[23]

Arwah Haechan lagi jalan lemas di sekitar koridor kelas 10. Ia mengingat hari dimana dirinya dan teman-temannya ingin membantu Hyunjin kala itu, tapi gagal.

"Ini semua gara-gara jimat laknat itu!!" Gumamnya geram.

Ia sedih, siapa nantinya yang akan ngungkap pembunuh kejam itu? Siapa yang ia gangguin lagi?
Ia sungguh kesepian.

Haechan terus bergumam tak jelas sampai tak merasa kalau ada seorang gadis yang jalan melewatinya.
Seketika ia terkejut.

"Loh? Anak itu tadi barusan jalan ngehindar dari gue.." Haechan membalik badan dan menatap gadis tinggi berkuncir satu.

"Apa dia bisa lihat gue?"

Tentu Haechan bingung, biasanya kalau ada orang jalan didepannya langsung jalan nembus ke Haechan, lah ini.. menghindar.

Ia memutuskan untuk mengikutinya pergi.

"Yeji!!"

Minho menghampiri gadis yang Haechan ikuti tadi. Haechan membelalak, Minho mengenalnya?

"Lo sekolah disini?"

Gadis itu senyum ke Minho, "Iya, mulai sekarang gue sekolah dan tinggal disini."

"Yunseong?" Tanya Minho.

"Kata Yunseong, dia tetap sekolah di LA tapi sekarang dia masih nemeni gue disini." Minho ber-oh ria mendengarnya.

Dari jauh Haechan menguping pembicaraan mereka, "Oh murid baru.." gumamnya pelan.

"Biar gue antar ke kelas lo, nanti gue ajak keliling juga biar hafal bangunan sekolah."

Yeji mengangguk mantap, "Makasih kak, gak usah repot-repot."

"Santai."

Yeji dan Minho berjalan menjauh, Haechan keluar dari tempat sembunyi.
Aneh si arwah satu ini, kenapa repot-repot sembunyi padahal ia saja tidak bisa dilihat dengan mata biasa.

"Siapa sih tuh cewek?" Monolognya.

"Tapi dia kok mirip ya sama Hyunjin. Masa kembarannya? Tapi dia gak pernah cerita, audah bodoamat."

Haechan melenggang pergi.

Balik ke Minho dan Yeji, mereka tampak canggung. Yah karena Yeji baru dua kali pulang kesini.

Minho tampak lupa dengan sesuatu.

"Oh iya, gue lupa. Changbin belum ngasih tahu gue soal pembunuhnya." Batin Minho.

Sampai didepan kelas Yeji, mereka berdua harus berpisah.

"Kalau butuh apa-apa, panggil aja gue."

"Sekali lagi makasih kak."

Yeji masuk kelas, dan Minho pun jalan kembali ke kelasnya.








•|T R I K C Y|•


Jam istirahat tiba, setelah menemani Yeji, Minho menghubungi teman-temannya untuk pergi ke kantin bersama. Niatnya bukan untuk makan, tapi untuk mengintograsi mereka.

Sekarang tidak ada yang Minho percayai lagi setelah kematian Hyunjin, tentu kecuali Changbin.

Menurutnya, sekarang persahabatannya mulai berubah. Bisa dibuktikan, waktu kumpul sekarang mereka malah sibuk sendiri-sendiri.
Jeongin yang lagi menyeruput jusnya, sedih melihat teman-temannya yang tampak tak memperdulikan satu sama lain. Ia menyenggol lengan Minho, mengintruksikan untuk mengawali pembicaraan. Minho menggeleng.

"Kita jadi gak sedekat kayak dulu ya, gue kangen masa-masa dulu waktu kita kumpul bersama. Masih utuh.." Kata Jeongin dengan nada sedih.

Minho tersentak, bukan hanya dia. Bangchan, Seungmin, dan Jeno ikut kaget.

"Gue mau kita kayak dulu lagi."

"Gak mungkin bisa Jeong." Kata Jeno sambil senyum tipis.

Minho masih diam mengamati mereka satu persatu.

"Jeongin, malam dua hari yang lalu lo dimana?" Tanya Minho.

"Gue dirumah ngerjain pr kak, kenapa?" Jeongin balik bertanya dengan santai.

"Gak papa cuma mastiin aja."

Seungmin malah senyum miring lihat Minho yang mengintrogasi mereka satu persatu.

"Ck, bodoh lo kak Minho." Batinnya geli.

"Gue tidur dirumah, badan gue panas kemarin."

"Lo bisa sakit kak?" Chan menoyor Jeongin karena pertanyaannya.

"Gue manusia, ya bisa sakit lah!" Jawab Chan gak santai.

"Lo Min?"

"Gue juga tidur dirumah, gak ada kerjaan soalnya." Jawab Seungmin santai.

"Lo?" Tunjuk Minho ke Jeno.

"Kan gue ikut lo kak!"

"Oiya lupa."

"Goblok!"

Minho tak menemukan yang aneh dari teman-temannya ini. Andai saja ia punya alat pendeteksi kejujuran atau pandai Psikologi, pasti ia bisa tahu siapa yang lagi bohong.

"Felix masih di Aussie, gue kesepian. Gak ada yang gue ajak main. Semua alasannya pada sibuk ih kesel gue." Jeongin manyun.

Mereka hanya diam larut dalam suasana.

"Ayok mabar sama gue!" Ajak Jeno antusias ke Jeongin.

"Ogah! Lo noob!"

"Anjing!"

Kuping Minho sesak dengar Jeongin dan Jeno adu mulut, tiba-tiba Yeji menghampirinya dan menyapa.

"Oh Yeji, hai juga!"

"Lo kenal sama kak Minho?" Bisik Lia ke Yeji, Lia adalah teman baru Yeji.

"Iya, tetangga gue." Jawab Yeji dengan lantang, Lia mencubit lengannya. Dia malu.

"Ini Lia kak, teman sebangku gue."

"Oh gitu, hai salam kenal! Gue Min-awhh."

"Gak usah caper lo! Jijik!" Chan geram dan memukul kepala Minho.

"Ini teman-teman gue, Bangchan, Seungmin, Jeno, sama Jeongin." Minho mengenalkan teman-temannya satu persatu ke Yeji. "Ini Yeji, tetangga gue, murid baru disini. Dia kembarannya Hyunjin."

Semuanya kaget, termasuk Lia.

"Lo? Kembaran Hyunjin? Demi apa Ji? Kok lo gak bilang ke gue?" Lia kesal.

"Lo gak nanya, kita baru kenal."

Iya juga.

"Salam kenal, gue balik ke kelas ya."

Yeji menarik Lia untuk pergi dari kantin.

"Lo kenal sama Seungmin?" Tanya Yeji.

"Jelas kenal lah, dia ahli kimianya SMA sini. Siapa yang gak kenal orang se jenius dia." Yeji manggut-manggut ngerti.

"Kalau kak Chan?"

"Dia orang populer se angkatan kayak kak Minho. Mestilah kenal." Yeji kembali mengangguk. "Kenapa emangnya? Lo suka ya?"

"Ngaco! Cuma tanya aja. Mereka aneh soalnya."

"Maksud lo?"

Yeji mendekat ke telinga Lia untuk membisikkan sesuatu.

"Jangan beritahu siapa-siapa, gue bisa lihat apa yang gak bisa lo lihat." Lalu Yeji senyum tipis.

"HAH? JA-JADI LO ANAK IN-"

"Jangan teriak tolol!" Wah Yeji bisa toxic juga ternyata.

"Lo sama kayak Hyunjin."

"Yah gimana lagi, takdir. Mungkin karena kita kembar kali hahaha yok cabut." Yeji menarik tangan Lia untuk jalan lagi.

"Gue juga tahu kok, kalau lo suka kak Minho."

Lia kaget dan membekap mulut Yeji. Wajahnya memerah lucu, seperti kepiting rebus.

"Ih lo apaan sih!"

"Ciee, gue bilangin ahh."

"Ih Yeji!!"









•|T R I C K Y|•

Seorang pemuda tengah cemas mondar-mandir didepan rumah Han. Ia baru saja pulang dari perjalanan jauh dan langsung mampir ke rumah Han.
Namun, rumahnya dikunci dan suasananya sepi.

"Han belum pulang kali ya. Tapi kan ini udah malam." Monolognya.

"Eh nak, ngapain disitu sendirian?" Seorang ibu-ibu menghampirinya dengan heran.

"Anu, ini lagi nyari teman bu."

"Nama kamu siapa?"

"Saya Felix, temannya Han."

"Oh nak Felix belum tahu ya kalau nak Han udah menginggal."

Felix membeku dan berusaha tersenyum ke ibu-ibu tadi.

"Han me-meninggal?"

"Iya, udah lama. Masa nggak tahu, katanya temannya. Eh ibu tinggal dulu ya, ditunggu anak saya." Felix mengangguk pelan.

Kabar mengejutkan apa ini? Han meninggal?
Felix terdiam masih tak percaya dengan ucapan ibu-ibu tadi.
Besok, ia lah yang akan memastikan sendiri. Kejadian apa saja yang ia lewatkan sejak ia pergi ke Australia.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top