DELAPAN

***

Dia ke mana? Tiga hari gak ada kabar.

Lukman berulang kali melihat aplikasi pesan berwarna hijau di ponselnya sejak pagi. Setelah percakapan terakhir mereka semalam dia menghilang begitu saja. Mungkin terlalu berlebihan jika mengatakan sahabatnya menghilang karena Lukman yakin saat ini Sekar, sahabatnya sejak kecil ada di kota kelahiran mereka hanya saja mungkin dia sedang ada urusan sehingga belum sempat membalas pesannya.

Lagi-lagi mungkin. Lukman menghela napas lelah. Dirinya sebal dengan hal yang tidak pasti seperti ini karena di kepalanya sering menduga hal yang buruk.

"Makan, Man." Mr. Rui menarik Lukman kembali dari segala dugaan di kepalanya. "Krengsengan is more testy when it hot."

Mr. Rui, senior mereka yang sedang mengambil stage two mengajak juniornya makan malam dengan menu krengsengan. Baginya tidak ada yang lebih nikmat di Kampung Inggris selain krengsengan karena panas dan pedas. Jika kepala sedang penuh dengan materi solusinya adalah krengsengan. Dijamin otak kembali encer untuk menghapal.

Mereka berlima pesan empat porsi krengsengan dan lima nasi. Padahal satu porsi krengsengan cukup untuk berdua, tapi karena mereka sedang kelaparan dan hapalan yang berjejalan di kepala membuat mereka kalap.

Ketika sedang asik menikmati krengsengan muncul sosok yang menggemparkan kelas mereka karena permainan gitarnya di evening class. Bahkan sekarang namanya cukup dikenal di camp lain karena Miss April ikut menyebarkan kehebohan evening class camp dua semalam. Stasusnya dilihat oleh tutor lain dan mungkin saja para tutor itu memperlihatkannya pada member camp mereka masing-masing.

Lukman langsung menyadari kedatangan Asha saat turun dari mobil karena posisi duduknya yang menghadap jalan Anyelir.

"Ini tempat makan favorit gue di sini, Sha," terang Tedi saat mereka memasuki area penjual krengsengan.

"Rame banget, Kak. Ada tempat kosong atau enggak?" Asha membalas ucapan Tedi. Sebenarnya Asha ingin tempat makan yang lebih sepi supaya bisa leluasa ngobrol dengan Tedi tanpa merasa diburu-buru oleh pembeli lain. Tidak asik, kan, jika sedang makan lalu bangku yang sedang diduduki diincar oleh orang lain.

"Di situ ada tempat kosong." Tedi menunjuk dengan dagunya. "Gak masalah, kan, duduk bareng yang lain?"

Asha menggeleng sebagai jawaban. Enggak semenjak gue datang ke tempat ini. Di sini gue harus terbiasa makan ngumpul bareng orang lain yang gue kenal atau enggak. Satu meja atau ngedeprok di lantai, Asha menambahkan dalam hati.

Jika di Jakarta hal ini mustahil, jangankan dilakukan terlintas dipikirannya saja tidak pernah. Makan satu meja bersama orang asing. Hell No!

"Kalian lagi." Asha terperangah tak percaya. Bertemu teman-teman sekelasnya di sini. Sarapan bersama, seharian di kelas yang sama bahkan makan malam pun bersama meskipun tidak sengaja bertemu. Dari sekian banyak tempat makan di Pare mereka malah berkumpul di sini, kecil sekali Kampung Inggris ini. "Bosen gue."

"Hai, Mas." Lukman menyapa Tedi dan mengabaikan keluhan Asha.

"Lo kenal?" bisik Rohman heran. "Dia pacarnya? Pinter juga ya si Asha cari yang udah mapan."

Lukman melotot mendengar celetukan Rohman, bagaimana jika di dengar Asha dan Tedi? "Ssst! Jangan ngasal. Dia itu kakaknya."

"Kenalin dong. Temen kalian cantik banget," seloroh Mr. Rui disertai anggukan kedua temannya yang lain lalu tatapan mereka kembali ke Asha yang sedang mengikat rambut. Asha hanya menyapa singkat karena tidak ingin mengganggu mereka makan. Jika mereka menyelesaikan makan malam dengan cepat, pembeli yang sedang mengantre bersama Tedi bisa segera duduk dan makan.

"Sha!" Rohman menengadah di atas kepala Lukman memanggil Asha. Lukman duduk di antara Asha dan Rohman. "Kenalin. Temen-temen camp gue."

"Kenalin gue gurdian angel-nya Asha." Tedi menyela saat Asha akan menyapa teman-teman barunya. Sisi overprotective dalam diri Tedi muncul saat Asha dikerubungi para pria. "Tedi."

Setelah perkenalan singkat tadi mereka bedua ikut aktif dalam obrolan di warung krengsengan. Mr. Rui bahkan sengaja memesan satu porsi krengsengan lagi supaya bisa duduk lebih lama di sana. Pembicaraan di mulai dengan memuji penampilan Asha di evening class lalu ke Tedi yang menceritakan jika dia dua kali ke Kampung Inggris saat kuliah dan membandingkan perbedaan dulu dan sekarang.

"Sekarang banyak ayam geprek. Dulu waktu jaman gue belom ada," terang Tedi.

"Jelas dong, lo, kan, angkatan lama. Beda benerasi, Bro." Asha tidak tahan untuk membuat Tedi kesal.

Obrolan mereka terhenti saat pesanan Tedi dan asha tiba. Asha menatap heran krengsengan di hadapannya lalu ke Tedi lalu ke krengsengan lagi. "Kak. Gue disuruh makan pake tangan gitu?"

"Ya iya masa pake kaki."

"Bukan itu maksud gue, Tedi!" jawab Asha dengan sewot. "Kalo begini gue gak bisa makan pake sendok."

"Pake Kakak." Tedi mengingatkan Asha. "Terus sekarang lo maunya apaan? Dari tadi bukannya bilang mau makan apa? Sekarang malah protes."

"Lo tega deh sama gue."

"Sha, gue udah laper banget. Kaki gue lemes, enggak bisa jalan dan harus isi tenaga buat balik ke Surabaya. Kalo mau makan yang lain pesen sendiri." Karena khawatir Tedi datang ke Pare sore ini setelah jam kerjanya selesai untuk mengecek kondisi Asha padahal hari ini bukan weekend.

Perdebatan mereka menjadi tontonan gratis di meja itu. Jengah tercetak jelas di wajah Lukman, dia tidak menyangka di tengah acara makan bersama yang menyenangkan sikap jelek Asha keluar begitu saja. Sedangkan yang lain menggeleng tidak percaya karena baru tahu Asha memiliki sifat yang menyebalkan di balik wajah manisnya.

"Trus kuku gue gimana?" Asha menatap putus asa warna-warni kukunya padahal sore tadi Asha baru saja menghapus warna hijau lalu menggantinya dengan warna yang lebih cerah. Asha tidak rela jika ada minyak atau bumbu masakan yang menempel di sana.

Jika pesan menu baru pasti terlambat ikut evening class. Lagi pula dia bosan dengan menunya. Hampir setiap malam dia makan nasi goreng atau nasi mawut, keduanya sama-sama digoreng. Mau tidak mau karena tidak ada pilihan lain Asha harus rela makan nasi hanya dengan kuah krengsengan. Asha menyendok kuah krengsengan lalu mencampurnya bersama nasi tanpa minat.

Asha jadi penasaran ketika melihat Tedi menikmati makan malamnya. Tidak ada lagi Tedi yang mengkhawatirkan Asha yang ada di kepala Tedi saat ini hanya krengsengan dan menghilangkan lapar yang ditahannya sejak di Surabaya. Ekspresi yang sama juga ditunjukan oleh teman-temannya tadi. Seenak apa sih makanan ini? Asha jadi penasaran.

"Enak banget ya, Kak." Asha tak tahan untuk bertanya.

"Lo cobain sendiri," jawab Tedi setelah menelan makanannya. Kalimat pamungkas supaya Asha tidak banyak tanya.

Suasana meja mereka lebih tenang sejak perdebatan tak penting Asha dan Tedi. Lukman bahkan kehilangan selera makannya sejak mendengar Asha mengeluh. Tanpa sadar Lukman jadi memperhatikan gadis di sebelahnya. Kira-kira dia beneran ambil tulang ayam itu dengan kuku warna-warninya atau tidak?

Asha kembali menyemprotkan hand sanitizer ke telapak tangannya lalu tangannya terulur dengan ragu ke atas krengsengan yang masih mengepulkan asap. Jemarinya hampir menyentuh tulang ayam di piring lalu dia mengepalkan tangannya lagi, tapi kemudian tangan itu terulur lagi dan mengambil potongan kecil tulang ayam. Asha menatap tulang ayam dengan sedikit danging warna coklat di tangannya. Kuahnya menetes ke atas piring nasi di hadapan Asha. Perlahan dia mendekatkan tulang itu ke mulutnya. Asha menyecap pelan lalu menggigit danging yang menempel di tulang ayam itu.

"Ih! Kok enak sih, Kak!"

"Apa gue bilang," balas Tedi sambil membusungkan dada dengan bangga.

Pantes aja mereka tambah terus, emang seenak itu. Pedes dan asam karena jeruk nipis apalagi masih panas begini. OMG! Untung gue cobain kalo enggak nyesel banget. Kerinduan Asha akan makanan pedas terobati. Selama di Pare jika ingin makan pedas biasanya dia meminta potongan cabe rawit segar.

"Pesen lagi gih, Kak. Gak bakalan cukup kalo sepring berdua."

Lukman menghembuskan napas lega. Kenapa gue jadi nahan napas liat dia makan?

***

Aloha readers tercinta. Maaf ya telat satu hari updatenya.

Yang vote sebelum baca thank you so much. Yang vote setelah baca komen ini peluk kalian.

Semoga kalian suka. Ditunggu saran dan kritiknya.

Kenapa Lo sampe nahan napas segala, sih, Luke? Apa Asha udah seheboh Ncess Nabati?

Note : pitcure from Pinterest

Jakarta yang mendung.
Bae

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top