4. Tunangan Gadungan

"Tidak terasa akhir tahun ini kau sudah akan wisuda dan aku akan ditinggal sendirian. Padahal kita masuk kampus ini bersama," ujar Celine lesu. Kini mereka sedang berada di kantin kampus, duduk di salah satu meja kosong sambil menunggu makanan.

"Mau bagaimana lagi, itu karena kau cuti satu semester."

Celine mengembuskan napas kasar, Sofia benar. Hal di masa lalu membuatnya terpaksa mengambil cuti hingga satu semester.

"Tetap saja sekalipun hanya beda satu semester, aku akan kesepian tanpamu," tutur Celine merajuk. Ia tidak punya banyak teman dekat, beberapa hanya ia kenal nama saja.

"Aku akan sering menelepon dan kita bisa jalan bersama. Lagipun, wisuda itu bukan akhir melainkan awal menuju kehidupan yang lebih keras." Sofia menyelipkan sedikit gurauan kecil.

"Dan lagi, kau kan sudah punya tunangan yang setia mengantarjemputmu. Setidaknya kau tidak kesepian," goda sofia.

"Ish ... kau ini. Kita sedang membicarakanmu jangan mengalihkan topik pembicaraan."

"Jadi, bagaimana hubungamu dengan tunanganmu, Cel?" tanya Sofia yang tidak peduli dengan tatapan protes sahabatnya.

Celine yang malas menanggapi pertanyaan itu hanya mengaduk-aduk minumannya menjawab dengan malas. "Ya ... begitulah."

"Begitulah bagaimana?"

"Aku rasa pria itu bukan benar-benar pria."

Sofia mengernyit tak mengerti sementara Celine teringat bagaimana semalam mereka tidur satu ranjang, akan tetapi Nicholas sama sekali tidak berbuat apa-apa.

Oh yang benar saja, bagaimana pun juga dia ini wanita dan Nicholas benar-benar tidak tergoda sama sekali? Bahkan saat mereka tidur di ranjang yang sama. See.. Siapa yang tidak normal di sini?

"Benar'kah?" Sofia mengangkat alisnya seolah tak percaya, ia merendahkan suaranya. "Maksudmu, apa dia menyukai sesama ... pria begitu?"

"Aku tidak ingin membahas dia, Fia. kau tahu kan aku dan dia tidak memiliki hubungan seperti yang terlihat. Ini hanya sebuah perjanjian bodoh."

"Lalu kenapa kau mau melakukan perjanjian bodoh ini?"

Celine menghela napas sejenak. "Entahlah ... aku hanya ingin segera keluar dari rumah ayahku. Terlebih, mengingat Raka yang menghilang tanpa kabar tepat setelah melakukan lamaran romantis, aku merasa buruk. Dia seperti mempermainkanku."

"Apa kau yakin Raka sengaja meninggalkanmu?"

"Sebenarnya ... aku tidak yakin. Kami sudah berhubungan hampir empat tahun, dia tidak pernah seperti ini sebelumnya."

"Kau ini aneh, Cel. Kita bahkan belum yakin dia yang mengirim pesan tersebut, tapi kau sudah mencoba balas dendam?"

"Bagaimana aku tidak sakit hati, Fia.. dia melamarku dengan manis dan besoknya dia menghilang tanpa kabar sampai sekarang? Apa kau bisa membayangkan perasaanku? Aku ini sahabatmu! Harusnya aku yang kau bela"

"Bukan begitu, tapi apa kau pernah berpikir bagaimana jika dia kembali dan tahu kau sudah bertunangan dengan orang lain?"

Celine seakan baru menyadari bahwa jawaban dari pertanyaan Sofia tadi belum ia temukan.

"Aku ... aku belum memikirkannya. aku hanya sakit hati dengan dia yang menghilang begitu saja. Aku sudah mencoba menghubunginya berulang kali, menunggunya tanpa kabar selama lebih dari dua bulan dan kau tau bukan, pesan terakhir yang dia kirimkan untukku?" tutur Celine menggebu.

"Setelah melamarku dan meninggalkanku begitu saja dia mengatakan jika aku adalah beban untuknya?!! Jadi kupikir, perjanjian bodoh ini setidaknya bisa membalaskan sakit hatiku ini saat dia kembali."

"Lalu.. jika ia kembali dan semua ini hanya salah paham, bagaimana denganmu? Apa kau akan kembali kepada Raka dan meninggalkan tunanganmu?"

"Ayolah, Sofia. Harus kah kita membahas hal yang bahkan belum tentu terjadi?" Celine seakan sudah jenuh tentang topik pembicaraan ini.

"Aku bilang, 'jika'. Kita tidak pernah tahu kapan Raka kembali."

"Satu hal yang pasti, cepat atau lambat aku dan Nicholas akan berpisah, ingat! Ini hanya perjanjian," sela Celine.

"Sampai kapan? Maksudku kapan kalian akan mengakhiri perjanjian ini?"

"Mungkin sampai dia merasa cukup." Celine mengedikkan bahu. "Aku juga tidak tahu, Fia. Orang tua nya berencana menikahkan kami seminggu setelah aku wisuda, aku harus bagaimana? Aku tidak mau menikah dengan pria yang tidak aku cintai," Celine mengacak-acak rambutnya frustasi. Jujur, sebenarnya ia tidak tahu jika ibu Nicholas begitu terobsesi menikahkan anaknya dengan cepat.

"Hei, tenang lah ... itu masih beberapa bulan lagi, siapa tahu selama kurun waktu itu kalian jadi saling mencintai," goda Sofia dengan alis yang naik turun.

"Jangan bermimpi, aku masih kesal dengan Raka dan asal kau tahu, dia --Nicholas Arka Bagaskara -- tidak menganggapku sebagai wanita. Bahkan aku mungkin hanya dianggap tidak lebih dari sebuah pohon di dalam pot yang tidak menarik."

"Pohon di dalam pot? Aku tidak yakin, aku pikir masih ada kemungkinan kau dan Nicholas suatu saat bisa menjadi the real mate."

"Kenapa kau berpikir begitu?"

"Dia itu lelaki sempurna, Cel. Kau hanya perlu memanfaatkan waktu agar dia benar-benar jatuh cinta padamu. Aku sudah melihatnya saat pertunangan kalian. Dia tinggi, berbahu lebar, lengannya kekar, pandangan matanya uh... jantungku rasanya berhenti berdetak, bahkan auranya pun seperti magnet yang bisa menarik perempuan manapun. Dia benar-benar sosok pria idaman. Semua wanita pasti menginginkannya."

"Tapi sepertinya aku tidak."

"Itu karena kau bukan wanita normal," ejek Sofia.

"Kau ini. Aku normal. Lagipula kalaupun aku menginginkannya, dia tidak mungkin mau."

"Jadi kau merasa insecure?" Mata Sofia melebar tak percaya jika gadis secantik Celine bisa merasa minder.

"Tenang, aku punya jurus rahasia." Sofia berbisik.

"Apa itu?" Celine ikut merunduk.

"Aku bisa memberimu beberapa ilmu pelet dan aku akan mengantarmu ketempat pemasangan susuk."

Secepat kilat, Celine mengambil seneok yang tersedia di sana u tuk dilayangkan ke kepala Sofia.

"Auw, kenapa kau memukulku?" Sofia mengelus kepalanya dengan wajah cemberut.

"Kau terlalu banyak menonton sinetron. Harusnya kau juga menonton film Azab dan Rahasia Ilahi."

"Aku kan hanya memberi saran."

"Tapi saranmu sesat. Sudahlah lupakan!"

Dan Sofia mungkin akan melanjutkan topik ini kalau saja pesanan mereka tidak datang dan Celine sudah menginterupsi. "Dan topik ini cukup sampai disini, aku sudah lapar."

*****

Nicholas duduk di ruangannya, ia mengaruk telinganya dengan jari karena merasa berdengung. Salah seorang office boy mengetuk pintu dan mengantarkan minuman ke meja. Setelah office boy itu pergi, dia menyesap minuman tersebut dengan nikmat, lalu memutar kursinya ke arah dinding kaca, memperhatikan keramaian kota Jakarta yang tak pernah padam.

Dia termenung sesaat, lalu tersenyum sendiri.

Entah apa yang sedang ia pikirkan namun tiba-tiba senyuman itu menghilang saat sebuah panggilan masuk ke ponselnya.

"Ya..."

"....."

Nicholas mengangguk mendengar suara dari sebrang sana.

"......"

"Bagus, aku serahkan semuanya padamu. Jangan kembali sampai proyek ini beres!"

"......"

"Sampai semua stabil, kau harus tetap di sana. Aku tutup."

Nicholas menatap layar ponsel, masih menampakan foto Alice bersamanya.

"Alice," gumam Nicholas seolah dia masih merindukannya, tidak ia memang sangat merindukannya.

Ia menyentuh ponselnya mencari tah berita terbaru tentang wanita tercintanya itu.

Dikabarkan Alice Giunia Danica, model kenamaan yang sudah go Internasional ini akan mengunjungi kota Bali untuk melakukan sesi foto prewedd bersama kekasih. Menurut beberapa sumber acara pernikahan mereka yang akan diselenggarakan tertutup lima bulan kedepan, Alice sendiri mengaku bahwa.....

Nicholas menutup halaman website yang ia baca, seakan dia benar-benar tidak bisa menerima berita tersebut. Alice memang sudah mengkhianatinya, tujuh tahun menjalin hubungan lalu menemukannya bergumul di sofa bersama selingkuhnya saat ia akan memberikan lamaran kejutan adalah kejadian yang sangat mengerikan.

Namun, sekalipun hatinya sudah hancur berkeping-keping, rasa sayang itu masih tersisa besar.

Nicholas melirik arloji mewah sebelum bergerak mengambil jas serta kunci mobil menuju kampus Celine. Meskipun ini semua hanya perjanjian tentu dia tidak ingin keluarganya tahu akan perjanjian mereka.

Sedikit merepotkan memang harus mengantar jemput gadis itu, bahkan Alice saja tidak semanja ini. Tapi ia tahu bahwa ayahnya sudah menyewa beberapa bodyguard dan mata-mata untuk mengintai mereka. Ayahnya bukan orang yang mudah percaya begitu saja saat tiba-tiba ia dan Celine menyetui perjodohan mereka tanpa berontak.

Maka dari itu sebisa mungkin mereka berperilaku selayaknya pasangan kekasih, sekali pun hanya di depan orang-orang yang mereka kenal. Tentu penjaganya itu bukan orang bodoh yang tidak akan melaporkan pada sang ayah jika ia dan Celine diketahui tidak seperti yang kedua orang tuanya inginkan.

Nicholas menunggu di parkiran dengan bersandar diatas kap mobil. Beberapa mahasiswi yang melintas menatap kagum bahkan ada yang menggodanya, yang digoda hanya melemparkan senyum manisnya. Bukan itu saja, malah ada dua orang mahasiswi dengan pakaian mini menghampirinya.

"Hai ... menunggu siapa?" tanya gadis yang mengenakan rok pink berenda setengah paha itu.

"Bagaimana kalau kami temani," ajak satunya sambil melempar senyum menggoda.

"Tidak. Aku sedang menunggu seseorang." Tolak Nicholas halus.

"Hm ... sayang sekali." Nada kecewa dari salah satunya terdengar dibuat-buat.

"Bagaimana kalau nomor teleponmu? aku siap kapan pun kau membutuhkanku," ujarnya sambil memainkan tangan menelusuri pundak Nicholas dan mengelus otot kekar di balik jas kerjanya.

Parahnya saat itu juga Celine datang dan melihat pemandangan itu dengan menjijikan. Di matanya, Nicholas bahkan tidak mencoba mengusir gadis-gadis itu dan itu benar-benar merusak pemandangannya.

Wanita-wanita bodoh itu pasti tidak tahu kalau Nicholas tidak punya selera kepada wanita, selain Alice pastinya. Ia lebih memilih untuk berbalik dan meninggalkan pria itu jika saja Nicholas tidak lebih dulu memanggilnya, "Sayang!"

Celine sebenarnya sudah malas untuk menjawab panggilan Nicholas, terlebih harus berpura-pura mesra dengan Nicholas yang notabene baru saja dijamah oleh gadis-gadis itu. Namun Nicholas menghampirinya, merangkul, bahkan ia dengan sengaja mengecup puncak kepala Celine di hadapan kedua perempuan tadi.

"Bagaimana kuliahmu tadi? Kau sudah makan? Ayo kita makan bersama! Setelah itu aku akan mengantarmu pulang. Nanti malam aku akan menjemputmu lagi," ujar Nicholas dengan sengaja memperlakukan Celine dengan manis dan ia hanya mengangguk patuh. Pria itu lantas berjalan menuju mobil dan membuka kan pintu untuk Celine sebelum kemudian memutar memasuki pintu kemudi, mengacuhkan kedua perempuan genit yang hanya mengarahakan pandang mereka pada Nicholas tanpa berniat pergi.

Bahkan Nicholas harus membunyikan klakson saat mereka tak kunjung beranjak dari depan mobil dan menghalangi jalan. Ketika mobil yang membawa Nicholas dan Celine telah keluar dari area kampus, tiba-tiba terbersit senyum di wajah Celine. Nicholas yang tak sengaja melihatnya terheran dan bertanya, "Kenapa? Apa ada hal yang lucu?"

"Tidak." Celine menggeleng dan melanjutkan. "Hanya saja bagaimana bisa kau memperlakukan mereka seperti itu?"

"Maksudmu kedua ayam kampus itu? Aku sebenarnya sudah risih, hanya saja aku tidak tahu cara mengusir mereka?"

"Oh, ayolah ... tidak perlu beralasan dan menjadi sok baik. Aku tahu kau bahkan terlihat sangat menikmati belaian gadis-gadis itu." Celine melipat tangan di dadanya. Sudah jelas-jelas ia melihat bagaimana Nicholas dibuai oleh kedua perempuan tadi dengan pasrah.

Aku pikir kau tidak suka wanita selain Alice, tapi ternyata kau suka semua wanita kecuali aku, batin Celine. Dan perasaan itu lah yang membuat Celine menunjukan wajah jengkelnya

"Hei, aku tidak ... tunggu! Ada apa dengan wajahmu?" tanya Nicholas menpleh sesaat. "Kau seperti sedang cemburu?"

"What?! Cemburu? Pada perempuan-perempuan itu? Ya benar saja!" sergah Celine.

Akan tetapi Nicholas masih menatapnya seolah mengatakan, 'aku yakin kau cemburu'.

"Aku benar-benar tidak cemburu, Nick! Apa kau tidak lihat aku bahkan tadi sudah akan berbalik meninggalkanmu? Aku tidak berniat mengganggu acaramu itu."

Sungguh, Celine tidak merasa cemburu sama sekali. Ucapan Nicholas benar-benar terdengar konyol.

"Baiklah, baiklah. Aku percaya, aku hanya mengingatkan bahwa kita memang tidak ada hubungan untuk saling cemburu."

Saat Nicholas mengatakan hal itu, Celine mengangguk membenarkan. Namun, bersamaan dengan itu ada sedikit rasa tidak nyaman di hatinya.

"Aku harus pulang cepat, Nick. Sampai kan saja salamku pada Mami, aku tidak bisa ikut makan malam bersama kalian dan kau tidak usah mengantar jemput ku lagi untuk beberapa hari kedepan."

"Kenapa?"

"Apakah aku harus melaporkan semuanya padamu? Kau ini bukan siapa-siapa!" Celine tidak bisa menjelaskan, tapi ia merasa nada bicaranya mulai meninggi.

"Setidaknya aku harus memberikan alasan pada orang tua ku jika mereka bertanya."

Celine menghela napas. Berharap rasa tidak nyaman di hatinya ikut terembus keluar, lalu mencoba memelankan suaranya. "Aku sedang banyak tugas, Nick."

"Oke, itu bagus. Lebih lama lebih baik. Aku juga tidak suka menjadi supir pribadimu yang selalu mengantar jemputmu ke mana-mana."

Pembicaraan mereka berhenti disitu, tidak ada lagi suara dari Celine maupun Nicholas, sampai Nicholas memarkirkan mobilnya didepan apartement Celine.

"Kau langsung pulang saja, aku tidak ingin diganggu," perintah Celine begitu membuka pintu mobil. Mungkin ia sudah memasuki gedung apartemen jika saja langkahnya tidak terhenti karena Nicholas menahan lengannya. Celine menatap Nicholas, "Apa lagi?"

"Apa ada yang membicara tentang sesuatu yang berbeda tentangmu?" tamya Nicholas yang hanya mendapati Celine mengernyitkan kening bingung.

Melihat ekspresi tersebut, Nicholas tahu bahwa jawaban pertanyaannya adalah, Tidak. Dan tanpa menunggu jawaban Celine lebih lama, Nicholas kembali berkata, "Peluk aku!"

"Apa?"

"Kau tahu kan ada bodyguard Papi yang merangkap sebagai mata-mata kita? Aku melihat mereka masih mengawasi kita."

Celine memutar bola matanya jengah, tapi ia tetap memenuhi permintaan tunangan gadungannya. Mereka berpelukan, Nicholas mengeratkan tangannya agar bisa mendekap Celine lebih dalam.

Sementara itu, dari tempat mereka, kedua bodyguard tadi justru masih berada di kampus Celine. Bersama perempuan-perempuan yang sebelumnya menggoda Nicholas.

*******

To be continue

Thank you for reading

Don't forget to vote & coment 😘😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top