Perjalanan Keenam
Pukul Sembilan lebih tiga puluh menit, Natsumi sudah termangu di depan pintu masuk shinkansen. Ia terpaku tanpa arah tujuan di depan papan elektronik tanda keberangkatan shinkansen.
"Menghindar kemana lagi hari ini?" Natsumi tidak jelas kemana langkahnya akan melaju hari ini
Hari ini natsumi tidak memiliki jadwal apapun. Baru akan menentukan.
"Midori?" ujar natsumi menyebutkan nama sahabat dekatnya sambil menatap jadwal shinkansen kearah kokura. "Tidak, tidak, tidak enak terus menerus merepotkannya," Natsumi membatalkan niatnya.
Ia putar balikan badannya dan berjalan menuju arah keluar pintu bagian selatan stasiun Hiroshima. Tiba-tiba pandangan tertarik pada deretan tram kota yang berjejer rapi menunggu penumpang.
"Hiroshima Peace Memorial Park," natsumi memberikan pilihan untuk dirinya sendiri "duduk sejenak, sambil berpikir kearah mana perjalananku selanjutnya disana sepertinya menarik," Lanjutnya.
Natsumi pun melangkahkan kakinya dengan cepat menuju halte tram nomor enam dengan tujuan Atomic Bomb Dome. Cukup rame orang hari ini, selepas memasuki Tram ia langsung berjalan mendekati pintu keluar. Ada salah satu tempat duduk yang masih kosong. Ia jatuhkan bokongnya pasrah. Pikirannya pun terusik. Sampai kapan ia harus melakukan hal ini terus menerus. Menghindari ibunya sendiri.
Karena diburu perasaan harus keluar dengan cepatnya dari rumah, natsumi memakai pakaian sekenanya. Ia hanya memakai atasan kemeja putih yang di tutupi blazer agak tebal. Sementara bagian bawah ia memakai rok diatas lutut dan sepatu boot cantik kesayangannya. Angin awal musim dingin sesekali menyeruak di kakinya yang tidak tertutup rok atau sepatu. Agak dingin memang, sedikit salah ia mengenakan style musim gugur di awal musim dingin seperti ini dan berjalan-jalan keluar.
Namun di dalam Tram lebih hangat, pemanas Tram bekerja dengan sempurna melindungi Natsumi dari rasa dingin. Tram melewati beberapa halte untuk sampai ke Hiroshima Peace Memorial Park. Dari stasiun Hiroshima, Sekitar seratus sembilan puluh yen per perjalanan. Tidak terlalu mahal untuk sebuah usaha melarikan diri dari rutinitas atau kenyataan kelam.
Duduk di taman dengan pilihan baju yang dikenakan natsumi sekarang bisa jadi pilihan buruk. Namun natsumi pantang menarik keputusannya. Baginya keputusan yang sudah ditentukan memiliki tingkat kewajiban untuk dipenuhi apapun resikonya. Natsumi merasa dinginya udara luar Hiroshima tidak sebanding dengan apa yang ia rasakan secara mental.
Kalau saja udara dingin tersebut dapat membekukan kenangan buruk di kepalanya. Hingga kemudian dia lupa bahwa kenangan itu telah membatu bersama waktu, itu merupakan pilihan paling membahagiakan bagi natsumi.
Ia lega, tidak pernah sekali pun ada kenangan bersama ayahnya di Hiroshima Peace Memorial Park.
Natsumi coba mengingatnya lagi, "Tidak ada," setidaknya ia tenang, ia tidak pernah pergi ketempat paling nyaman di Hiroshima. Sebuah tempat dimana banyak sekali orang hiroshima mengontemplasikan diri sendirian duduk di bangku tamannya. Ia tidak pernah pergi bersama bajingan yang memberikan kenakangan buruk di masa kecilnya.
"Next, Atomic Bomb Dome, Next Atomic Bomb Dome" begitulah bunyi informasi dari dalam tram.
Natsumi terlihat panik, ia lupa dimana ia menaruh Kartu trip yang biasa ia gunakan sehari-hari. Semacam kartu langganan bulanan yang di dalamnya terisi sejumlah nominal uang. Tram pun sampai. Setelah memasukan satu uang seratus sembilan puluh yen ke sebuah kotak pembayaran di dekat pintu keluar ia pun sudah melangkah menyeberangi jalan menuju Atomic Bomb Dome. Sebuah bangunan yang sama-sama memiliki kisah buruk di masa lalunya. Setiap manusia yang tinggal di Hiroshima pasti terpaku sejenak melihat bangunan dimana di bagian-bagian sisinya masih terlihat jelas bagaimana kejadian menyeramkan dahulu kala. Sisa bekas ledakan yang menghitam dan beberapa bagian yang hancur seolah jadi saksi bagaimana dahulu banyak nyawa terbaring lemas di sekitarnya. Atau bahkan tak dikenali lagi bentuknya.
Lebih seram dari kenangan yang di emban natsumi tentunya. Walaupun sama-sama memiliki bekas yang terkadang membuat siapapun terungkit masa lalunya.
Secukupnya saja beberapa menit, Natsumi melangkahkan kakinya menuju tujuan dia sebenarnya. Setelah melewati sebuah jembatan ia bergerak menuju Hiroshima peace memorial Park. Sebuah taman dengan banyak sekali pepohonan yang jika beruntung ada sekawanan burung dara di sekitar taman. Burung dara yang tidak peduli musim. Tentunya tidak sebanyak saat musim panas, namun cukup bagi natsumi untuk membuatnya lupa dengan hanya terpaku melihat tindak tanduk burung dara mencari biji-bijian cherry berwarna ungu yang terjatuh ke tanah.
Natsumi memilih tempat duduk paling ujung, tepat arah selatan dari titik hiroshima memorial park. Sebuah monumen kedamaian dengan api abadi yang menyala. Di situ Natsumi menemukan sebuah Bangku taman Panjang terbuat dari kayu. Ia letakan tasnya di pahanya. Ia keluarkan buku catatan trip to the wound miliknya. Juga sebuah pulpen dari sisi kantong tas yang lainnya. Ia ketukan pulpennya tersebut pada bagian sambul buku catatannya. Tadinya ia ingin menulis sesuatu, namun tiba-tiba ia memilih melihat perilaku segerombol anak kecil yang lari-lari dihadapannya.
"Apa kau sering ketempat ini?" suara pria dari samping Natsumi meruntuhkan lamunannya.
Natsumi kenal suara itu, tidak mungkin semudah itu lupa. Nyatanya baru kemarin ia baru bercakap dengan sosok pria yang menyapanya tiba-tiba.
"Hiro?" Ujar natsumi
"Boleh aku duduk disebelahmu," Ujar Hiro meminta Izin
"untuk apa? aku tidak dalam kondisi ingin membuka jasa konseling saat ini," Ujar natsumi tegas
"tidak, tidak perlu. Rasanya kamu lebih butuh jasa itu daripada diriku saat ini," Hiro membalas pertanyaan Natsumi
Hiro pun duduk di sebelah natsumi tanpa meminta Izin untuk kedua kali.
"Mengapa kamu bisa menilai seperti itu?" Natsumi penasaran
"Hanya orang yang memiliki masalah yang datang ketempat ini sendirian di pagi hari. Saat semua orang memiliki aktivitas rutin mencari penghidupan, kamu memilih kesini duduk sendirian dengan padangan kosong," Hiro mencoba menjelaskan dugaannya.
Natsumi mengangkat tubuhnya, ia berusaha pergi menghindari pasien anehnya ini.
Tangan hiro dengan cekatan menggengam pergelangan natsumi,
"Lepaskan atau teriak," natsumi mengancam.
"jangan marah dahulu, anggap apa yang aku ucapkan baru saja sebuah kesalahan bertutur dari ku, ada hal yang lebih penting yang ingin ku ceritakan, tentang kejadian kemarin selepas kamu pergi ditengah konsultasi bersamaku," Hiro menjelaskan Panjang.
Hiro melepaskan tangan Natsumi, "Duduklah sejenak,"
Natsumi juga penasaran akan seperti apa kelanjutan selepas konsultasi bersamanya kemarin. Bukankah pagi ini sosok Hiro yang membuatnya bangun pagi hari sekali lalu menyalakan televisi. Hanya untuk sebuah informasi dari sebuah berita pagi, tentang apakah Hiro benar-benar menghabisi nyawa ayahnya sendiri.
Natsumi duduk kembali di sebelah Hiro.
"Kemarin aku benar-benar mencari ayahku di Osaka. Sesuai alamat yang aku punya. Disana aku tidak mendapati ayahku tinggal di alamat tersebut. Namun aku bertemu salah seorang yang juga mengenal ayahku, darinya aku tahu ayah mengalami ketakutan sebegitu parahnya. Entah apa yang membuatnya sebegitu takut. Hingga tak lama selepas ia tinggal disana ia memilih bunuh diri. Sepertinya ia mengalami rasa bersalah terhadap apa yang menimpa ibuku." Jelas Hiro
"Lalu?" natsumi penasaran
"Aku lega. Jika benar ini sebuah takdir, Ayahku sudah mendapat ganjarannya, ibuku pasti sudah tenang dengan pilihannya, dan aku sudah memiliki kehidupanku sendiri," Ujar Hiro. "Aku tidak harus mengotori tanganku untuk menghabisi bajingan tua itu, ia mati sendirian di sana."
"pantas saja tidak ada beritannya di televisi pagi ini," pikir natsumi dalam hati
"lalu mengapa kamu menemui ku lagi? Dan darimana kau mendapat informasi keberadaanku disini?" Natsumi agak takut dengan kehadiran Hiro yang tiba-tiba seperti seorang yang menguntit dirinya.
"Jangan berpikiran buruk dahulu, aku juga tidak tahu kemana harus mencarimu, yang aku tahu kamu selalu memulai perjalanan konseling mu dari Hiroshima, sesuai iklan yang kau pasang di Surat kabar. Jadi yang kulakukan hanya mencoba peruntungan berdiri di dekat pintu masuk shinkansen sedari pagi. Mungkin ini yang kusebut dengan perjumpaan takdir, aku melihat mu pagi ini di Stasiun Hiroshima, tepat di depan pintu masuk shinkansen. Namun sepertinya kau membatalkan arah tujuanmu dan memilih menaiki tram menuju tempat ini, ya aku mengikutimu hingga kesini dan menunggu waktu yang tepat berbicara dengan mu" Jelas Hiro Panjang
"Agak Aneh, melihatmu hari ini setelah mengetahui ayahmu telah menerima ganjaran atas apa yang di lakukannya terhadap ibumu," Ujar Natsumi
"lebih aneh dirimu, ada Satu hal yang agak membuatku merasa tak habis pikir," sanggah hiro "Seorang psikiater macam apa yang tidak menghalangi kliennya melakukan pembunuhan terhadap ayah kandungnya,"
"Ya begitulah aku, untuk apa aku menghalangi urusan klienku, itu hak kalian bukan?" Natsumi mencoba menyampaikan alasannya
"Tidak bukan begitu seharusnya manusia, jika tidak ada hal atau kebencian yang sama, manusia tidak mungkin tidak menghalangi pembunuhan terhadap manusia lainnya," Hiro mematahkan alasan Natsumi
Natsumi terdiam.
"Beda kondisinya, kamu bisa menyelesaikan masalahmu karena masalahmu tidak menempel dengan sempurna di kehidupanmu sehari-hari, berbeda dengan ku, kau sudah tahu kalau bekas itu menempel bersamaku seumur hidup," Natsumi menjelaskan Panjang. "Ah tapi ya sudahlah toh dia sudah jauh pergi dari tempat ku berada," Lanjut Natsumi
"Lalu dimana ia sekarang?" Tanya Hiro mempertanyakan keberadaan ayah Natsumi
"aku dengar di tinggal di Yakushima, sebuah pulau di selatan Kagoshima," jelas natsumi "Ibuku bilang dia ada di pulau tersebut.
"kau tidak ingin mencari tahu keberadaannya?" Ujar Hiro Memberi saran.
"Untuk apa mencari seseorang yang membuatku mengalami trauma masa lalu," natsumi menolak. "Lagian tidak semudah itu, aku tidak yakin aku cukup kuat," Natsumi ragu
"Kau tidak akan pernah tahu kenyataannya bukan jika kau tidak benar-benar menemuinya," Hiro menguatkan "Kalau luka itu karenanya, mengapa tidak pergi menemui sumber luka itu untuk membuatnya jelas," Hiro menambahkan
"Benar juga" batin natsumi. "Ia tidak akan tersiksa terus menerus di hantui kenangan buruk masa lalu jika benar-benar bisa menemui ayahnya," lanjut natsumi dalam hati
"jadi apa menurut mu aku harus ke pulau itu untuk benar-benar memastikan manusia laknat itu?"
"jika yang kulakukan kemarin bisa membuatku tenang, mengapa kau tidak mencobanya? Hiro memberi saran.
Natsumi terdiam sejenak, ia bingung mengapa sosok pria di sebelahnya terasa sangat dekat dengannya. Natsumi bahkan dengan mudahnya mempercayakan rahasia kelamnya pada Hiro.
"tapi lagi-lagi itu pilihanmu, jika dengan tak mencarinya justru membuat mu tenang, maka jalani lah itu," Hiro melanjutkan
"Tidak, tidak. Benar kata hiro aku tidak akan tenang jika belum memastikan sendiri apakah ayahku sudah menerima karma atas semua yang telah ia perbuat, sepertinya tawaran pergi ke Yakushima menjadi menarik," gejolak natsumi dalam hatinya.
"Baiklah, sepertinya saranmu untuk pergi ke Yakushima, sebuah saran yang tepat." Natsumi tertarik dengan ide Hiro. "Tapi, Hiro, mungkin permintaan ini agak aneh karena kita baru saja kenal, Maukah kau menemani perjalananku ke Yakushima?"
"jika diizinkan aku akan dengan senang hati mendampingi mu kesana," ujar Hiro singkat mengiyakan permohonan Natsumi.
.................
Ayo mana semangatnya hari ini?
By the way masih sabar menanti updatetan Om-om yang nyasar di negeri sakura ini kan?
Tetep support terus yah. Om hampa tanpa support kawan2 semua.
#BatikWrittingChallenge #BWC2020
#BatikPublishers #Natsumi #Hiro #Midori
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top