[26]

Apa-apaan pesan itu?!

Itulah yang dipikirkan oleh Minho dan juga Changbin. Minho memegang erat handphone nya, giginya bergemelatuk menahan amarah. Persetan kalau handphone nya rusak.

Setelah Yunseong bercerita soal Jeongin yang diseret pemuda berjaket hitam, Minho semakin hilang akal karena emosinya.

"Tunggu dulu kak! Gimana kalau pesan itu cuma jebakan?" Ucapan Yunseong membuat Changbin tersentak dan menahan Minho yang sudah bersiap untuk berlari.

Cengkeraman Changbin yang terasa dipundak Minho sukses membuatnya berfikir kembali.
Pesan ancaman itu bisa saja rencana untuk menjebaknya, seperti kematian Hyunjin waktu itu. Tapi kali ini firasat Minho mengatakan kalau pesan itu sungguhan.

"Gue bakal pastiin sendiri, lo disini aja. Mereka gak boleh tahu lo masih hidup." Keputusan final Minho buat Changbin dan Yunseong tak terima. Tapi melihat raut wajah Minho yang serius itu juga membuat mereka berdua bimbang.

"Tapi Ho gimana kalau mereka..." Changbin sudah tidak kuasa lagi membayangkan hal buruk yang akan terjadi.

"Semua akan baik-baik saja." Manik mata Minho seolah menyiratkan keberanian yang menyakinkan kedua pemuda itu.

"Semoga.." batinnya.

Sepeninggal Minho, Changbin dan Yunseong diam saling menatap seakan mereka tengah berpikir hal yang sama. Lalu, Yunseong pamit untuk pergi untuk menyiapkan sesuatu yang menurutnya bisa membantu.
Sedangkan Changbin, pemuda itu mencoba untuk tenang dan tidak gegabah. Perkataan Minho benar adanya, dan sekarang ia mencoba untuk percaya kepada temannya.







•|T R I C K Y|•

Disini keringat dingin Minho mengalir deras, setidaknya ia tidak setakut saat baru saja sampai didepan gerbang sekolah. Rasa takutnya itu sedikit berkurang karena Jeno ikut dengannya.

Apakah Jeno juga mendapat pesan ancaman itu?

Jawabannya adalah iya, karena itulah ia berada disekolah malam ini. Dengan berbekal keyakinan kalau teman yang akan mereka cari pasti selamat.
Sebelumnya Minho kaget, tapi disisi lain dia juga bersyukur karena tidak sendirian.

Seperti yang diperkirakan, semua ini sudah pasti direncanakan oleh pelaku. Mungkin saja pelaku yang menculik Jeongin adalah orang yang sama dengan pembunuh teman-temannya.

"Kak, kita kemana?" Jeno nyaris berbisik ketika bersuara. Ia berjalan mengendap-endap dibelakang Minho seperti pencuri.

"Kita ke aula." Alis Jeno terangkat menandakan ia butuh penjelasan. Minho yang peka segera menjawab, "Firasat aja, karena kita dulu nemuin Hyunjin disana."

Ah kejadian itu, hati Minho dan Jeno semakin was-was. Mengingat kejadian Hyunjin, bagaimana kalau sampai di aula mereka menemukan mayat?

Mayat Jeongin? ataukah orang lain?

Ah tidak! Bukan waktunya untuk berpikir negatif seperti ini, tapi tetap saja. Pikiran mereka berdua semakin tak terkendali.

"Kak Minho, siapa itu?"

Nampaknya bukan cuma mereka berdua yang ada disini, ada seorang pemuda yang seumuran Jeno terlihat seperti sembunyi. Jika diamati, pemuda itu tampak memandang aula dibelakang semak-semak dengan tatapan takut.

"Bukankah itu.."

"Felix!"

Terlambat, Jeno sudah memanggilnya terlebih dahulu. Minho mengumpat ketika Jeno tanpa pikir panjang memanggil lelaki bule itu, Jeno memang tidak tahu kalau tidak ada lagi yang bisa dipercaya sekarang. Tapi Minho terlambat untuk memberitahunya.

Jeno hendak menghampiri namun Minho cepat-cepat menahannya seolah ia tak boleh mendekati Felix.

"Kak?"

"Jen, coba pikir dulu. Menurut lo, kenapa Felix bisa ada disini? Bisa jadi kalau dia pelakunya kan?" Jeno kaget, Minho bisa berkata seperti itu tentang temannya sendiri. "Kita gak bisa percaya siapapun sekarang."

"Tapi bisa saja, Felix mendapat pesan itu sama kayak kita."

Minho hendak menjawab Jeno, namun pemuda Aussie sudah mendekati mereka duluan.

"Loh? Kak Minho? Jeno? Kalian kok ada disini?"

"Kita dapat pesan ancaman tentang Jeongin disekolah."

Minho melotot, bisa-bisanya Jeno berucap enteng seperti itu. Ya walaupun Minho sudah memberitahu nya, Jeno nampak tak menaruh rasa curiga pada Felix.

"Lo sendiri nga-"

"Kalian dapat pesan itu juga?!"

Eh?

"Hah? Jangan bilang kalau lo juga?" Kali ini Minho yang bertanya.

Felix mengangguk.

Oh shit, sepertinya semua ini sudah direncanakan dengan matang. Memanggil semua orang yang masih hidup, mengumpulkannya, dan berakhir membunuhnya. Bukankah itu rencana pembunuhan yang sempurna?

Felix menunjukkan pesan yang ia dapatkan satu jam yang lalu, dan isinya sama seperti milik Minho dan juga Jeno.

"Ck bener dugaan gue, ini udah direncakan. Dan kita juga perlu rencana."

Kecurigaan Minho terhadap Felix sepenuhnya hilang, sekarang mereka sedang menyusun rencana dadakan untuk menemukan Jeongin sekaligus menyelamatkannya.

Seperti rencana, Minho lah yang pergi ke aula sendirian. Sebelum masuk, ia merasa ada seseorang yang mengawasinya. Kedua tangan Minho gemetar ketika mencoba membuka pintu aula.

Dan yang benar saja ketika pintu terbuka, cahaya lampu aula menyapanya sehingga buat Minho menyipitkan matanya.
Dibawah penerangan penuh seperti ini, sungguh memudahkannya untuk mencari Jeongin, pikir Minho.

Dari ambang pintu, Minho menangkap sosok Jeongin meronta berusaha melepaskan tali yang mengikatnya di kursi.

Minho berlari dan segera melepaskan ikatan ditubuh Jeongin. Ikatanya cukup kuat, sehingga memerlukan waktu.

Minho kaget ketika Jeongin mengerang dibalik kain penutup mulutnya, matanya melebar ke belakang Minho. Mengerti maksudnya, Minho berbalik.

Dor!!

"Akhh shh.."

Sebuah peluru mengenai lengan sebelah kanan Minho. Bayangkan saja kalau Minho tidak cepat berbalik, mungkin peluru itu sampai di jantungnya.
Minho menoleh ke Jeongin, syukurlah pemuda itu tidak terkena tembakan apapun.

"Cih meleset."

Tunggu, suara itu..

Nafas Minho tertahan dan matanya membulat tak percaya. Sampai rasa nyeri dilengannya terlupakan begitu saja dengan menatap pemuda yang dengan bangganya menggoyangkan pistolnya.

"Bangchan?!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top