[16]

"Kak Woojin tadi jujur gak sih? Tapi gue masih ragu sama Felix..." Gumam Jeongin.

Sesekali ia menendang batu kerikil yang menghalangi jalannya, bentuk bayang-bayangnya panjang melebihi tinggi badannya menandakan hari sudah petang.

Ia kembali teringat pada Woojin yang tadi buru-buru pergi, entah kemana. Yang Jeongin yakini tingkah Woojin berubah aneh, makanya ia masih ragu soal jawaban Felix.

Jeongin menampar kedua pipinya sendiri cukup keras, "Gaboleh nyurigai temen sendiri, gaboleh berpikir negatif Yang Jeongin!"

"Lo ngapain?"

"E GU-GUE E PENGEN KA-KAWIN!"

Sontak Seungmin tertawa keras mendengar latahnya Jeongin.

"Latahnya buruk banget anjay hahaha."

"Sialan lo, main ngagetin."

"Lagian sih lo ngomong sendiri, gue kira lo udah gila." Jeongin siap-siap menggampar Seungmin, untung saja refleks Seungmin bagus. "Hehe gue pengen nginep dirumah lo."

"Lah tumben?" Jeongin natap Seungmin heran.

"Gue gak mau dirumah sendiri waktu malam, biasanya gue nginep dirumah Renjun. Tapi Renjun..." Jeongin yang sadar akan perubahan raut wajah Seungmin yang tampak sedih segera merangkul bahu lebarnya.

"Ayo gas! Mama gue kebetulan ke rumah nenek." Jeongin mendorong tubuh Seungmin untuk berjalan cepat menuju rumahnya.

Hari sudah malam, tapi Jeongin masih disibukkan dengan game online di handphone nya. Seungmin menghampirinya dengan berkacak pinggang.

"Mandi bego!" Pinta Seungmin yang menjorok ke maksa.

"Nanti, masih seru." Jeongin masih ke fokus ke game nya.

Seungmin malas menyuruhnya lagi, yang   namanya Jeongin bandelnya minta ampun, beruntung mamanya penyabar.

"Jangan deket-deket gue bangke, kuman!" Seru Seungmin saat Jeongin duduk di sebelahnya. Jeongin hanya nyengir kecil dan jalan ke kamar mandi dengan santai.

"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!"

Seungmin yang asik nonton televisi kaget dengan teriakan Jeongin. Langsung saja ia berlari ke kamar mandi.
Sampai disana, ia dapat melihat Jeongin yang terduduk didepan wastafel dengan wajah pucat.

"Ada apa? Lo kenapa?" Tanya Seungmin khawatir. Jeongin menggerakkan telunjuknya dengan gemetar menunjuk ke arah wastafel.

"Oh Astaga!!" Seungmin menutup mulutnya dengan telapak tangan tak percaya.

Diatas wastafel itu ada 10 jari tangan manusia yang masih berlumuran darah segar, hanya jari tangan. Ditambah tulisan berwarna merah di kacanya, menambah kesan mengerikan.

Akibat untuk yang
suka ikut campur
urusan orang lain

Ini hadiah
Jari milik Kim Woojin
Gue harap lo suka











•|T R I C K Y|•

Hyunjin merebahkan tubuhnya diatas sofa empuk, ia mengambil remote untuk menyalakan televisi. Tiba-tiba Hyunjin teringat belum memberi makan hewan peliharaannya. Dengan cepat ia beranjak dari sofa tanpa menyalakan televisi nya, dan mencari anjing kesayangan nya.

Ia keluar masuk kamar, dapur, gudang didalam rumah, namun belum juga menemukannya.

"Hei kkami dimana kau?" Panggil Hyunjin.

Anjing peliharaannya bernama kkami, ia merawatnya sendiri dengan sepenuh hati seperti seorang anak.

"Kkami!"

Ia memilih keluar rumah dan menemukan kkami di halaman depan. Anjing itu tengah dielus nyaman oleh seseorang, dia Minho.

Hyunjin tersenyum lega dan menghampiri mereka. Untung saja kkami tidak pergi jauh.

"Makasih kak udah nemuin kkami buat gue." Minho berhenti mengelus dan berdiri menampakkan senyum hangatnya.

Deg!

Jantung Hyunjin serasa di pukul, ia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Hyunjin sontak mundur karena terkejut.

Oh astaga.

"L-lo..." Tenggorokan Hyunjin tercekat, lidahnya kelu buat berbicara.

"Lo bukan kak Minho.."

Air mata Hyunjin jatuh begitu saja, bibirnya bergetar, ia terisak kecil sambil menggelengkan kepala pelan.

"K-kak, bagaimana bisa hiks? Bagaimana lo bisa meninggal?"

Minho yang didepannya masih saja tersenyum hangat menatap Hyunjin yang terisak. Apa yang dilihat Hyunjin bukan Minho, melainkan arwah Minho.

Bagaimana ini bisa terjadi?

"Kak! Katakan sesuatu..!"

Perlahan tapi pasti Minho yang dilihatnya mulai menghilang dari pandangan Hyunjin.

"KAK MINHO?!"

Hyunjin mengerjapkan matanya beberapa kali, tubuhnya bergetar takut, bekas air mata dapat terlihat jelas di pipinya.

Ah itu hanya mimpi buruk Hyunjin, mimpi yang paling buruk.
Ia menyibakkan selimutnya dan berlari keluar kamar.

Disini, didepan rumah Minho, Hyunjin menghentikan larinya. Ia belum sempat menetralkan nafasnya, langsung menekan bel rumah Minho dengan brutal.

Dirasa belum ada jawaban, ia beralih mengetuk pintunya, ralat dari mengetuk lebih ke memukul.

"Eh iya sebentar!"

Perjuangan Hyunjin ada hasilnya, pintu terbuka menampilkan Minho dengan mata menyipit dan rambut acak-acakan seperti singa khas orang bangun tidur. Ia terbangun gara-gara Hyunjin.

"Loh Hyunjin, lo ngapain malem-malem k-"

"KAK MINHO!! Ini beneran lo kan? Lo gapapa kan?" Hyunjin menggoyangkan pundak Minho sedikit kuat.

"Woi woi stop! Gue gapapa, lo kenapa sih?"

Hyunjin bernafas lega dan Minho menyadarinya. "Ada apa Jin? Tengah malem gini?"

Minho memandangi Hyunjin dari kepala sampai kaki. Penampilannya sama seperti dirinya sendiri, baru bangun tidur. Sedikit perbedaan, raut wajahnya begitu khawatir.

Dengan kaos santai berwarna putih, celana kolor, dan tanpa sandal ataupun alas kaki, buat Minho ingin tertawa saja.

Sedangkan Hyunjin berfikir untuk tidak menceritakan tentang mimpi buruknya, takut Minho akan tidak nyaman.

"Ah gapapa, gue cuma mau numpang tidur." Jawab Hyunjin asal. "Kak, kasih gue masuk kek. Disini dingin astaga."

"Ya ampun, iya maap. Yok masuk!"

Minho menutup pintu dan tak lupa menguncinya.

Tak jauh dari sana, ada seseorang duduk diatas motor hitamnya tengah tersenyum miring memandangi rumah Minho. Pakaiannya tak kalah gelap dari warna motornya.

"Nasi gorengnya mang!"

Didepannya seorang penjual nasi goreng keliling, sedang menawarkan dagangan kepadanya.

Pemuda itu cepat-cepat menutup kaca helm full face nya dan bergegas menyalakan mesin motor.

"Eh tunggu dulu dong! Cobain nasi goreng buatan saya, enak loh gak bohong!" Penjual itu mencegahnya untuk pergi.

"Tidak perlu, terimakasih." Tolaknya dingin.

"Halahh melayatnya nanti saja. Makan nasi goreng dulu sini." Ucap penjual nasi goreng dengan senyum tengilnya kembali menahan lelaki itu. Pikirnya lelaki itu mau pergi melayat karena pakaiannya dominan gelap.

Penjual menarik tangan lelaki itu untuk mendekat ke gerobaknya. Lelaki itu mengikutinya dengan malas, tak lupa ia melepaskan helmnya.
Mengganggu saja, pikirnya.


Didalam kamar Minho, ada 2 orang yang masih belum terlelap di tengah malam.

"Heh Hwang, lo belum jawab gue btw. Tadi kenapa lo terlihat khawatir gitu ke gue?" Tanya Minho menghadap ke Hyunjin yang berbaring di sofa kamarnya.

Minho masih ingat bagaimana Hyunjin mengetuk pintunya keras seperti berniat menghancurkannya tadi.

"Belakangan ini gue diikutin hantu perawan, sering diganggu juga, takutnya lo diganggu juga. Mana tadi waktu diluar, dia senyum aneh ke gue kayak tante girang anjir. Untung saja gak ikutan kesini." Jawab Hyunjin berbohong, Minho bergidik ngeri mendengarnya.

"Ngeri anjir." Membayangkan wajah hantu saja sudah begitu menakutkan bagi Minho, apalagi kalau melihatnya? Kuat juga si Hyunjin.

"Hyunjin, diantara temen-temen siapa yang lo curigai?"

Kening Hyunjin mengerut bingung. "Maksud lo apa tiba-tiba?"

"Pelaku dari pembunuhan teman-teman kita, siapa yang lo curigai?"

"Kenapa lo bisa yakin kalau pelakunya diantara kita?" Hyunjin tersenyum miring pada Minho.

"Gatau, firasat gue diantara kita ada yang nyembunyiin sesuatu."

Hyunjin semakin tersenyum aneh. "Lo bener, gak ada yang bisa dipercaya lagi kak Minho.. ini peringatan."

Ganti Minho yang heran dengan Hyunjin.

"Dan.. soal curiga. Gue yakin pelakunya lebih dari satu."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top