DUA PULUH EMPAT
***
"Tadi lo ketemu siapa sih di dalem? Gue sampe muter dua kali," tanya Tedi dengan kesal.
Ketika melewati terminal satu A Bandara Juanda Tedi tidak melihat batang hidung Asha padahal dengan jelas Tedi mengirim pesan tunggu di depan supaya gadis itu bisa langsung masuk ke mobil saat Tedi tiba. Karena banyak mobil yang menekan klakson di belakangnya Tedi tidak bisa menunggu terlalu lama.
"Sorry banget, Kak."
"Lo tahu, kan, kalo gue ada janji sama cewek gue."
"Iya tahu. Entar gue deh yang jelasin sekalian minta maaf." Setelah memberikan solusi untuk masalah Tedi, Asha memilih diam karena kepalanya sibuk memutar pesan terakhir Alma dan juga kebaikan Untari di bandara.
Diamnya Asha membuat Tedi melirik ke arah gadis itu. Asha tidak biasa diam seperti ini, biasanya dia akan membalas ucapan Tedi seperti ini, "Pasti deh lo ada salah sama Mbak Mayang. Lo salah apa sampe setakut ini?"
Pertanyaan-pertanyaan sok detektif ala Asha dan selalu berakhir dengan menyalahkan Tedi. Salah satu prinsip sepupunya dalam berhubungan adalah kaum hawa selalu benar dan sebaliknya untuk kaum adam. Setelah itu Asha akan menyarankan, "Ya udah kasih voucher seharian ke salon aja, Mbak Mayang pasti happy lagi. Cewek kalo udah happy gampang maafin cowok. Sekalian voucher buat gue juga."
Saran yang diberikan Asha memang ampuh untuk mengembalikan mood Mayang, tapi sukses membuat dompetnya kempes. Apalagi ditambah Asha. Dia itu aji mumpung banget kalau ada yang mau bayarin ke salon, maksa minta dibayarin juga dan pasti semua treatmet dicoba. Pernah Tedi mengantar Asha ke Salon pukul sepuluh pagi dan baru selesai pukul empat sore. Untung saja saat itu salon yang dipilih Asha dekat dengan mal, jadi dia bisa membunuh waktu dengan makan dan bermain di arena permainan.
"Lo belom jawab pertanyaan gue."
"Ketemu keluarga Tante Untari terus gue diajakin makan."
Tedi menoleh karena terkejut dan Asha tahu keterkejutan itu, tapi pura-pura tidak tahu. Sampai saat ini Asha masih belum siap untuk melalukan QNA tentang dia, papahnya dan Untari dengan siapa pun.
Begitu pun dengan Tedi, dia memilih diam meskipun dadanya penuh dengan pertanyaan tentang Asha. Apa yang terjadi selama dua minggu terakhir? Apa yang dia lewatkan? Kenapa masalah Asha melesat secepat komet? Asha mau diajak makan satu meja oleh Untari dan keluarganya, apa yang sudah dilakukan Untari sampai Asha sedikit luluh seperti sekarang?
Tedi mengulum bibirnya, berusaha agar tidak ada pertanyaan yang lolos dari sana. Tedi memilih untuk menunggu sampai gadis itu sendiri yang melanjutkan ceritanya. Selanjutnya Tedi kembali fokus menatap ke jalan beraspal di depan, tapi telinganya siap menangkap suara Asha kapan pun. Ditambah suasana di dalam mobil yang sepi, telinga Tedi pasti mendengar gadis itu meskipun hanya gumaman.
"Minggu lalu juga Tante Untari sama anaknya jenguk gue di Pare."
Kali ini Tedi tidak dapat menutupi kekagetannya, dia menoleh lalu menatap Asha lekat-lekat karena penasaran dan mencoba menebak kondisi Asha dari wajahnya, tapi dia tidak bisa melakukannya karena Asha memalingkan wajahnya ke jendela. Tedi jadi bingung sendiri. Kenapa Asha tidak cerita? Minggu lalu ketika ke Surabaya juga tidak ada gelagat aneh. Selain itu Tedi juga yakin jika Asha tidak mengatakan tentang ini ke papahnya.
Sepertinya Tedi tidak memiliki pilihan lain selain mengirim mereka berdua ke salon. Pacarnya sedang marah ditambah Asha yang galau bisa membuat seluruh akhir pekannya kacau. Daripada hal itu terjadi lebih baik dompetnya saja yang merana. Semoga saja setelah keluar dari salon Asha kembali ceria dan Mayang bisa memaafkannya.
Mendapatkan maaf dari Mayang lebih mudah jika Asha kembali ceria. Tedi akan meminta Asha merayu Mayang supaya segera memaafkannya.
"Are you oke?"
"Oke."
"Elo enggak diapa-apain, kan?"
"Ya enggak lah. Lo kira gue diapain. Enggak lihat apa gue masih cantik begini. Enggak ada memar atau cakaran di muka gue, kan?"
"Tapi kepala lo enggak baik-baik aja, kan?
"Kepala gue agak pusing dan mereka semua orang baik. Lo jangan mikir yang aneh-aneh."
Malah baik banget. Mana ada sih teman Papah yang jahat. Tapi ... gue enggak bisa ngebayangin foto-foto Mamah diturunin, suasana dan penataan interior yang berganti mengikuti selera pemilik rumah yang baru. Walaupun gue yakin Tante Untari enggak setega itu, tapi kemugkinan terburuk tetap saja ada, kan? Intinya adalah gue enggak mau jejak Mamah hilang dan dilupakan oleh Papah.
"Sekarang lo udah bisa ngebela Tante Untari, beda sama dulu. Om Adi cerita kalo lo langsung marah pas denger nama Tante Untari disebut terus kabur ke mal, pulang malem."
Iya, sih, gue emang salah udah tutup mata dan telinga dari segala hal tentang Tante Untari. Bukan tanpa alasan gue begitu, tuh. Gue takut luluh. Sekarang aja gue mulai bimbang setelah mengenal Tante Untari sama keluarganya. Terutama Kak Alma. Semua omongannya dia bener semua.
***
"Udahan teleponnya?" tanya Tedi ketika Asha bergabung dengannya di depan TV. Sejak satu jam yang lalu Asha mengoceh di telepon dengan seseorang yang dipanggil 'mas'.
Konsentrasi Tedi pecah sejak Asha menelepon, matanya tidak fokus menatap layar TV yang menayangkan siaran ulang Liga Inggris. Tedi memasang telinganya baik-baik karena ingin menguping pembicaraan gadis itu tadi. Selesai menguping Tedi berusaha mengintip layar ponsel Asha saat gadis itu duduk di sebelahnya. Apa satu jam ngobrol di telepon enggak cukup sampai harus menambah durasi dengan chating?
"Pacar baru?" Tedi tak tahan untuk bertanya.
"Kepo."
"Masa bukan pacar lama banget teleponnya terus chating lagi."
Pacar baru atau bukan nanti juga ketahuan. Yang jelas Tedi senang karena itu artinya Asha mulai membuka diri lagi. Dan Tedi juga merasa puas dan bangga pada dirinya sendiri karena keputusannya untuk mengirim Asha ke Pare sangat tepat. Asha bisa melupakan masalahnya dengan Celia sejenak dan mendapatkan teman baru. Awalnya Tedi mengira Asha hanya bertahan satu minggu di Pare, ternyata perkiraannya meleset. Sudah dua minggu Asha di Pare, bahkan dia punya pacar baru.
"Lo yakin enggak pindah ke kosan buat dua minggu ke depan?" Tedi kembali memastikan keputusan Asha untuk tetap tinggal di camp. Jangan sampai Asha minta pindah mendadak di tanggal dua puluh lima karena kosan pasti sudah penuh dan Tedi tidak ingin cuti hanya untuk mencari sebuah kamar kos di Pare.
"Enggak. Gue udah nyaman sama roommate gue."
"Enggak jadi pindah tempat kursus juga?"
"Enggak."
"Enggak ngeluh lagi soal hapalan?"
"Enggak. Di mana-mana hapalan sama aja pusingnya."
Tumben. Ada apa dengan Asha? Kenapa tiba-tiba menjadi dewasa seperti ini? Padahal biasanya dia langsung minta pindah apalagi jika Untari telah menemuinya. Asha yang dulu, kan, seperti itu. Dia akan menghindar dari hal-hal yang tidak dia sukai atau membencinya. Agar hidupnya kembali damai.
Tedi tidak keberatan dengan sikap buruk Asha yang ini sekarang, tapi suatu saat nanti harus diubah. Menghindar memang bisa memberikan kedamaian, tapi hanya sementara karena tidak menyelesaikan masalah.
Jika diingat lagi sepertinya sepupu kesayangan Tedi ini mulai berubah sejak tinggal di Pare. Selama di Pare Asha menghadapi masalahnya sendiri mulai dari yang sepele seperti hapalan, cuaca panas. Bahkan yang berat yaitu Untari.
"Kak. Gue tidur duluan ya." Suara Asha menghancurkan analisa di kepala Tedi.
Tedi segera mengecilkan suara TV supaya tidak mengganggu Asha. Tinggal di apartemen tipe studio yang minimalis membuat suara TV terdengar ke seluruh penjuru ruangan. Ketika Asha menginap Tedi akan tidur di sofa dan mengikhlaskan kasurnya untuk gadis itu. Sesekali Tedi mengintip Asha, dia kira Asha benaran mau tidur ternyata chating lagi. Terserah Asha mau tidur jam berapa. Tedi tidak keberatan selama gadis itu tidak maraton nonton drama sampai subuh lalu masuk angin.
TV dimatikan oleh Tedi setelah siaran ulang Liga Inggris selesai. Sekali lagi Tedi mengintip Asha dari sofa Sebelum menarik selimut dan melihat sepupu kesayangannya sudah terlelap.
"Masih belom tidur, Sha?" Tedi bertanya dari posisi tidurnya ketika mendengar Asha bergerak gelisah mencari ponselnya di bawah selimut.
"Udah, tapi kebangun. Hape gue bunyi." Asha segera memutuskan panggilan dan mengubah nada dering ponselnya menjadi getar supaya tidurnya dan Tedi tidak terganggu. Sebelum terlelap Asha membalas pesan si penelepon.
Dimas : Sha, beneran kan lo masih di Pare?
Dimas : Sha
Asha : Iya, iissshh
Asha : Udah ah gue ngatuk. Awas aja kalo telp gue lagi
Asha : Gue blokir sampe besok siang
***
Virtual kiss and hug to my readers.
Xoxo
Bae
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top