[21]

Darah terus keluar dari perut Hyunjin ketika Seungmin mencabut pisaunya.
Dengan kasar tentunya.

Kesadaran Hyunjin masih utuh, jadi ia merasakan sakit yang luar biasa di perutnya. Apa dayanya, kedua tangan dan kakinya terikat. Hyunjin membiarkan darahnya terus mengalir.

"Haha lo t-tersinggung?" Hyunjin memberanikan diri untuk berbicara.

"Lo pengen gue cepat-cepat m-mati kan? Kenapa l-lo gak tusuk jantung gue tadi." Lanjut Hyunjin sambil menahan rasa nyeri dibagian perut.

Seungmin mengeratkan pegangan pada pisaunya. Emosinya benar-benar di ujung tanduk, itu semua karena Hyunjin yang memancingnya.

Uhukk uhukkk

Hyunjin terbatuk dan mengeluarkan gumpalan darah dari mulutnya, pendarahannya cukup parah.

"Wah-wah lo main sendiri tanpa gue?"

Seseorang datang menghampiri Seungmin dengan bertepuk tangan, di sakunya ada pistol yang siap peluru.

"Sebentar saja." Jawab Seungmin singkat.

Hyunjin menatap dua orang didepannya dengan senyum remeh.

"Haha ternyata lo muncul juga, pengecut.."

Dua orang pembunuh itu sukses marah pada Hyunjin, hingga pukulan dilayangkan ke rahang Hyunjin hingga ia terjatuh dengan posisi terikat dikursi.

"Lo bukanlah target gue yang sebenarnya, jadi gak usah sok pahlawan bisa lawan gue." Ucap pemuda itu sambil menginjak kepala Hyunjin menggunakan satu kakinya.

Hyunjin meringis, ia sungguh pasrah menerima semua perlakuan buruk ini.

Tiba-tiba lampu aula menyala lalu padam kembali, lama kelamaan semakin cepat. Buat suasana merinding.
Hyunjin mengedarkan pandangan ke setiap sudut ruangan.

Ia bisa melihat disana ada Chenle, Haechan, Han, Renjun, dan Jisung sedang melayang-layang. Bedanya, mereka menampakkan wajah asli mereka yang menyeramkan.

Chenle dengan wajah rusaknya.

Haechan dengan kepala berlubang.

Han dengan warna tubuh membiru pucat.

Renjun lah yang paling seram disini, kepalanya hampir putus dan luka sayat banyak menghiasi tubuhnya.

Sedangkan Jisung, dengan dada yang berlubang.

Seungmin terkejut melihat mereka yang menampakkan diri, sedangkan pemuda yang satunya tersenyum miring.

"Bantuan ya.." Ia mengeluarkan sesuatu dari saku hoodienya, sebuah jimat dan memgacungkannya.

Mendadak lampu kembali padam, dan mereka yang melayang-layang mendadak hilang dari pandangan.
Hyunjin kaget dan Seungmin bertanya-tanya bagaimana bisa?

"Karena gue udah duga ini bakal terjadi." Jawab pemuda itu tak lupa dengan senyum miringnya. "Biar gue yang ngurus si indigo.."

Hyunjin berontak tatkala pemuda itu mendekatinya. "Ayo kita selesaikan ini secepatnya."

"Good bye Hwang Hyunjin, rest well.."

Dada Hyunjin ditusuk menggunakan pisau yang digunakan Seungmin tadi, entah kapan pemuda itu menyambarnya. Bukannya sekali, tapi berkali-kali dada Hyunjin ditusuk secara brutal.

"Ah jadi seperti ini rasanya ditikam berkali-kali, akhirnya gue bisa ngrasain apa yang dirasain temen-temen.." Batin Hyunjin dalam hati.

Sebelum ia menghembuskan nafas terakhir nya, ia bergumam lirih.

"Lo harus hidup, kak Minho.."























•|T R I C K Y|•


"Bener disini gak sih tempatnya?!" Bentak Minho emosi, karena masih terbawa emosi waktu dijalan tadi yang sungguh rusuh.

Salah Minho sendiri nyuruh Jeno untuk ngebut dan terus melaju ketika lampu merah. Mereka berdua pun keserempet mobil dan jatuh, makanya sampainya lama.

"Iya kak, disini gangnya." Jeno sesekali merintih karena luka hasil jatuh tadi, kalau dilihat sih Minho lebih parah karena ia tertimpa motor Jeno yang besar itu.

"Hyunjin!!"

"Bajing kuping gue..!!" Umpat Jeno.

Minho teriak tepat disamping telinganya, siapa yang nggak marah coba.

Tidak ada tanda-tanda manusia di gang tersebut, mereka pun memutuskan untuk jalan mencari Hyunjin.

"Permisi kek.."  Sapa Minho ramah ke seorang penjual jajanan.

"Anak kurang ajar!! Saya perempuan!"

Minho mendelik dan bersembunyi dibalik Jeno waktu perempuan berumur itu ingin memukulnya. Ia salah paham sih, rambut nenek itu pendek, ya dikiranya lelaki.

"Maaf kek-aduh nek, saya Jeno."

"Gak nanya!"

"Anjir udah tuwir galak bener." Batin mereka berdua.

"Kita disini mau nanya, apa nenek pernah lihat pemuda ini?" Minho menunjukkan foto Hyunjin di handphone Jeno.

Mata nenek itu menyipit seperti mengingat sesuatu.

"Gak pernah." Minho dan Jeno mendesah kecewa. "Tapi tadi nenek lihat ada lelaki sejenis dia berlari masuk ke sekolah sana, wajahnya bule gitu. Kalau lelaki ini nenek gak pernah lihat."

Hah?

"Ke sekolah sana ya nek?" Tanya Jeno memastikan sambil menunjuk sekolahnya.

"Iya."

"Makasih ya nek!"

Minho dan Jeno memasuki sekolah mereka, kebetulan penjaga lagi tidur di pos nya, jadi mudah.

Mereka berdua sama-sama kaget dengan pintu aula yang terbuka lebar. Malam-malam kayak gini siapa yang pergi kesana?

Sampai disana, bau anyir tercium begitu kuat. Perasaan Minho semakin tidak nyaman, ketika dirinya dan Jeno memasuki aula yang tampak gelap.
Mau gak mau, Jeno menyalakan saklar lampu.

Disana ditengah aula, ada Hyunjin dengan genangan darah disekitarnya.

Mata Minho memanas jantung nya berdegup begitu kencang ketika mendekatinya. Pertahanannya roboh sehabis melihat wajah Hyunjin dengan mata tertutup.

"Hyu-Hyunjin.."

Air mata tanpa permisi jatuh ke pipi Minho.
Luka tusuk di dada Hyunjin begitu terlihat jelas dipandangannya.

Jeno mengecek nadi Hyunjin, dan nihil tidak ada tanda-tanda kedutan disana.
Ia dengan hati-hati meletakkan tangan Hyunjin dan menggeleng ke Minho.
Tangis Minho pecah, begitu pula Jeno.

"HYUNJIN!!"

"Hyunjin hiks.. kenapa lo bisa kayak gini.."

Minho mengguncang tubuh Hyunjin untuk bisa mengembalikan kesadaran pikirnya, tapi bagaimana lagi, nyawanya telah hilang.


Minho kehilangan seseorang yang disayanginya lagi.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top