EMPAT
***
"Mas! Tunggu!"
Asha berlari mengejar Lukman ke parkiran sepeda karena Lukman menghilang secepat kilat setelah kelas grammar selesai. Asha sampai tidak sempat memakai sepatunya sehingga dia berlari memakai sandal jepit entah milik siapa yang berserakan di depan camp dua. Asha segera memegang stang sepeda Lukman, menahannya supaya tidak pergi.
"Maafin gue. Gue bener-bener gak sengaja." Asha menatap mata Lukman. Sungguh-sungguh minta maaf, lalu mata Asha teralih ke jeans biru di keranjang sepeda. "Gue aja yang cuci celana lo."
Tanpa menunggu izin dari Lukman Asha segera mengambil celana itu, tapi tangan Lukman segera menariknya kembali. "Gak usah! Gue gak mau kena sial lagi."
Lagi pula gue enggak yakin lo sendiri yang akan cuci celana gue kalo dilihat kuku lo yang hijau.
***
Dua jam sebelumnya
"Miss!" Sinta berteriak memanggil Asha dari dalam kamar.
"We are late!" Kali ini kepala Sinta menyembul di pintu kamar mereka yang selalu terbuka selama matahari bekerja.
Asha yang sedang mengantre di depan pintu kamar mandi segera menoleh ke arah Sinta. Gerakan mulutnya bertanya apa tanpa suara. Ada apa lagi ini? Asha bertanya dalam hati. Masih pukul setengah enam pagi, kurang lima menit jika melihat jam dinding di kamar. Matahari saja masih terlihat malas dan Sinta sudah bilang terlambat. Terlambat untuk apa?
"Morning class!" Setelah mengatakan itu Sinta berlari menuruni tangga sambil membawa alat tulisnya. Meninggalkan Asha yang kebingungan begitu saja. Mungkin karena tergesa-gesa Sinta bahkan tidak memakai kerudungnya.
Asha segera berlari menyusul Sinta setelah meletakkan perlengkapan mandinya di depan pintu kamar mandi. Dia harus rela dua kegiatan paginya di mulai tanpa mandi terlebih dahulu, pertama shalat Subuh dan sekarang morning class. Asha tidak pernah menduga jika morning class itu benar-benar morning, dalam pikirannya morning class itu ya pukul tujuh pagi sama seperti anak sekolah pada umumnya. Kalau ini lebih pantas disebut dawn class.
Asha mendesah lega saat pantatnya mendarat dengan sempurna di ruang tamu camp tiga sebelum pukul lima tiga puluh tepat. Jika tidak dia akan dihukum karena tidak disiplin dan dia tidak ingin dihukum sendirian karena Sinta turun lebih cepat. Hukumannya sih mudah seperti menyapu, mengepel dan buang sampah, tapi bagi seorang Asha ketiga hal itu tabu untuk dilakukan.
Camp ini sudah seperti rumah sekelompok gadis dan tidak ada lagi rasa canggung di antara mereka. Entah karena para senior yang menyambut mereka dengan tangan terbuka atau siswa baru yang menekan rasa malunya, seperti tanpa malu lagi mengikuti kelas sebelum mandi padahal mereka, kan, baru bertemu. Tentu mereka ingin menjaga image di depan sesama wanita. Jaga image di depan pria itu penting, tapi di depan wanita paling penting. Asha menatap satu per satu wajah anak baru di dekatnya kemudian hatinya bersorak karena memiliki teman untuk menampilkan wajah polosnya yang kumal dan berminyak di bagian T zone.
Sejak semalam seluruh aturan camp telah berlaku untuk siswa baru, karena peraturan itu juga Asha tidak bisa lagi bebas berteriak dalam Bahasa Indonesia. Semalam dirinya keceplosan saat ditanya oleh salah seorang senior yang ikut mencari makan malam bersama dirinya dan Sinta. Ketika sedang memakai sandal di teras si senior also known as pemimpin di camp itu bertanya, "Where are we headed?"
Dengan santainya Asha menjawab, "Terserah, Miss, apa aja yang penting pedes."
Kemudian suara Miss April menggelegar mengagetkan Asha dan Sinta, "Gals! Miss Asha speak in Bahasa. Six words."
Asha kaget setengah mati. Dia membuka mulutnya ingin protes, tapi Sinta berhasil membekap mulut Asha di saat yang tepat. Sebelum protes dalam Bahasa Indonesia itu berubah menjadi hukuman yang lebih mengerikan. Sejak malam itu Asha selalu menjaga mulutnya baik-baik karena tidak ingin keceplosan lagi dan matanya selalu mengawasi keadaan sekitar saat dirinya ingin mengatakan sesuatu dalam Bahasa Indonesia.
Sepuluh menit yang lalu dirinya masih terkantuk-terkantuk antre di depan kamar mandi dan sekarang otaknya dipaksa untuk menghapal sepuluh idiom sehari-hari Bahasa Inggris, rasanya Asha ingin kabur jika dia bisa pulang ke rumahnya di Jakarta. Asha tidak pernah menyangka susana pagi di camp bisa seheboh ini. Bayangkan saja ada tiga puluh siswa yang menghapal idiom bersamaan. Sepuluh member lama membaca nyaring di teras. Asha dan member baru melakukan hal serupa di ruang tamu.
Kantuk di mata Asha hilang dalam sekejap ketika dia mulai ikut membaca nyaring bersama teman-temannya. Miss April beberapa kali membenarkan pengucapan yang salah sampai tiba saatnya seluruh idiom itu dihapus dari papan tulis lalu dia menyebutkan arti idiom itu dalam Bahasa Indonesia dan member yang ditunjuk olehnya harus menyebutkan versi Bahasa Inggrisnya.
Untung saja ujung spidol Miss April tidak menunjuk ke Asha dan kebetulan sekali di menit-menit terakhir perutnya melilit sehingga Asha meninggalkan morning class lebih cepat.
"Miss Asha!" Sinta kembali berteriak dari dalam kamar. "Miss! Cepetan! Miss."
"Wait!" Asha berteriak membalas panggilan Sinta sambil memakai pakaian di kamar mandi.
OMG! Jam tujuh kurang lima menit! Gak sempet touch up gue. Udah lah pake masker dan topi aja yang penting muka gue gak kebakar.
Asha memasukkan pouch make up-nya ke dalam tas jinjing bersama dengan alat tulisnya, lalu dia meraih tas selempang pink dan berlari menuruni tangga menyusul Sinta setelah memastikan tisu, gelang kesayangan dan saputangan ada di dalamnya.
Asha mengayuh sepeda dengan kecepatan normal menuju camp dua. Dia tidak berani adu kecepatan di jalan utama Pare yaitu Jalan Brawijaya dan bersaing tidak hanya dengan sepeda, tapi motor, mobil bahkan beberapa truk yang melintas. Untung saja Asha tahu lokasi camp dua setelah mencarinya bersama Sinta kemarin jika tidak dia pasti panik luar bisa. Sedangkan Sinta lebih beruntung lagi karena dia belajar di camp tiga, tempat mereka tinggal sehingga dia tidak perlu panas-panasan dan naik sepeda. Cukup menuruni tangga untuk tiba di kelas.
"Sorry, I'm late," ucap Asha tanpa basa-basi saat tiba di pintu camp dua. Asha menatap seseorang yang berdiri di depan papan tulis. Mungkin dia tutor mungkin juga bukan, Asha belum mengetahuinya. Penampilan seseorang di Pare sering kali mengecoh, kadang seseorang yang tidak disangka sebagai tutor adalah seorang tutor atau bahkan pemilik lembaga kursus, penampilan mereka sangat membumi dan usianya tidak jauh beda dengan siswanya.
"Please come in," jawab tutor tersebut ramah.
"Thanks."
Assalamualaikum, ucap Asha dalam hati saat melangkah. Panik karena telat dan takut dihukum, Asha sampai lupa mengucapkan salam saat masuk ke rumah orang lain. Alhamdulillah tidak dihukum karena terlambat, mungkin karena hari pertama jadi ada toleransi telat lima menit padahal Asha sudah takut. Bisa saja, kan, peraturan di kelas sama dengan peraturan camp yang disiplin.
Asha duduk di dekat pintu kamar yang ditutup sehelai kain gorden. Tempat yang tidak asik, tidak nyaman karena tidak bisa bersandar jadi pantas saja tidak ada yang menempati. Tapi mau bagaimana lagi cuma tempat itu yang kosong.
Asha meletakkan tas jinjingnya di belakang tubuhnya lalu menatap tulisan di papan tulis.
Begonya gue, Asha merutuk dalam hati ketika ingat belum mengeluarkan alat tulis dari dalam tas jinjing sedangkan benda itu sudah ditaruh di belakang tubuhnya. Tanpa repot menoleh ke belakang tangan kanan Asha menarik tas itu ke depan lalu terdengar suara pekikan yang menghebohkan kelas.
"AWW!" Teman sekelas Asha yang duduk tepat di sebelahnya mendadak berdiri membuat Asha reflek berdiri mengikutinya. Lalu disusul oleh beberapa teman di dekat mereka berdua. Seluruh mata penghuni camp dua kini menatap horor ke lantai putih yang tecemar, aroma nikmat seketika mememuhi udara kelas pagi itu lalu menyapa indra penciuman seluruh penghuni kelas.
"Siapa yang taro kopi sembarangan!" Teriak Asha jengkel.
***
Bisa ketebak kan ya teman-teman siapa yang kesiram kopi pagi. Pasti langsung ilang tuh ngantuknya.
Terlalu lambat atau enggak ceritanya? Udah bab empat, tapi masih muter di mereka berdua.
Vote & komen yang banyak ya, Beib.
See you di bab lima
Bae
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top