DUA PULUH TUJUH

***

Biasanya Lukman kembali ke camp empat setelah makan siang dan shalat, tapi kali ini berbeda. Saat ini dia duduk sendiri di warung nasi padang. Pesanannya telah diantar lima belas menit yang lalu dan belum tersentuh sama sekali. Pikiran Lukman melayang ke obrolannya bersama Dimas semalam, sedangkan di telinganya mengalun sebuah lagu dari headset yang tersambung ke ponselnya.

"Dim, kalian berdua ke Pare kenapa jalannya pisah-pisah?" Lukman tidak bisa memendam pertanyaan ini lebih lama lagi. Setelah acara kenalan selesai Lukman segera mengajak Dimas untuk ngobrol di teras camp empat.

Cukup lama Dimas terdiam, dia bingung dengan pertanyaan Lukman. "Berdua? Sama siapa?"

"Siapa lagi kalo bukan Sekar."

"Sekar ada di Pare?!" Bukannya menjawab Dimas malah balik tanya.

"Kenapa dari tadi kayak bingung gitu?" Lukman semakin heran dengan reaksi Dimas. Kebingungan tercetak jelas di wajah teman SMA-nya.

"Aku emang beneran bingung, Man. Aku enggak tahu Sekar ke Pare dan aku juga enggak bilang kalo mau ke sini."

"Serius?"

"Iya. Serius," jawab Dimas menyakinkan.

"Aku heran sama kalian. Kalian lagi berantem?"

"Loh! Koe enggak tahu. Sekar enggak cerita?" Dimas heran karena Lukman tidak tahu tentang hubungannya dengan Sekar. Biasanya Sekar selalu menceritakan apapun pada sahabatnya ini. Lukman.

"Cerita apa?" Lukman heran dengan pertanyaan Dimas. Apa yang disembunyikan Sekar darinya selama ini? Tumben sekali Sekar main rahasia-rahasiaan dengannya.

"Aku udah putus sama Sekar. Karena itu enggak bilang kalo mau ke sini."

Lukman tidak tahu respon seperti apa yang harus diberikan ke Dimas sekarang atau ke Sekar nanti ketika bertemu. Satu sisi dia merasa senang, tapi di sisi lain dia kesal ke Dimas karena telah membuat sahabatnya sedih. Lukman dengan jelas tahu sebesar apa perasaan Sekar untuk Dimas.

"Eh!" Lukman terperanjat ketika headset di telinga kirinya dicabut. Seketika kepalanya menoleh ke sebelah kiri, Lukman menemukan Asha agak menunduk di sebelahnya. Rupaya gadis itu ingin ikut mendengarkan musik yang mengalun dari ponsel Lukman.

"Izin dulu bisa, kan. Jangan maen cabut aja!" tegur Lukman.

Bukannya marah Asha malah terus mendengarkan lagu. Dia ingin mendengar lebih jauh lagu yang sedang didengar Lukman. Setelah bisa menebak inti lagu tersebut Asha mencopot headset dari telinganya lalu diserahkan kembali ke Lukman.

Tanpa pikir panjang Asha duduk di kursi seberang Lukman. Dia duduk begitu saja tanpa minta ijin lebih dulu padahal Lukman ingin menyendiri. Karena alasan ini juga dia makan di warung nasi padang bukan di tempat makan yang biasa dijadikan tempat nongkrong anak Miraculous.

"Gue udah nyapa, tapi lo diem aja. Serius banget ngelamun."

Lukman tidak menjawab pertanyaan Asha dan mulai menyentuh nasi dan telur dadar padang di piringnya tanpa minat.

"One side love is hard." Asha berkata lirih.

Sendok di tangan Lukman lepas, meyebabkan bunyi cukup nyaring di meja mereka. "Jangan sok tahu!" Nada tidak suka terdengar jelas dari suara Lukman. Dia kesal jika ada orang yang tiba-tiba menebak kondisinya. Apalagi jika tebakannya benar.

"Gue enggak sok tahu. Gue masih inget pertanyaan lo dan lagu yang lo dengerin buktinya."

"Lagu enggak bisa jadi bukti," elak Lukman.

"People only listen to a song that express their feeling. It's because the lyrics means everything they're trying to say."

Lukman semakin kesal karena Asha bisa menjelaskan dengan lengkap dan masuk akal mengapa dia menuduh Lukman sedang mengalami cinta bertepuk sebelah tangan. Dan Lukman juga mengutuk keras kebodohannya, kenapa dia tiba-tiba curcol ke Asha? Kalau sudah begini, kan, Asha jadi memegang kartunya padahal selama ini Lukman berhasil menutupi hal ini dari siapa pun. Bahkan Sekar sendiri tidak menyadarinya.

Asha bisa memahami perasaan Lukman dengan baik. Cinta bertepuk sebelah tangan dan diputuskan sama saja, kan, rasanya. Sama-sama tidak bisa bersama dengan orang yang disayang. Karena sedang mengalami kesulitan yang sama, Asha tidak ingin menganggu Lukman lebih lama.

"Listen, Luke. When you're not sure flip a coin, because when it is in the air you realize which one you're actually hoping for," saran Asha sebelum beranjak dari kursinya.

Sikap Lukman semakin menyebalkan. Dia pura-pura tidak mendengar saran Asha, tapi Asha yakin Lukman mendegarnya dengan jelas. Dia hanya malu karena semua ucapan Asha tadi benar semua. Termasuk tebakan cinta bertepuk sebelah tangannya.

"Lo enggak jadi makan?" tanya Lukman ketika melihat Asha mencangklong tas pink-nya di bahu.

"Jadi, gue makan di camp aja." Asha mengangkat plastik berisi nasi padang tepat ke depan wajah Lukman. "Nih. Buat lo biar semangat lagi." Asha meletakkan segelas jus jeruk di sebelah piring Lukman lalu Asha berlalu dari hadapan Lukman.

Lukman menatap kepergian Asha. Sejak kapan si pengeluh menjadi bijak? Bahkan emosi gadis itu tidak terpancing ketika Lukman mejadi defensif.

***

Sekar berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya. Hatinya gundah karena seseorang yang dia lihat ketika kembali ke camp lima setelah makan siang?

Itu beneran dia atau bukan? Sekar tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena kejadian tadi berlalu dengan cepat dan gadis itu memakai topi hitam. Mereka berpapasan di jalan ketika keduanya sedang  mengayuh sepeda.

Enggak mungkin dia. Masa dia ada di sini juga, suara hati Sekar meyakinkan dirinya sendiri bahwa yang dia lihat adalah orang lain atau seseorang yang mirip. Pasti seperti itu karena beberapa hari ke belakang dia sering melihat fotonya. Membandingkan dirinya sendiri dengan gadis itu.

Sekar membuka galeri ponsel untuk melihat fotonya bersama Dimas yang diambil tahun lalu saat hari raya Idul Fitri. Itu adalah foto terakhir mereka sebelum putus. Sekar sengaja berkeliling Pare dengan harapan bisa berpapasan dengan Dimas di jalan meskipun dia belum terbiasa mengendarai sepeda. Setiap akan menyebrang jalan gadis itu harus turun dan memapah sepedanya karena tidak berani membelah jalan di tengah kendaraan yang lalu-lalang. Padahal dia sudah menunggu sampai jalanan sepi, tapi tetap saja gugup dan stang sepedanya goyah ketika menyebrang.

Sekar sudah berusaha untuk tidak meminta bantuan Lukman karena dia tahu seserius apa pria itu jika sedang belajar. Karena mereka berdua datang ke Pare dengan tujuan yang berbeda, sebisa mungkin Sekar tidak ingin menganggu sahabatnya.

Apa sebaiknya dia cerita yang sebenarnya saja ke Lukman? Atau meminta Lukman bertanya di mana Dimas belajar? Tapi jika Lukman bertanya kenapa tidak tanya langsung itu artinya sama saja, kan, Sekar harus menceritakan semuanya ke Lukman.

Sekar menutup galeri fotonya kemudian mengetik pesan untuk Lukman. Sekar belum bisa bercerita ke Lukman. Bukan hari ini, mungkin besok atau lusa ketika dia masih belum bertemu Dimas setelah keliling Pare dengan Lukman.

Sekar : Ngko sore keliling pare yok

***

Alhamdulillah bisa update lagi.

Xoxo
Bae

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top