ada jawaban.
Asha ke mana? batin Lukman setelah mendapati kamar mandi yang kosong. Dia enggak ada di dalam. Apa di atas?
Lukman menatap ke lantai dua dari bawah tangga. Dia ingin menyusul Asha ke atas, tapi ragu. Tidak mungkin menjelajah camp tiga karena camp tiga adalah camp cewek apalagi dia tidak yakin Asha naik ke sana. Asha tidak mungkin keluar lewat pintu depan karena Lukman tidak melihat Asha melintas di panggung.
Tinggal pintu ke belakang yang belum Lukman cek. Lukman membuka pintu ke belakang, semoga saja Asha ada di sana. Lukman mendorong pintu ke belakang lalu dia mengedarkan pandangannya, ternyata di balik pintu itu adalah tempat menjemur pakaian dan ... ada Asha yang sedang duduk di bangku panjang.
"Sha," panggil Lukman dari ambang pintu.
Asha ngapain cium-cium sweaternya?
Lukman mendekati Asha, kebetulan saat ini hanya ada Asha dan dirinya di belakang. Lukman tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini untuk minta maaf. "Sha," panggil Lukman sambil menepuk pundak Asha, meminta perhatian gadis itu karena sejak tadi Asha menunduk terus.
"Lo mimisan, Sha!" Lukman panik saat melihat lengan sweater yang di pake Asha penuh bercak merah. Lukman menyesal karena membiarkan Asha pergi sendiri, seharusnya dia meyusul Asha sejak tadi atau mengikutinya sekalian.
"Gue panggil tutor ya." Lukman bingung sendiri, apa yang bisa dia lakukan untuk membantu Asha? Selama ini dia tidak pernah mimisan.
Asha segera menarik lengan Lukman. Meskipun tanpa kata Lukman tahu Asha tidak ingin ada yang tahu kalau dia mimisan. Lukman lalu duduk di sebelah Asha, melihat gadis itu menyumbat hidungnya dengan sweater. Lukman melepas kemejanya untuk menutupi tubuh Asha. Setelah melepas sweaternya Asha hanya memakai kaus tanpa lengan. Tidak mungkin Asha kembali ke dalam dengan pakaian yang dipenuhi bercak darah, lebih tidak mungkin lagi jika Asha hanya memakai pakaian yang minim.
Mimisan Asha sudah berhenti, tapi mereka belum bergabung kembali dengan teman-temannya. Sorak-sorai terdengar sampai ke belakang ketika Mr. Bana meminta seluruh siswa berdiri untuk melakukan flash mob bersama camp lima. Karena menyusul Asha Lukman melewatkan penamlilan camp tiga, empat dan lima di acara farewell party malam ini.
Berbeda dengan weekly meeting di mana setiap siswa berkumpul dengan teman-teman camp tempat mereka tinggal, di acara farewell party siswa berkumpul berasama teman sekelasnya dan mereka semua wajib naik ke panggung bersama tanpa kecuali. Camp dua hanya menyanyi bersama diiringi petikan gitar Asha lalu Lukman sebagai ketua kelas mengucapkan terima kasih kepada para tutor. Hanya ini yang bisa mereka persembahkan karena Asha selalu kabur. Asha yang memainkan lagu apapun yang dia bisa, semuanya terserah dia lalu mereka tinggal ikut bernyanyi sambil memegang ponsel jika tidak hapal liriknya. Lukman tanpa Asha si seksi sibuk, tidak bisa merencanakan apapun.
"Luk, tolong ambilin gue air segayung terus ambilin tas gue di dalem," pinta Asha.
Lukman menurut. Ketika Asha membersihkan lubang hidungnya dengan air Lukman membantu Asha melipat sweater-nya. Asha mengeluarkan peralatan make up dari dalam tas untuk merapikan polesan di wajahnya. Lukman tertegun, dia baru sadar jika Asha berdandan malam ini untuk menutupi wajahnya yang pucat. Seandainya dia tahu Asha sakit dia pasti mencegah Asha bermain gitar dan menjadi pusat perhatian.
"Sha. Gue minta maaf." Lukman terpkasa mengatakannya sekarang. Tidak mungkin ditunda lagi karena tahu Asha akan kembali ke Jakarta besok. "Tolong maafin gue."
"Sure."
"Beneran." Lukman tidak menyagka semudah itu dirinya dimaafkan.
"Iya."
"Temenan lagi." Lukman mengulurkan tangannya di depan wajah Asha. Senyum menawan Lukman hadir di wajahnya. Lukman tidak bisa menutupi rasa senangnya.
Asha tidak menyambut uluran tangan itu lalu berkata, "You ask too much."
***
Suasana kamar atas camp tiga suram sejak mereka bangun. Mereka bertiga mengepak barang masing-masing dalam diam. Sinta akan kembali ke Semarang besok sedangkan Puri akan pindah ke tempat kursus lain. Seharusnya Puri pindah hari ini, tapi karena tidak tega melihat Sinta tidur sendiri malam ini jadi dia pindah besok.
Perasaan Asha tidak menentu. Di satu sisi dia senang karena akan bertemu lagi dengan papahnya, tapi di sisi lainnya ada rasa tidak rela ketika ingat dia harus meninggalkan Pare. Setiap kali ingat hal itu matanya kembali memanas. Mata mereka bertiga sembab sejak semalam. Tangis yang pecah di acara perpisahan dilanjutkan di kamar.
Asha masih ingat saat bergabung kembali bersama teman-temannya semalam, di panggung ada Mr. Owi sebagai pemilik lembaga kursus Miraculous sedang memberikan wejangan untuk seluruh siswa. Dari seluruh rangaian acara kemarin yang paling Asha ingat adalah ketika Mr. Bana memetik gitar, tanpa aba-aba seluruh murid langsung menyanyikan lagu wajib di farewell party Miraculous. Lagu yang biasa saja ketika dinyanyikan dua minggu lalu saat Dinda dan Akbar akan pulang.
Tapi semalam efeknya luar biasa untuk Asha karena dirinya yang akan meninggalkan Pare serta teman-temannya. Saat menyanyikan lagu itu semua kenangan manis dan pahit sejak hari pertama di Pare muncul silih berganti di kepala Asha. Sesi menyanyi bersama berubah menjadi tangis bersama. Tidak ada suara solid yang menggema di camp tiga, yang ada hanya suara sumbang diselingi isak tangis.
As we go on
We remember
All the times we
Had together
And as our lives change
Come whatever
We will still be
Friends forever
Reff Graduation (best friend forever) by Vitamin C.
Ketika sampai di bagian reff isak tangis semakin kencang.
"I can't see anything. My eyes full of tears."
Asha tidak tahu siapa yang mengatakan itu. Hal yang sama terjadi padanya. Asha tidak bisa melihat layar ponselnya dengan jelas karena air mata.
"Liat lo nangis jadi pengen nangis gue." Rohman berusaha meghibur Asha. "Udah jangan nangis kita masih bisa ketemuan. Entar gue maen ke rumah lo."
"Nih." Lukman meletakkan tisu di telapak tangan Asha. "Pipi lo item, tuh. luntur."
"Dilap sekalian, Luk."
"Dilap! Emangnya muka gue meja!" Asha menyambar tisu dari Lukman dan pura-pura marah. Kedua temannya berhasil menghentikan tangis Asha untuk sementara. Sampai acara selesai Asha mengobrol bersama mereka daripada ikut nyanyi lalu menangis lagi.
"Miss Asha." Panggilan Miss April membuat jantung Asha mencelos. Asha menoleh dan menghentikan ingatannya yang memutar kejadian semalam. Dia belum siap turun ke bawah. "Your brother in living room."
***
Satu bab lagi tamat. Akhirnya tamat juga. Target awal Trouble in Paredise tamat di bab 30, eh ... sampe bab 40 belum tamat.
Semoga ceritanya enggak luber ke mana-mana.
Xoxo
Bae
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top