DUA PULUH SEMBILAN
***
Asha menunggu di parkiran sepeda camp dua. Dia tidak berani menunggu di dalam karena camp dua adalah sarang penyamun. Sebutan khusus Asha untuk camp laki-laki. Sambil menunggu kelas grammar dimulai Asha berbalas pesan dengan papahnya dan dia juga tidak lupa untuk mengirim pesan ke Celia. Sampai saat ini Asha masih berusaha untuk mendapatkan maaf dari sahabatnya itu.
"Morning."
Asha menghentikan kegiatannya sejenak ketika mendengar seseorang menyapanya lalu senyum di wajah gadis itu merekah sebagai balasan untuk sapaan tadi. Seperti biasa Lukman dan Rohman tiba tak lama setelah Asha. Mereka memarkir sepeda di sebelah sepeda Asha dan karena datang paling pagi sepeda mereka berada di ujung gang sehingga jika mau keluar harus menunggu sepeda lain keluar dulu. Rohman segera menempatkan diri di samping Asha dan bertanya apa yang sedang dilakukan gadis itu.
"Who are you texting with?"
"The most handsome man in my life."
Jawaban Asha membuat Lukman jengah, dia segera masuk ke dalam camp dua setelah rokok yang baru disundutnya diinjak sekuat tenaga. Padahal pikirannya sedang kalut, dia berharap kakalutannya akan ikut menguap bersama dengan asap rokok.
The most handsome man in my life. Lukman jijik dan geli sendiri mendengar kalimat itu. Norak. Asha pasti sedang chating dengan Dimas. Ketika meninggalkan camp empat Lukman melihat Dimas duduk di atas sepedanya. Dia sudah siap berangkat menuju camp enam tempatnya belajar, tapi dia tidak bergerak dari posisinya malah sibuk memainkan ponsel sambil senyum-senyum tidak jelas. Lukman yakin dia sedang berbalas pesan karena gerakan tangannya seperti sedang mengetik sesuatu bukan bermain games.
Lukman masuk ke dalam kamar mandi. Setelah mengunci pintunya dia menyandarkan punggungnya di pintu kamar mandi kemudian menyalakan kran air. Dia sengaja menunggu teman-temanya duduk di ruang tamu camp dua lebih dulu karena jika dia masuk sekarang Asha dan Rohman pasti segera duduk di dekatnya. Saat ini Lukman ingin menjauh dari mereka berdua, terutama Asha.
Taktik Lukman berhasil. Selama belajar grammar dia duduk bersandar di depan, dekat dengan papan tulis. Setelah selesai mengerjakan soal latihan, diam-diam Lukman memperhatikan Asha yang sedang bertanya ke Miss Nurul tentang passive voice dan sampingnya Rohman ikut memperhatikan. Lukman menyayangkan kenapa Asha yang merebut Dimas dan membuat Sekar sedih padahal Lukman mulai menyukai Asha sebagai teman.
***
Dimas : Sha. Gue ada di camp 2
Dimas : Mau ngajak lo sarapan bareng
Kebiasaan banget si Dimas. Suka tiba-tiba muncul di depan rumah. Sekarang malah di depan camp dua, batin Asha.
Asha gelisah setelah mendapat kejutan pesan dari Dimas, dia tidak suka terlambat apalagi membuat seseorang menunggu. Kelas grammar pagi ini berlangsung lebih lama karena kesalahan Lukman. Dia malah bertanya ke Miss Nurul pukul setengah sembilan kurang lima menit. Seandainya saja dia bertanya lebih awal sama seperti dirinya, kan, tidak perlu keluar terlambat. Kasihan Dimas yang lama menunggu di depan gang camp dua.
"Aduh! Sepeda gue di dalem banget lagi parkirnya," keluh Asha.
Asha tidak bisa memundurkan sepedanya karena dari sisi kanan ada sepeda milik Lukman dan Rohman, sedangkan di sisi lainnya banyak sepeda teman-temannya. Mereka bisa roboh lagi jika Asha tidak hati-hati saat memundurkan sepeda. Bukannya cepat malah tambah kerjaan. Gang di depan camp dua tidak lebar sehingga harus ekstra sabar dan hati-hati.
"Sha!" Rohman memanggil Asha yang menjauh dari camp dua tanpa sepedanya. "Where are you going?"
Asha menoleh karena panggilan Rohman. "Breakfast."
"Enggak join sama kita."
"Pas dulu, Man. Gue mau ditraktir sarapan. Bye." Asha melambaikan tanggannya.
Dimas tersenyum lebar sampai lesung di pipi kirinya tampak karena melihat Asha berjalan tanpa sepeda. Jika seperti ini artinya Asha pasti minta di bonceng, kan?
Selama ini jika mengajak Asha pergi mereka selalu bertemu di tempat yang ditentukan. Jarang Asha minta di jemput kecuali Dimas yang tiba-tiba muncul di depan rumahnya. Dan mereka lebih sering nenggunakan taksi ketika di Jakarta. Dimas sering berhayal bisa membonceng Asha di atas sepeda motornya. Jadi bisa dibayangkan betapa bahagianya Dimas saat ini meskipun membonceng Asha dengan sepeda.
"Mau makan di mana?"
"Gue yang tentuin, nih? Gak boleh protes ya."
"Emangnya gue pernah protes lo, Sha?"
"Enggak pernah," jawab Asha dengan cepat. "Kita makan bubur aja. Mau?"
"Oke."
Asha mengarahkan Dimas untuk mengikuti petunjuknya. Dia mengajak Dimas makan bubur ayam di tempat yang sama ketika dia ribut dengan Lukman dulu. Asha tidak sempat survey bubur ayam yang paling enak di Pare. Hanya bubur ayam di Jl. Brawijaya yang sempat dicoba dan rasanya cocok di lidah gadis itu sehingga dia membawa Dimas ke sini. Asha yakin jika makanan yang dipilihnya pasti cocok dengan indra perasa Dimas. Selama ini Dimas dan Asha selalu satu suara tentang makanan.
"Nih, pake ini." Dimas menaruh sapu tangan di pangkuan Asha. "Gue tahu lo enggak tahan sama panas."
Asha mengulum kedua pipinya untuk menahan tawa. Dimas berlebihan menanggapi tentang dirinya yang tidak tahan panas. Memang salah Asha yang tidak memberikan info secara lengkap. Benar dia itu tidak tahan panas, tapi panas yang di maksud adalah cuaca panas. Bukan panas dari mangkuk bubur di tangannya.
"Thanks." Asha menerima kebaikan Dimas dan meletakkan sapu tangan tersebut di antara tangan dan mangkuk bubur. "So ... what's bring you here?" Asha bertanya sambil mengaduk bubur ayamnya.
"You."
"Me?" Asha menunjuk wajahnya sediri. Dia tidak percaya jika ada seseorang yang rela jauh-jauh datang ke Pare hanya untuk dirinya.
"Iya, gue, kan, kangen. Emang lo enggak kangen?"
Alih-alih menjawab, Asha malah tersenyum sampai kempot di sudut kiri bibirnya terlihat dalam. Ketika bicara saja bagian itu menjadi magnet di wajah Asha apalagi saat senyum. Dimas jadi gemas sendiri dengan tingkah Asha. Seandainya saja hanya ada mereka berdua dan penjual bubur, Dimas pasti telah menjawil pipi putih dan mulus Asha yang menjadi dambaan setiap wanita.
***
Bab ini lebih pendek dari bab sebelumnya. Semoga kalian suka.
Xoxo
Bae
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top